|
Pasukan paskibraka |
Pagi yang cerah, Jumat, 17 Agustus 2018 para anak
bangsa begitu sumbringah menyambut Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik
Indonesia ke-73. Jarum jam beringsut pada titik 06.30 WIB. Para siswa dan guru
mulai bergerumun memadati halaman MTs Al-Wathan Larangan Perreng Pragaan
Sumenep untuk mengikuti upacara bendera yang dijadwalkan pada pukul 07.00 WIB
dimulai.
|
MC oleh Karimah, siswi kelas XI |
Upacara ini merupakan agenda tahunan Yayasan
Rabithatul Amin Tambak Batu Larangan Perreng Pragaan Sumenep Jawa Timur yang menaungi unit lembaga-lembaga
di bawahnya. Tempat pelaksanaannya bergantian setiap tahunnya. 2017 lalu
dilaksanakan di halaman MA Al-Wathan, sedangkan 2018 ini digelar di halaman MTs
Al-Wathan.
Peserta upacara terdiri dari elemen majelis kiai dan
pengurus yayasan juga para siswa, tenaga pendidik (guru) dan tenaga
kependidikan (karyawan) meliputi lembaga pendidikan MI Miftahul Huda, MI
Al-Ihsan II/A, MTs Al-Wathan dan MA Al-Wathan.
Acara berjalan lancar penuh hikmat. Pada acara ini
yang bertindak sebagai Pembina Upacara adalah Kepala MTs Al-Wathan, Bapak M.
Khaliq, M.Pd.I atas pakon (perintah) dari Ketua Umum Yayasan Rabithatul
Amin, KH. Mohammad Aminullah Shaleh.
|
Paduan suara |
Dalam amanatnya, Pembina Upacara mengangkat tema, “Mengokohkan
Semangat Kebangsaan dan Keislaman Demi Keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia,” sebagai sebuah perenungan, konsep dan pijakan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara dengan kebhinikaan untuk membangun peradaban bersama
demi meraih baldatun thayyibatun wa
rambun ghafur (negeri yang sejahtera dan diridai Allah).
|
Pembacaan Pembukaan UUD 1945 oleh Kamilatun Jazila, siswi kelas IX |
Pembina Upacara memaparkan bahwa sebagai
agama mayoritas, Islam Nusantara memberi warna teduh dalam berbangsa dan
bernegara. Islam
Nusantara adalah gerbang Indonesia menuju masyarakat toleran. Sebagai sebuah payung di atas kebhinikaan. Ada empat unsur pokoh Islam
Nusantara yang perlu menjadi acuan. Pertama, semangat keagamaan (ar-ruh
al-diniyyah). Semangat keagamaan yang dimaksudkan bukan untuk mengedepankan
formalisasi agama, melainkan mengutamakan akhlakul karimah.
|
Pembacaan Teks Proklamasi oleh M. Riziq, siswa kelas IX |
Kedua, semangat
kebangsaan (ar-ruh
al-wathaniyyah). Setiap umat Islam di negeri ini hendaknya mempunyai
nasionalisme, cinta Tanah Air. Hal tersebut sudah terbukti dalam sejarah
pra-kemerdekaan, para ulama bersama para pendiri bangsa yang lain saling bahu
membahu untuk mewujudkan kemerdekaan, dan bersama-sama untuk melahirkan
Pancasila sebagai falsafah bernegara. Bahkan, para ulama menegaskan Pancasila
sebagai dasar negara sudah bersifat final.
Ulama kita punya aset langsung dalam
mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bukan hanya menjadi penonton
dari luar. KH. Wahid Hasyim (orang pesantren, putra KH. Hasyim Asy'ari) merupakan
Anggota Panitia Sembilan dalam merusmuskan Dasar Negara.
Ketiga, semangat
kebhinnekaan (ar-ruh
at-ta’addudiyyah). Setiap
umat Islam harus mengenali dan menerima keragaman suku,
budaya, agama, dan bahasa. Allah pasti bisa jika hendak menjadikan makhluk-Nya seragam,
tetapi Allah sudah memilih untuk menciptakan makhluk-Nya beragam agar di
antara mereka saling mengenali, menghormati, serta merayakan kebhinnekaan.
Keragaman adalah sebuah anugerah dan sunnatullah.
Dalam pendidikan
kebhinikaan, anak didik kita semenjak RA diajari menyanyi "Pelangi",
"Balonku". Nyanyian itu mengandung makna filosifis yang sangat tinggi
tentang arti keragaman. Pelangi itu indah karena terdiri dari banyak warna di
langit yang biru. Balon-balon kelihatannya menarik karena rupa-rupa warna.
Balon itu harus dipegang erat-erat agar tidak bercerai-berai dan meletus.
Karena balon saja ketika meletus, hati kita menjadi kacau, apalagi meletusnya
konflik di tengah-tengah kita karena suatu perbedaan dalam berbangsa dan
bernegara.
Keempat, semangat
kemanusiaan (ar-ruh
al-insaniyyah). Setiap umat Islam hendaknya mampu menjadi prinsip kemanusiaan
sebagai pijakan utamanya. Persaudaraan kemanusiaan harus diutamakan dalam
rangka menjaga tatanan sosial yang damai dan harmonis. Islam pada hakikatnya
adalah agama yang menjunjung tinggi kemanusiaan. Karena kita manusia, sayangi manusia. Begitulah pidato kebangsaan
yang disampaikan oleh Pembina Upacara.
|
Pembina Upacara, Bapak M. Khaliq, M.Pd.I |
Acara ditutup dengan doa yang dipimpin
oleh Pembina upacara. Pukul 08.10 WIB acara selesai. Lalu dilanjutkan acara
ramah tamah antar siswa dan antar guru. (MQ)
***
Dirgahayu Republik Indonesia ke-73
Sumenep, 17 Agustus 2018