Kamulatun Jazilah |
Tentang
Peresensi
KAMILATUN
JAZILAH, lahir di Dusun
Tenggina, Larangan Perreng, Pragaan, Sumenep, tanggal 9 Januari 2004. Riwayat
pendidikannya dimulai dari RA Al-Habsyi, Tenggina, Larangan Perreng (lulus 2009),
MI Al-Ihsan II/A, Tenggina, Larangan Perreng (lulus 2013), sekarang duduk di
bangku kelas IX (sembilan) MTs Al-Wathan, Larangan Perreng, Pragaan, Sumenep.
Pengalaman
keorganisasian yang diikutinya antara lain Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS)
MTs Al-Wathan, Jabatan Koordinator Bidang Pendidikan (2017), pernah mengikuti perkemahan
Tingkat Penggalang di beberapa tempat, dan menjuarai beberapa lomba puisi tingkat
kecamatan.
***
Buku Dahsyatnya Energi Saling Memaafkan |
Judul
Buku : Dahsyatnya Energi Saling
Memaafkan
Penulis : Nurul Latifah, S.PSI.
Penerbit : Sabil
Kota
Terbit : Yogyakarta
Tebal
Buku : 192 halaman
Presensi : Kamilatun Jazilah
Memaafkan
kesalahan merupakan suatu sikap jiwa yang menghasilkan energi positif. Terlebih
dalam rumah tangga, sikap saling memaafkan akan merekatkan ikatan kasih sayang,
empati, dan cinta. Dengan sikap saling memaafkan, keluarga yang bahagia dapat
digapai dengan lebih mudah.
Buku
berjudul Dahsyatnya Energi Saling Memaafkan ini merupakan buku yang
isinya mengingatkan kepada kita bahwa saling memaafkan akan mampu memberikan
energi kesuksesan bagi karier dan ekonomi. Dengan saling memaafkan, aneka
konflik dalam rumah tangga dapat dengan mudah di atasi.
Dalam
upaya menggapai rumah tangga yang bahagia, suami dan istri seharusnya memiliki
bekal pengetahuan. Beberapa bekal pengetahuan yang dibutuhkan untuk mencapai
rumah tangga bahagia, di antaranya adalah mengenal potensi konflik dalam rumah
tangga, cara melewati masa penyesuaian pernikahan, psikologi suami istri,
menghapus kebiasaan marah, dan mendidik anak agar menjadi pemaaf. Dengan bekal
itulah, suami istri dapat menjadi sepasang nahkoda yang siap mengarungi bahtera
rumah tangga dan menggapai pernikahan bahagia (hlm. 14-15).
Keluarga
bahagia adalah keluarga yang memiliki ketajaman untuk mengantisipai, mengenali,
dan mengatasi berbagai masalah yang timbul dalam rumah tangga. Faktor penyebab
paling umum yang menimbulkan pertengkaran di dalam keluarga adalah kesulitan
beradaptasi dengan perbedaan. Adaptasi dimaknai sebagai berani memeriksa diri,
mengintrospeksi diri dari kelemahan masing-masing, dan akhirnya berani untuk
mengubah diri (hlm. 15).
Ketika
terjadi konflik, perbedaan, dan pertengkaran, masing-masing suami atau istri harus
mengakui bahwa sejatinya mereka memilki konflik. Selanjutnya, keduanya harus
mampu mengkomunikasikan kebutuhan, harapan, dan secara bersama-sama memikirkan
alternatif penyelesaian masalah, perlu disadari bersama bahwa konflik bukanlah
sebuah ancaman, melainkan peluang untuk semakin menjiwai karakter pasangan.
Salah satu kunci keberhasilan dalam keluarga ialah kemampuan mengatasi setiap
permasalahan. Dalam hal ini, setiap anggota keluarga diharapakan untuk mampu
menjalankan peran dan tanggung jawabnya secara optimal. Permasalahan dalam
keluarga jangan sampai menjadi awal dari perceraian. Sebaliknya, permasalahan
tersebut diposisikan sebagai fase bagi keluarga untuk semakin tumbuh menjadi
keluarga yang kokoh, kuat dan penuh cinta (hlm. 16-17).
Dalam
bahtera rumah tangga, pasti akan ada yang namanya konflik, baik ketika itu berupa
perekonomian, perselisihan dan lainnya. Maka dari itu, jika kita berkeinginan
membangun rumah tangga yang bahagia, kita harus bisa saling memaafkan antara
yang satu dengan yang lainnya, baik itu suami ataupun istri.
Seorang
konselor keluarga dan pernikahan menyatakan bahwa ada tiga faktor yang dapat
menimbulkan masalah dalam rumah tangga. Di antara ketiganya adalah berkurangnya
sikap saling pengertian, hilangnya keinginan untuk mempertahankan pernikahan,
dan harapan yang tidak realistis dalam pernikahan. Berikut keterangan lebih
lanjut tentang tiga faktor yang dapat menimbulkan masalah rumah tangga
tersebut. Pertama, berkurangnya
saling pengertian. Ketika rasa saling pengertian berkurang, pasangan suami
istri harus mengevaluasi perjalanan pernikahan. Apabila suami istri saling
menonjolkan ego pribadi dan tidak mau memahami kondisi pasangannya, maka
pertengkaran demi pertengkaran pun akan mudah terjadi. Hal-hal sederhana pun
dapat berkembang menjadi lapisan konflik yang semakin rumit.
Kedua, hilangnya keinginan untuk mempertahankan
pernikahan. Jika masing-masing pasangan sudah kehilangan motivasi untuk
mempertahankan pernikahan, maka pernikahan pun akan rentan berakhir dengan
perceraian.
Ketiga, harapan yang tidak realistis pada
pasangan. Mengharapkan suami istri menjadi sosok yang sempurna merupakan gejala
awal dari konflik rumah tangga, pada dasarnya, sejak sebelum menikah, seseorang
harus membangun harapan yang realistis pada pasangan. Harapan yang tidak
realilstis hanya akan menghadirkan perasaan kecewa, marah dan tidak puas.
Selanjutnya, hal itu dapat menumbuhkan benih kebencian pada pasangan (hlm. 17-20).
Pemicu
konflik lainnya yang dapat menghancurkan kebahagiaan di dalam rumah tangga
adalah perselingkuhan. Perselingkuhan merupakan permasalahan yang sangat besar
karena meninggalkan luka psikologis yang sangat mendalam jika salah satu
pasangan mengetahui bahwa suami atau istrinya selingkuh, maka akan timbul
kecurigaan secara terus menerus, hilangnya kepercayaan, dan menimbulkan
perasaan tidak dicintai, selain perselingkuhan, permasalahan ekonomi juga dapat
menimbulkan keretakan rumah tangga. Penghasilan ekonomi suami yang tidak sesuai
dengan jumlah kebutuhan menyebabkan ketidakpuasan pada diri istri. Jika kesulitan
ekonomi ini tidak dapat diatasi, maka akan terjadi ketagangan dalam keluarga
(hlm. 21).
Di dalam
perjalanan rumah tangga, akan ada banyak konflik yang menjadi ujian cinta. Jika
di kelola dengan baik, konflilk itu mampu menjadi perekat cinta. Suami istri
dapat mengelola konflik dengan menerapkan manajemen konflilk suami istri, di
antanya: (1) Menyadari hadirnya konflik dan menerima dengan lapang dada. (2) Berdialog
dengan pasangan dalam keadaan stabil. (3) Menghormati pasangan dan tidak
serta merta memvonisnya bersalah. (4) Menjaga etika berbicara, mengingat
kebaikan pasangan dan memaafkan kesalahan pasangan. (5) Berusaha
menerima pasangan secara positif tanpa syarat dan berusaha memetik hikmah dari
peristiswa yang mengecewakan, menyakitkan, dan menimbulkan konflik rumah tangga
(hlm. 22-23).
Kehidupan
rumah tangga akan diliputi dengan kebahagiaan jika pasangan suami istri mampu
mewujudkan keharmonisan dalam rumah tangga. Keharmonisan ialah kehidupan yang
penuh dengan keselarasan, sehingga mampu mewujudkan ketenteraman. Keluarga yang
harmonis dan berkualitas adalah keluarga yang rukun, bahagia, tertib, disiplin,
saling menghargai, penuh maaf, tolong menolong dalam kebajikan, memiliki etos
kerja yang baik, bertetangga dengan saling menghormati, taat mengerjakan
ibadah, berbakti kepada yang lebih tua, mencintai ilmu pengetahuan, dan
memanfaatkan waktu luang dengan hal positif sehingga kebutuhan dasar terpenuhi
(hlm. 49).
Di dalam
keluarga yang harmonis, kebiasaan marah telah dihapus menjadi ramah tamah.
Sehingga, bibit-bibit kebencian tidak akan tumbuh. Rumah tangga pun dipenuhi
dengan kelembutan tutur kata, canda yang riang penuh kebahagiaan, serta saling
mengasihi antar anggota keluarga. Suami istri yang mampu mewujudkan keramahan
dalam keluarga, secara tidak langsung telah melakukan pengasuhan ramah pada
anak. Di dalam kebiasaan pola komunikasi yang ramah, suami istri akan lebih
bahagia dan dicintai, sehingga memiliki energi positif untuk menjalankan peran
dan tugasnya sehari-hari (hlm .51-52).
Anak-anak
yang memiliki perilaku positif cenderung mampu menjadi penyejuk hati bagi kedua
orang tuanya. Anak merupakan buah hati dari orang tua yang menjadi sumber
ketenteraman. Namun demikian, tidak semua anak mampu menjadi penyejuk dalam
keluarga, hanya anak yang memilki karakter baik yang mampu memberi ketenteraman
(hlm. 62).
Salah
satu pilar utama dalam menanamkan sikap positif pada anak ialah dengan mendidik
anak agar mudah memaafkan. Dengan demikian, sikap pemaaf seorang anak akan
memilki mental tangguh, dan kemampuan memaafkan yang baik, anak akan tumbuh
menjadi sosok yang bijaksana dan penuh toleransi (hlm. 64-65).
Orang
yang gemar memaafkan kesalahan dan mampu menahan amarah memilki derajat
kemuliaan, selain dari itu, orang yang pemaaf juga akan mendapatkan kasih
sayang dari Allah SWT. Amarah harus dikelola sehingga dapat menjadi energi yang
memperdayakan, bukan membinasakan (hlm. 73).
Rumah
tangga yang bahagia akan berdampak positif pada segala aspek kehidupan. Pada
umumnya, setiap rumah tangga menginginkan kesuksesan dalam hal karier, ekonomi,
dan kebahagiaan. Karier sukses, harta yang berlimpah, dan rumah tangga yang
harmonis merupakan idaman setiap individu. Dengan memilki tiga hal tersebut,
seolah-olah seluruh kebahagiaan berkumpul menjadi satu. Jika ditelisik lebih
mendalam, ternyata ketiga kesuksesan yang diidamkan oleh keluarga tersebut
dapat dicapai melalui sikap saling memaafkan. Sikap saling memaafkan dalam
rumah tangga mencerminkan kemurahan hati seluruh anggota keluarga. Tidak hanya
kemurahan hati, sikap saling memaafkan juga merupakan tanda kelakuan jiwa dari
seluruh anggota keluarga. Di dalam keluarga, sikap saling memaafkan ditunjukkan
dengan kemampuan memberikan maaf dan menahan amarah. Dua sikap ini merupakan
simbol kekuatan yang dapat mengantarkan seseorang menuju kesuksesan. Memaafkan
merupakan keterampilan hati yang bisa dilatih, diasah dan dibiasakan. Semakin
terampil seseorang dalam memberi maaf, maka akan semakin sejahtera pula
hidupnya, baik secara lahir maupun batin (hlm. 112-116).
Di dalam
rumah tangga, kemampuan saling memaafkan merupakan suatu prestasi yang luar
biasa. Kemampuan memaafkan secara tulus dan total dapat mengantarkan pada
kesuksesan dalam bidang ekonomi, karier, kebahagiaan dan kesuksesan anak.
Energi saling memaafkan dapat memberikan dampak positif yang akan membawa rumah
tangga pada kebahagiaan (hlm. 130).
Kebiasaan
saling memaafkan dalam rumah tangga merupakan sumber kasih sayang yang tidak
akan pernah habis. Jika suami istri mau memahami dan menerima kondisi
pasangannya, tentu tidak akan ada rasa marah di antara keduanya. Selain rumah
tangga akan diliputi kasih sayang (hlm. 156).
Setiap
orang pasti ingin mempunyai rumah tangga yang bahagia, maka dari itu marilah
kita menerapkan sikap saling memaafkan, dengan sikap saling memaafkan kita
dapat menggapai rumah tangga yang bahagia. Bukan hanya sikap memaafkan, tetapi
juga sikap ramah tamah, harmonis, dan sabar juga mengantarkan pada keluarga
yang bahagia dan sejahtera.
Akan
tetapi, bahtera rumah tangga tak akan selamanya berjalan mulus, ada kalanya
terjadi suatu masalah yang disebabkan oleh suami istri. Maka dari itu, dibutuhkan
kerelaan suami atau istri untuk memahami dan memaafkan kesalahan pasangannya
agar keluarga yang bahagia dapat tercapai.
Hidup
berumah tangga merupakan proyek membangun komunikasi dengan pasangan secara berkeseimbangan
dan terus menerus. Berbagai persoalan dan perbedaan pendapat antara suami dan
istri sering kali menguatkan berbagai masalah. Sehingga kelihaian dalam
berkomunikasi merupakan keterampilan yang sangat diperlukan dalam membina
kehidupan rumah tangga. Membina hubungan suami istri yang akrab dan mesra
memerlukan tekat yang baik dan tingkat toleransi yang tinggi, sehingga berbagai
masalah yang timbul dapat diatasi bersama (hlm. 169).
Perilaku
saling memaafkan di dalam rumah tangga juga dapat dibina dengan membiasakan
diri untuk berfokus pada masa depan. Dengan berfokus pada masa depan, seseorang
akan lebih mudah memaafkan kesalahan, melupakan masa lalu, dan membuka lembaran
baru. Sikap ini sekaligus mampu memberikan daya konsentrasi menyelesaikan tugas
dengan baik.
Demikian
pemaparan tentang bagaimana menerapkan saling memaafkan dalam rumah tangga.
Penjelasan di atas sudah cukup jelas untuk menggambarkan isi buku yang berjudul
Dahsyatnya Energi Saling Memaafkan. Di dalamnya berisi pelajaran-pelajaran
kepada kita untuk menerapkan sikap memaafkan dalam rumah tangga. Buku ini
memiliki kelebihan tersendiri. Di antaranya memberikan gambaran begitu jelas
kepada pembaca untuk menerapkan sikap saling memaafkan. Bahasa yang digunakan
sangat efektif dan komunikatif.
***
Tentang
Penulis
NURUL
LATHIFAH, S.PSI, lahir di Kulonprogo,
21 September 1989. Ia merupakan alumnus Psikologi UIN Sunan Kalijaga,
Yogyakarta dan Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak. Selama kuliah, ia aktif
di Laboratorium Psikologi Perkembangan, menjadi asisten Praktikum Psikologi dan
beberapa mata kuliah seperti Psikologi Konseling dan Psikologi Eksprimen.
Setelah lulus, sempat mengabdi di Pusat Psikologi Terapan Metamurfosa sebagai Asisten
Psikolog.
Sejak
kecil, ia sangat gemar membaca dan menulis. Hingga kini, tulisan-tulisannya
berupa puisi, cerpen, opini, cernak dan resensi tersebar di media massa lokal
dan nasional, seperti Republika, Kedaulatan Rakyat, Suara Merdeka, Lampung
Post, Koran Yogyakarta, Malang Post, Majalah Sastra Horison, Majalah Sabili,
dan lain sebagainya. Beberapa karya sastranya termaktub di dalam antologi puisi
bersama Menolak Lupa (2009), Pawestren (2013), Lintang Panyer
Wengi: Kumpulan Puisi Go Penyair Yogyakarta (2014), dan Pisau, Antologi
21 Cerpen Perempuan Cerpenis Angkatan 2000 Dalam Sastra Indonesia (2013).
Saat ini, penulis bersama anak dan
suaminya tercinta, Anton Prasetyo, tinggal di Yogyakarta, penulis dapat di
hubungi di El-Thiffa@yshoo.co.id.
***
Sumenep, 9 Maret 2019Catatan: Resensi ini merupakan tugas wajib bagi siswa kelas akhir MTs Al-Wathan tahun pelajaran 2018/2019. (MQ).
© 2019
No comments:
Post a Comment