Irma Amilia Rahman |
Tentang Peresensi
IRMA
AMILIA RAHMAN, lahir di
Probolinggo, 24 September 2004. Riwayat pendidikan dimulai dari TK Manarul Huda
Pakamban Daya, Pragaan, Sumenep (lulus 2008), SDN Sentol Laok, Pragaan, Sumenep
(lulus 2016), dan sekarang duduk di bangku kelas IX (sembilan) MTs Al-Wathan,
Larangan Perreng, Pragaan, Sumenep.
Dia
pernah mengikuti perkemahan Tingkat Penggalang di MI Miftahul Huda tahun 2018, dan
pernah mengikuti cerdas cermat di MWC NU Pragaan bersana dua temannya meraih
juara satu. Pengalaman
keorganisasian, Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) MTs Al-Wathan, Jabatan Anggota
Bidang Keagamaan (2016) dan pernah menjadi Ketua OSIS MTs Al-Wathan masa bakti
2017-2018.
Saat ini
dia tinggal di Dusun Tengginah, Desa Sentol Laok, Pragaan Sumenep. Dia bisa
dihubungi lewat nomor HP. 081330497328 / 081931520308.
***
Judul
buku : Biarkan Hatimu Bicara
Penulis : Abi Aunillah Al-Kuwarasani
Penerbit : Saufa
Cetakan : Pertama,2015
Kota
terbit : Yogyakarta
Tebal
buku : 176 halaman
Peresensi : Irma Amilia Rahman
Hati
adalah peranti ruhani yang dengannya manusia dapat menyatakan keimanan kepada
Allah SWT. Dia menganugerahi sebongkah hati kepada manusia, salah satunya sebagai
decision maker (pembuat keputusan) karena hati tak pernah bohong.
Buku yang
berjudul Biarkan Hatimu Bicara ini merupakan buku yang ditulis oleh Abi
Aunillah al-Kuwarasani yang isinya mengungkapkan tentang rahasia hati dan
segala hal yang berhubungan dengannya, mulai dari gambaran tentang hati, cara
menjaga hati, menentu kesucian hati yang dilengkapi dengan kisah-kisah
penggedor hati.
Hati
termasuk salah satu ciptaan Allah yang begitu luar biasa. Di dalam hati
tersimpan berjuta-juta rahasia yang hanya segelintir orang yang mampu memahami
makna rahasia-rahasia itu. Bagi manusia, hati merupakan sesuatu yang sangat
urgen.
Oleh
karena itu, pembahasan seputar tentang hati ini merupakan pembahasan yang
sangat penting sekali, dan dibutuhkan oleh kaum muslimin untuk meningkatkan
kualitas pengetahuannya secara lebih mendalam tentang hati.
Banyak
orang berbeda pendapat tentang penggambaran hati, tapi menurut Ibnu Arabi hati
digambarkan sebagai sang khalifah, pemimpin, dan pengambil kebijakan itu
bukanlah hati yang bersifat biologis, melainkan hati yang bersifat ruhani. Melalui
hati inilah, sebenarnya manusia mampu memahami jalan mana yang akan
mengantarkannya pada keselamatan serta jalan mana yang dapat membawanya pada
kesesatan (hlm. 18).
Tetapi
menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, hati adalah tempat yang harus dijadikan sumber
kekuatan dalam menapaki tahapan-tahapan perjalanan menuju ridha Allah SWT. Allah SWT Maha Tahu siapa di antara
hamba-hamba-Nya yang benar-benar dekat dengan-Nya. Dan pengetahuan Allah SWT tidak
didasarkan pada penampilan fisik atau pencitraan diri, melainkan pada bagaimana
kondisi hati yang bersangkutan.
Sepandai
apapun kita membuat pencitraan diri di hadapan Allah SWT namun Dia sama sekali tidak akan terkecoh dan
sepenuhnya dapat memahami siapa kita melalui hati kita sendiri (hlm 19),
sebagaimana yang telah disebutkan Alah SWT di dalam Al-Qur'an, “Demikianlah (perintah
Allah). Dan barang siapa mengangungkan syiar-syiar Allah, maka
sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati." (QS. Al-Hajj [22]: 32).
Secara
umum ada beberapa kata berbeda yang digunakan oleh Allah SWT yang semua istilah
itu lazimnya diterjemahkan dengan arti yang sama, yaitu hati. Berikut beberapa
kata yang sama-sama bermakna hati (hlm 23): Pertama, al-qalb,
tidak sedikit firman Allah SWT yang menggunakan kata qalb yang bermakna
hati. Makna umum dari kata qalb adalah sesuatu yang (suka) berbolak-balik.
Bila dihubungkan dengan manusia, maka dapat dimengerti betapa hati manusia
sesungguhnya sering mengalami keterbolak-balikan dalam setiap hal. Tetapi dalam
Al-Qur'an kata qalb sendiri menunjuk pada hati yang sangat rentan dan
mudah untuk diwarnai.
Hati
disebut al-qalb karena beberapa hal: yaitu karena hati menunjukkan pusat
penentu. Sebagaimana kota Mekah yang
disebut dengan istilah qalbu al-radh (pusat bumi). Demikian pula halnya
dengan hati yang menjadi pusat kembali segala aktivitas tubuh. Dan hati disebut
qalb karena sifatnya bolak-balik.
Kedua, fuad. Hati juga disebut dengan fuad.
Kata fuad berasal dari kata fa’ada yang berarti terbakar, membakar
dan berkobar. Secara singular, kata fuad disebut sebanyak lima kali
dalam Al-Qur'an, di antaranya dalam surat Al-Qashash ayat 10 dan dalam surat
Huud ayat 120 dan lainnya.
Ketiga, shadr, bermakna dada. Ketika
Al-Qur'an menyebut hati manusia sebagai shadr, maka ia menggambarkan
sesuatu yang tersembunyi, yang bisa juga dipahami sebagai niatan yang
tersembunyi. Allah SWT menggunakan kata shadr untuk menggambarkan
sifatnya yang tersembunyi dan tertutup. Kata shadr (hati) memiliki
beberapa peran, yaitu sebagai berikut: (1) Gudang memori yang tak terhingga. (2)
Tempat bersemayamnya keimanan dan kekufuran atau disebut juga sebagai pusat
keyakinan yang mendasar. (3) Tempat bersemayamnya penyakit kejiwaan. (4) Tempat
bersemayamnya kebaikan.
Berpaling
dari nama-nama hati, kita teralih pada sifat- sifat hati manusia yang terbagi
dalam empat golongan (hlm. 39), yakni sebagai berikut: Pertama, qalbun
salim. Istilah qalbun salim oleh Al-Ghazali dipahami sebagai hati
yang sehat. Sebagaimana yang telah disebutkan di dalam Al-Quran, “Kecuali
orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. As-Syu’ara’
[26]: 89).
Kedua, qalbun maridh. qalbun maridh
dapat diartikan sebagai hati yang sakit. Dalam Al-Qur'an, setidaknya ada empat
ayat yang menyebut tentang manusia yang memiliki hati yang sakit, salah satunya
dalam QS. At-Taubah [9]: 125.
Ketiga, qalbun mayyit. Secara etimologis qalbun
mayyit bermakna hati yang mati. Namun, pengertian dari hati yang mati ini
sebenarnya adalah penggambaran mengenai hati manusia yang sepenuhnya sudah
dikuasai oleh hawa nafsu.
Keempat, hati yang terkunci mati. Ada berbagai
pendapat dikalangan ulama tafsir mengenai
pengertian hati yang terkunci. Sebagian mengatakan bahwa hati yang
terkunci mati adalah hati orang kafir yang sama sekali tidak mau mempelajari
dan mengambil pemahaman dari peringatan-peringatan Allah SWT dalam Al-Qur'an.
Bicara
tentang hati, seperti yang telah dijelaskan dalam qalbun mayyit bahwa
hati adalah “penggambaran mengenai hati manusia yang sepenuhnya sudah dikuasai
oleh hawa nafsu", dan sering kali orang mengaitkan hawa nafsu dengan cinta,
karena cinta adalah “pembicaran yang tak akan pernah menemukan akhir pungkasannya.
Semakin ia dibahas, bukannya semakin berkurang, malah yang terjadi adalah hal
sebaliknya, ia bertambah dan terus bertambah” (hlm. 63).
Seperti
yang ditulis oleh Junaid Al-Baghdadi, ”Cinta mengguncangkan
kesenangan-kesenangan. Ketika hati seseorang sedang diliputi oleh cinta, maka
ia akan merasakan seluruh hidupnya hanya berisi sesuatu yang menyenangkan dan
membahagiakan.”
Nabi
Muhammad SAW pernah mengingatkan bahwa seseorang yang mencintai sesuatu, maka
ia akan menjadi budaknya. Pernyataan beliau sangat benar, sebab, ketika
seseorang sudah jatuh cinta kepada orang lain, maka ia sanggup melakukan apa
saja dan siap berkorban demi orang yang dicintainya. Ia akan pasrah terhadap
sesuatu yang dicintainya sebagaimana pasrahnya seorang budak kepada tuannya.
Namun
perlu juga dipahami mengenai tingkatan-tingkatan cinta, dan bagaimana mengelola
serta merawatnya. Sebab, ada jenis cinta yang menyelamatkan, namun tidak
sedikit jenis cinta yang melalaikan dan mencelakakan (hlm. 64).
Dalam
diskursus tasawuf, cinta dikenal memiliki beberapa tingkatan atau maqam. Namun
dalam hal ini, akan dibahas tentang dua maqam saja, yakni cinta manusia kepada
Allah dan cinta manusia kepada manusia (hlm. 66).
Pertama, cinta manusia kepada Allah. Orang-orang
yang hatinya benar-benar mabuk oleh kepada Allah, maka ia akan berusaha meniru
serta menerjemahkan sifat-sifat Tuhan itu sendiri dalam kehidupan nyata.
Kedua, cinta manusia kepada sesama manusia. Orang
yang dengan cintanya masih berkecenderungan pada hal-hal dunia, kenikmatan
nafsu, dan sebagainya maka hatinya hanya memberikan perlakuan istimewa kepada
orang yang ia cinta, sementara tidak demikian pada yang lain. Dan hati banyak
memiliki virus-virus yang harus selalu kita waspadai karena tanpa kita sadari
virus-virus tersebut dapat menjangkiti kita kapan saja, dan di antara
virus-virus hati tersebut adalah tidak berdzikir kepada Allah, dengki, marah
dan syirik (hlm. 54).
Oleh karena
itu, kita harus senantiasa merawat hati agar selalu cinta kepada Allah. Dan
berikut cara menghalau virus-virus hati dan beberapa cara merawat hati kita agar selalu merasa cinta cinta kepada
Allah (hlm. 70).
Pertama, memperbanyak dzikr atau menyebut nama
Allah SWT demi mengingat-Nya dalam hati.
Kedua, memenuhi permintaan (perintah) Allah SWT
kepada kita, sebagai bukti bahwa kita cinta kepada Allah SWT.
Ketiga, bertaubat. Dengan memperbanyak memohon
ampun kepada Allah SWT juga dapat menjadi cara merawat hati agar selalu cinta
kepada Allah SWT.
Cinta
juga dapat membuat hati seseorang tertutup, dan oleh karena itu, kita sering
mendengar orang-orang menyebut sebuah kalimat seperti, bukalah pintu hatimu dan
sebagainya. Bila direnungkan, pernyataan ini tidak sepenuhnya keliru, mengingat
hati manusia bisa tertutupi, terutama oleh banyaknya dosa yang telah dilakukan
(hlm. 81).
Sedikitnya
ada dua cara yang bisa kita lakukan untuk menjadikan hati kita selalu terbuka. Pertama, jangan sombong. Kebenaran
bisa datang dari mana saja dan dari siapa saja. Jangan merasa karena kita
berpendidikan tinggi, lebih pandai daripada orang lain, lalu kita meremehkan
pendapat mereka yang sudah nyata menyerukan perihal kebenaran.
Kedua, memperkuat keimanan kita dengan setia mengerjakan
apa yang diperintahkan oleh Allah SWT serta menjauhi larangan-Nya. Allah SWT akan
senantiasa membuka hati hamba-hamba-Nya serta menyinarinya dengan hidayah
selama sang hamba benar-benar menginginkannya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk
selalu membangun dialog yang intensif dengan hati kita, terutama berkaitan
dengan apa yang sudah kita lakukan selama ini terkait pengabdian kita kepada
Allah, menilai keburukan diri sendiri, sibuk menghitung kebaikan dan keburukan
kita selama ini. Nabi SAW bersabda, “Berbahagialah
orang yang sibuk memperhatikan aib dirinya sendiri ketimbang memperhatikan aib
orang lain.” (HR. Tirmidzi)(hlm. 89).
Penting
kita ketahui bersama bahwa ada lima hal yang dapat membuat hati kita tidak bisa
mendengarkan kata hati kita sendiri, yaitu menyepelekan dosa kecil, meremehkan
dosa, bergembira melakukan dosa, menyepelekan karunia Allah SWT dan menampakkan
dosa (hlm. 91-95). Oleh karena itu, sebaiknya kita merasa takut kepada Allah SWT
dengan mampu menjaga lidah, menjaga hati, penglihatan, perut, kedua tangan dan
kedua kaki kita (hlm. 112-119).
Demikian
pemaparan tentang menjaga hati dalam kehidupan sehari-hari, sehingga hati kita
dapat terhindar dari bermacam-macam hal yang tercela dan dilarang oleh Allah SWT.
Penjelasan di atas sudah cukup jelas untuk menggambarkan isi buku yang berjudul
Biarkan Hatimu Bicara ini, tentu di dalamnya berisi pelajaran-pelajaran
kepada kita untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Karena hati
merupakan salah satu anggota tubuh yang dapat menuntun kita pada jalan yang
lurus atau sebaliknya. Selain itu, buku ini juga menyingkap berbagai faktor
yang dapat merusak hati, sekaligus memberi tuntunan agar kita mampu menjaga
hati dari hal-hal yang tercela.
Buku ini
memiliki kelebihan tersendiri. Di antaranya memberi gambaran begitu jelas
kepada pembaca untuk merawat hati. Dan bahasa yang digunakan juga komunikatif
dan tidak berbelit-belit. Siapapun yang membacanya akan lebih mudah memahami
isinya. Tidak hanya itu, buku ini juga bersumber dari Al-Qur'an dan hadits, sehingga
kebenarannya tidak diragukan lagi.
Di samping
kelebihan di atas, ada beberapa kekurangan yang juga perlu diketahui oleh
pembaca, di antaranya adalah banyak kata yang salah dan kurang tanda baca pada
halaman 27 dan 46 seharusnya kata tersebut "seperti apa?" dan "kwalitas"
seharusnya "kualitas". Dan masih banyak lagi kekurangan yang perlu
diketahui oleh para pembaca, contohnya dapat dilihat pada halaman 55, 56, 61, 68,
71, 85 dan 120.
Meskipun
kekurangan secara fisik dalam buku ini cukup banyak, akan tetapi isi buku ini
penting untuk diperhatikan dan diterapkan bagi siapa saja, terutama kaum
muslimin yang ingin meningkatkan kualitas pengetahuannya seputar hati. Karena
isinya menuntun para pembaca agar lebih menjaga hatinya dari perkara-perkara
yang dilarang oleh Allah SWT dan berisi cara-cara untuk mendekatakan diri
kepada Allah SWT. Karena hidup di dunia ini tidak luput dari gangguan setan
maupun manusia sendiri, baik melalui bisikan
dan khayalan yang ditaburkan ke hati saat beribadah kepada Allah.[]
***
Tentang Penulis
ABI AUNILLAH AL-KUWARASANI, lahir pada tahun 1981 di Sumenep, Jawa Timur.
Menempuh pendidikan dasar hingga atas di daerah kelahirannya serta melanjutkan
ke UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jurusan Tafsir Hadits. Aktif dalam kegiatan
sosial dan pemberdayaan masyarakat. Tahun 2013, pernah diundang oleh Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia untuk berbicara tentang
masalah sosial dan budaya masyarakat lokal. Pernah juga aktif sebagai relawan Word Food Program sekaligus memberikan
pendampingan dan konseling terhadap masyarakat korban kekerasan Sampit. Di luar
itu, penulis yang akrab disapa Al ini aktif mengorganisir PUSAKA (Pusat Studi
Agama dan Kebudayaan) yang bergerak dalam kegiatan pemberdayaan sosial
masyarakat bawah dan mempublikasikan beberapa hasil kegiatannya dalam bentuk
opini dan essai di media massa lokal maupun nasional. Beberapa di antara
karyanya yang sudah dibukukan seperti, Sembuh
dengan Al-Qur’an (2012), Cerita
Koplak di Negeri koplak (2012) dan lainnya.
***
Sumenep, 9 Maret 2019Catatan: Resensi ini merupakan tugas wajib bagi siswa kelas akhir MTs Al-Wathan tahun pelajaran 2018/2019. (MQ).
© 2019
No comments:
Post a Comment