M. Khaliq Shalha |
Dalam tasawuf dikenal istilah 'uzlah (uzlah) sebagai
salah satu rukun mujahadah. Uzlah oleh sebagian pakar dimaknai sebagai sebuah
sikap mengasingkan diri untuk memusatkan perhatian pada ibadah dengan berzikir dan
bertafakur kepada Allah SWT.
Uzlah dengan tujuan tersebut dapat dibenarkan dan
mulia. Pada saat-saat tertentu memang dianjurkan menyendiri, di antaranya
sewaktu bermunajat atau berzikir melantunkan wirid. Kala itu bagi penempuh
jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah (salik) sangat dianjurkan menjauhkan
diri dari orang banyak dan kebisingan. Hal ini disebut zikir khafi.
Mereka berlandaskan firman Allah sebagai berikut.
وَاذْكُرْ
رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ
بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ .
Dan sebutlah (nama)
Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak
mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk
orang-orang yang lalai. (QS. Al-'Araf [7]: 205).
Sikap mengasingkan diri tersebut pada momen tertentu
dalam agenda kehidupan sehari-hari sebagai perenungan untuk introspeksi diri.
Bukan pengasingan secara permanen dengan motif menghindari hiruk pikuk
kehidupan sosial dan tak mau tahu tentang tanggung jawab urusan sosial
kemasyarakatannya.
Dalam sejarah kehadiran gerakan tasawuf ke dunia ini
bermula sebagai upaya mengatasi krisis akhlak yang menimpa masyarakat Islam di masa
lalu, tepatnya pada rentang 650-1250 M ketika umat Islam bergelimang harta dan
kemewahan sehingga terjerumus pada kehidupan berfoya-foya, berbuat durjana dan
berlumuran dosa. Mereka lupa pada tugasnya sebagai khalifah Allah di muka bumi
ini. Mereka tak sanggup lagi memikul beban tugas untuk membangun masyarakat
seutuhnya. Dalam keadaan sakit mental demikian, datanglah serbuan bangsa Mongol
pada tahun 1258 M dan berhasil mengalahkan umat Islam dengan meluluh lantahkan
kota Bagdad secara menyedihkan, memilukan dan memalukan.
Kondisi bahaya semacam ini memantik umat Islam segera
introspeksi diri dengan membangun etos kerja kembali dengan dipandu oleh akhlak
mulia yang dibangun dari tasawuf. Namun, faktanya terjadi ketidakseimbangan
dalam pengamalannya. Umat Islam cenderung lebih menangkap aspek ritualitas
lahiriah dari tasawuf tersebut. Mereka asyik berzikir dan berwirid tanpa
memberikan pengaruh ke dalam gerakan sosial kemasyarakatan. Mereka malah
semakin jauh dari realitas masyarakat, tidak peduli pada lingkungannya sehingga
akhirnya keadaan umat Islam semakin mundur sekian langkah ke belakang. Dalam
keadaan demikian, wajar apabila muncul tuduhan bahwa tasawuf merupakan biang
keladi keterpurukan umat Islam.
Uzlah dengan motif menghindar dari problematika hiruk
pikuk kehidupan sosial bukanlah alternatif yang baik dan elegan bagi kaum muslimin
pemakmur kehidupan. Dengan demikian, pengertian dan penghayatan uzlah secara
arif dan produktif perlu dirumuskan. Uzlah bukan berarti seseorang harus
bertapa dan meninggalkan hiruk pikuk aktivitas positif dalam lingkungan sosial
di mana ia menjalani hidupnya. Karena ketika semua orang bersikap memilih minggat
dari kehidupan nyata, siapa lagi yang bisa diharapkan mengurusi masyarakatnya?
Tugas untuk mengelola segala sumber daya kehidupan di
muka bumi ini dibebankan kepada manusia, bukan kepada makhluk halus seperti
malaikat dan jin. Menghindar dari tanggung jawab berarti membangkang terhadap
kehendak Allah dalam menjadikan manusia sebagai khalifah-Nya di bumi. Seorang muslim harus mampu hidup tegar di
tengah-tengah masyarakatnya, seperti yang telah dicontohkan oleh junjungan
kita, Nabi Muhammad SAW. Dalam beberapa ayat, Al-Qur'an menuturkan pemberdayaan
umat yang dilakukan oleh beliau dan pada saat yang sama beliau mampu mengukur
jarak dengan mereka sehingga ekses negatif mereka tidak mengefek kepadanya.
Mengenai ayat dimaksud, akan saya kemukakan di bawah nanti.
Untuk menghadirkan gambaran menarik tentang perjalanan
Rasulullah SAW sebelum dan sesudah dinobatkan menjadi rasul perlu kiranya kita
membuka kembali lembaran sejarah beliau yang nantinya kita kaitkan dengan
pengamalan uzlah yang produktif untuk membangun umat seutuhnya. Sebagaimana
pula belakangan ini muncul reinterpretasi terhadap istilah-istilah tasawuf
untuk dipahami, dihayati dan diamalkan dimensi spiritualitasnya sekaligus
dinamikanya sehingga menjadi penggerak terjadinya perubahan sosial yang
mengarah pada terwujudnya keagungan Tuhan.
Abul Hasan 'Ali Al-Hasani An-Nadwi dalam bukunya, Sirah
Nabawiyah memaparkan tentang krisis moral yang melanda bangsa Arab pada
masa Jahiliyah. Mereka dijejali oleh khamar (minuman keras). Mereka sudah
sampai pada titik kekejaman dan kebiadaban tinggi, seperti mengubur anak-anak perempuan
hidup-hidup dan kadang pula melemparkannya dari tempat yang lebih tinggi karena
takut menjadi aib pada keluarganya dan takut jatuh miskin. Penipuan merajalela
dan sudah menjadi kebiasaan. Perampokan terhadap para kafilah dagang. Diskriminasi
pada kalangan wanita sangat kentara. Derajat wanita telah jatuh. Wanita
diwariskan kepada keturunan seperti halnya barang perhiasan dan barang
tunggangan. Di masyarakat Jahiliyah Arab terdapat makanan yang hanya
dikhususkan untuk laki-laki, dan diharamkan bagi wanita. Laki-laki dapat
beristri semaunya tanpa ada batasan jumlahnya. Fanatisme kesukuan dan keturunan
sangat menonjol. Bangsa Arab Jahiliyah suka berperang. Menyenangi hiburan dan
pelampiasan hawa nafsu yang kadang menyebabkan terjadinya keributan dan berakhir
dengan peperangan. Perzinahan bukan perbuatan yang tabu. Perjudian dengan
mempertaruhkan harta dan istrinya sudah menjadi kebiasaan. Di samping itu,
khurafat dan penyembahan berhala sedang menjadi-jadi.
Saat itulah Muhammad bin Abdillah genap berumur 40
tahun. Dia menyaksikan dunia bagai berada di jurang neraka. Perjalanan manusia
melangkah cepat menuju kebinasaan. Sederat kedurjanaan masyarakatnya
menimbulkan kegelisahan dalam benak Muhammad hingga mencapai puncaknya. Kala
itu, seakan-akan ada sesuatu yang mendorongnya sehingga beliau senang
menyendiri. Tidak ada yang lebih disukai selain menyepi seorang diri. Beliau
sering meninggalkan Makkah. Beliau meninggalkan rumah, merambah ke celah-celah
bukit di Makkah, cekungan-cekungan dan lembah-lembahnya. Setiap batu dan pohon
yang dilaluinya merucap, "Assalamualaika ya Rasulallah (Salam
sejahtera untukmu wahai utusan Allah)." Muhammad menoleh ke sekitarnya, ke
sebelah kanan dan kirinya, serta ke belakangnya. Tapi ia tidak melihat siapa
pun selain bebatuan dan pepohonan.
Waktu beliau banyak dihabiskan menyepi di Gua Hira.
Beliau tinggal di sana beberapa malam berturut-turut dengan membawa bekal.
Beliau beribadah dan berdoa menurut cara agama Ibrahim yang lurus dan fitrah
murni yang kembali kepada Allah. Dalam suatu kesempatan, datanglah kepada
beliau hari yang telah ditetapkan sebagai waktu pengangkatan beliau sebagai
utusan Allah. Saat itu tanggal 17 Ramadhan tahun ke-41 dari kelahiran beliau,
bertetapan dengan tanggal 6 Agustus 610 Masehi.
Masa-masa menyepinya Muhammad bin Abdillah di Gua Hira
tersebut bukanlah semata-mata menghindar dari kedurjanaan kaumnya, tetapi sebagai
sebuah strategi mengatasi persoalan-persoalan dahsyat itu dengan cara merenung,
menyusun konsep, metode, teknis, taktik, serta mengumpulkan segala daya dan
upaya untuk didayagunakan secara maksimal bagi perubahan masyarakat dari akar
rumput persoalan yang menderanya secara bertahap dan totalitas.
Solusi itu pada akhirnya tiba dengan diturunkannya
Al-Qur'an setahap demi setahap sesuai kebutuhan masyarakatnya. Dakwah beliau awalnya
mengalir pelan tapi pasti dengan cara sembunyi-sembunyi lalu secara
terang-terangan. Secara garis besar dakwahnya dibagi menjadi dua periode, yaitu
pada periode Makkah dengan agenda utamanya pada pembinaan iman lalu beranjak ke
periode Madinah dengan aganda lanjutan berupa pembentukan pranata sosial yang
baik.
Bagaimana sikap
Rasulullah ketika berbaur dengan masyarakatnya yang akhlak mereka busuk?
Al-Qur'an menuturkan sikap yang harus dipegangi beliua ketika berkiprah di
tengah-tengah mereka. Beberapa ayat Al-Qur'an memerintahkan Nabi Muhammad SAW
untuk beruzlah dengan tipe yang elok dan elegan. Misalnya, Nabi diperintah
untuk berpaling dari kaum musyrik dan dari orang-orang yang picik, dan pada
saat yang sama, beliau tetap diperintahkan menyampaikan ajaran Islam dan
memberikan tuntunan pada umatnya.
اتَّبِعْ
مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ لا إِلَهَ إِلا هُوَ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
.
Ikutilah apa yang
telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu; tidak ada Tuhan selain dia; dan
berpalinglah dari orang-orang musyrik. (QS. Al-An'am [6]: 106).
خُذِ الْعَفْوَ
وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ .
Jadilah engkau
pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah daripada
orang-orang yang bodoh. (QS. Al-'Araf [7]: 199).
فَاصْدَعْ
بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ .
Maka sampaikanlah
olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan
berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. (QS. Al-Hijr [15]: 94).
لا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ
الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ
وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى
الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ
عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا .
Tidaklah sama
antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur
dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan
jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya
atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah
menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang
berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar. (QS. An-Nisa' [4]:
95).
Nabi SAW bersabda:
Seorang mukmin yang
bergaul dengan masyarakat dan bersabar menghadapi gangguan mereka, lebih baik
daripada yang tidak bergaul dengan mereka dan tidak bersabar menghadapi
gangguan mereka. (HR. Ahmad).
Jadi, menghayati uzlah lebih tepat dipahami sebagai
berpaling atau tidak terlibat dalam hal-hal yang buruk dan tidak bermanfaat.
Sikap demikian akan melahirkan sikap kehati-hatian dalam bergaul dengan
masyarakat hingga selamat dari imbas arus negatif, di samping itu, pada saat
yang sama, ia tetap hidup di tengah-tengah masyarakatnya guna memberikan
keteladanan serta bimbingan yang baik pada mereka.[]
Wallah a'lam.
M. Khaliq Shalha
1xbet korean online casino no deposit bonus codes
ReplyDelete1xbet korean online casino no deposit bonus codes – find 온카지노 the best free casino bonus codes and promo 1xbet codes for the หาเงินออนไลน์ 2021-22 Season.