Moh. Khalilurrohman Ar Rijal SM |
Tentang
Peresensi
MOH. KHALILURROHMAN AR RIJAL SM, lahir di Dusun
Lembenah Sentol Laok Pragaan Sumenep, 29 Desember 2003. Riwayat pendidikan dimulai dari
SDN Sentol Laok (lulus, 2015) dan sekarang duduk di bangku kelas ix (sembilan)
MTs Al-Wathan Larangan Perreng Pragaan Sumenep sekaligus mondok di Pesantren
Miftahul Huda Tambak Batu. Pengalaman keorganisasian, pernah menjadi Koordinator Seni dan Budaya OSIS MTs
Al-Wathan (2017/2018). Ia berdomisili di Dusun Lembenah Sentol Laok Pragaan Sumenep dan bisa dihubungi
lewat facebook Kholilurrahman Ar-rijal.
***
Buku Yang Bangkrut dan yang Untung di Alam Kubur |
Judul buku : Yang Bangkrut dan
yang Untung di
Alam Kubur
Penulis : Al-Hafizh Taqiyuddin al-Jurjani
Penerbit : Safirah
Cetakan : Pertama, 2015
Kota terbit : Yogyakarta
Tebal buku : 212
Peresensi : Moh. Khalilurrohman Ar Rijal SM
Buku yang berjudul Yang Bangkrut dan yang
Untung di Alam Kubur ini
mengingatkan kita bahwa kita dituntut untuk memperbanyak amal saleh
sebagai bekal kita untuk kehidupan yang sangat singkat ini dan memperbanyak
amalan atau pahala untuk bekal kita di kehidupan yang abadi setelah kehidupan
fana. Karena
sesungguhnya, hal tersebut sejalan
dengan firman Allah SWT yang berbunyi, “Demi
masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan
nasihat-menasihati supaya menetapi kebenaran dan nasihat-menasihati supaya
menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘Ansh [103]: 1-4)
(hlm. 17).
Berdasarkan ayat tersebut, kita dapat mengetahui bahwa manusia
berada dalam kerugian kecuali mereka yang beriman dan yang mengerjakan
amal-amal saleh. Di antara amal-amalan tersebut sebagai
berikut: (1) membangun masjid, (2) membuat
saluran air, (3) membuat sumur, (4) menanam
pohon, dan (5) menulis atau mencetak mushaf dan
membagi-bagikan ke sesama muslim.
Begitu pula berkah ilmu yang bermanfaat
kemudian diamalkan dan diajarkan kembali kepada khalayak ramai. Selama ilmu itu mengalir dari satu
generasi berikutnya, maka orang yang
mengerjakannya mendapat limpahan pahala yang terus mengalir. Selanjutnya,amalan
yang pahalanya akan terus menyertai ke alam kubur. Menuntut ilmu termasuk mudah bahkan
merupakan ibadah yang paling agung dan utama, sehingga
Allah SWT menjadikan sebagian dari jihad fi sabilillah (hlm.19).
Menuntut dan menyebarkan
ilmu merupakan dasar dari berbagai bekal seseorang untuk mendapatkan
keselamatan dunia dan akhirat. Ibadah
lainnya seperti shalat, zakat, puasa dan haji pun mensyaratkan ada ilmu.
“Tidak sepatutnya bagi mukmin itu pergi
semuanya (ke medan perang), mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah
[9]: 122) (hlm. 20).
Ada banyak cara
yang bisa dilakukan seseorang agar amal sedekahnya
tergolong dalam amal jariah, antara
lain sebagai berikut: Pertama, berinfak
Al-Qur’an
ke masjid, mushalla dan panti asuhan.
Setiap Al-Qur’an
yang diinfakkan akan dibaca, sehingga
pahala dari infak tersebut terus mengalir meskipun orang yang
menginfakannya sudah meninggal dunia. Kedua, menyumbangkan
kursi roda ke rumah sakit. Setiap orang sakit dapat menggunakannya, sehingga penyumbang tersebut
mendapatkan kebaikan. Ketiga, membantu
pendidikan anak dengan memberi beasiswa dan mengikuti setiap pembangunan
lembaga pendidikan. Keempat, membantu
operasional panti asuhan dan yayasan yatim piatu (hlm. 55).
Salah satu keutamaan menyedekahkan sebagian harta untuk
kehidupan di alam barzakh dan akhirat adalah terhindar dari azab kubur.
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya, sedekah dapat memadamkan panasnya kuburan bagi
pemilik sedekah.” (HR. Tabrari dan Baihaqi).
Sungguh sangat
mudah mengumpulkan pundi-pundi amal kebaikan bagi para ulama, para penyebar ilmu Allah.
Para penyebar ilmu Allah
yang meninggal dunia termasuk dalam golongan para syuhada yang mati di medan
peperangan.
Salah
satu amalan yang terus mengalir sampai di alam kubur ialah membuatkan rumah
untuk ibnu sabil. Mereka
juga dinamakan melakukan safar,
mereka adalah orang yang dalam perjalanan atau musafir yang tidak mempunyai
sanak keluarga dan merasa kekurangan untuk membiayai diri sendiri dan biaya
perjalanan maupun makan,
maka atas itulah ibnu sabil masuk dalam golongan orang-orang yang berhak menerima zakat. Kebanyakan
ulama terdahulu melakukan safar (perjalanan) untuk menyebarkan agama ke negri yang
sangat jauh. Mereka berhak menerima zakat.
Allah SWT berfirman,
“Maka, berikanlah
kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demi
kian (pula) kepada
fakir miskin dan orang-orang yang
mencari keridhaan Allah dan mereka
itulah orang-orang beruntung.” (QS. Ar-Rum [30]: 38) (hlm.
33).
Salah satu hal
yang diajarkan oleh agama kita, agama Islam
kepada umatnya adalah mendirikan masjid. Tempat
yang paling dicintai oleh Allah ialah
negeri yang ada masjidnya dan yang paling Allah
benci tempat-tempat yang sering kita tempati,
yaitu pasar. Rasulullah bersabda, “Tempat yang
paling dicintai oleh Allah dalam suatu
negeri adalah masjid-masjidnya dan tempat yang paling Allah benci adalah pasar-pasarnya.” (HR. Muslim) (hlm.
35).
Membangun masjid, memakmurkan
dan menyediakan tempat bagi orang-orang untuk melaksanakan ibadah shalat
termasuk amalan utama dalam agama Islam. Allah
akan memberikan pahala yang agung bagi seseorang yang mengamalkannya. Pahala
tersebut akan berlanjut hingga ia meninggal dunia.
Masjid merupakan
sebaik-baiknya tempat untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa,
karena itulah kita
disunnahkan untuk membuat ruang khusus
di dalam rumah untuk dijadikan tempat beribadah. Masjid
merupakan sebaik-baik tempat untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Sebab, di sanalah hamba Allah
yang mendapatkan petunjuk, menangis
khusuk, mendirikan shalat, berdzikir, serta
bertafakur. Masjid akan menjadi transaksi seseorang
hamba-hamba Allah SWT. Allah
telah menyediakan surga dan berbagai kenikmatan di dalamnya. Hal ini sebagaimana firman-Nya
yang berbunyi, “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka
merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah [9]: 18) (hlm.
43). Sebab itulah,
mari kita semua memakmurkan masjid-masjid Allah dengan shalat, menunaikan
zakat, dan tidak takut kepada siapapun
selain atau kecuali kepada Yang Maha Kuasa dan kepada kedua orang tua, kita harus takut atau jangan melawan
orang tua agar kita tidak menjadi maling kundang (anak durhaka).
Demikian gambaran isi buku ini guna menuntun pembamaca menjadi orang
beruntung di alam kubur kelak. Keunggulan buku ini di antaranya, menerangkan
tentang pentingnya amal perbuatan kita di dunia, bahwa
amal itulah yang akan berguna di alam kubu. Selain
itu, buku yang ditulis oleh Al-Hafizh Taqiyuddin Al-Durdani ini juga mengambil rujukan dalam
Al-Qur’an dan hadits. Di samping keunggulan tersebut, terdapat
sedikit kekurangan, yakni ada kesalahan kata
di sana ditulis “zhair” yang benar “lahir” (halaman 38), ada
kesalahan ketik, ditulis “keruan” yang
benar “karuan” (halaman 152).
***
Tentang Penulis
AL-HAFIZH
TAQIYUDDIN AL-JURJANI, lahir di Sumenep Madura, 15 Juli 1987. Pendidikan dasarnya
di SD dan MI Bilapora Rebba Sumenep. Kemudian, ia melanjutkan
pendidikan S1 dan S2 di salah satu
perguruan tinggi negeri di Yokyakarta. Saat ini ia mengajar sekaligus menjadi konsultan pembelajaran di Rumah
Kreasi dan Inovasi di Magelang. Beberapa karyanya
telah diseminarkan di beberapa kampus, misalnya Pengembangan Pendidikan
Pesantren: Telaah Filosofis terhadap Kurikulum dan Metodologi (2012), Peran Pesantren dalam Pemberdayaan
Umat (2013), Pesantren sebagai Pusat
Pembangunan Karakter (2014).
***
Catatan: Resensi ini merupakan tugas wajib bagi siswa kelas akhir MTs Al-Wathan tahun pelajaran 2017/2018. (MQ).
© 2018
No comments:
Post a Comment