Sunday, August 11, 2019

UZLAH SEBAGAI STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


M. Khaliq Shalha

Dalam tasawuf dikenal istilah 'uzlah (uzlah) sebagai salah satu rukun mujahadah. Uzlah oleh sebagian pakar dimaknai sebagai sebuah sikap mengasingkan diri untuk memusatkan perhatian pada ibadah dengan berzikir dan bertafakur kepada Allah SWT.

Uzlah dengan tujuan tersebut dapat dibenarkan dan mulia. Pada saat-saat tertentu memang dianjurkan menyendiri, di antaranya sewaktu bermunajat atau berzikir melantunkan wirid. Kala itu bagi penempuh jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah (salik) sangat dianjurkan menjauhkan diri dari orang banyak dan kebisingan. Hal ini disebut zikir khafi. Mereka berlandaskan firman Allah sebagai berikut.

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ .
Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (QS. Al-'Araf [7]: 205).

Sikap mengasingkan diri tersebut pada momen tertentu dalam agenda kehidupan sehari-hari sebagai perenungan untuk introspeksi diri. Bukan pengasingan secara permanen dengan motif menghindari hiruk pikuk kehidupan sosial dan tak mau tahu tentang tanggung jawab urusan sosial kemasyarakatannya.

Dalam sejarah kehadiran gerakan tasawuf ke dunia ini bermula sebagai upaya mengatasi krisis akhlak yang menimpa masyarakat Islam di masa lalu, tepatnya pada rentang 650-1250 M ketika umat Islam bergelimang harta dan kemewahan sehingga terjerumus pada kehidupan berfoya-foya, berbuat durjana dan berlumuran dosa. Mereka lupa pada tugasnya sebagai khalifah Allah di muka bumi ini. Mereka tak sanggup lagi memikul beban tugas untuk membangun masyarakat seutuhnya. Dalam keadaan sakit mental demikian, datanglah serbuan bangsa Mongol pada tahun 1258 M dan berhasil mengalahkan umat Islam dengan meluluh lantahkan kota Bagdad secara menyedihkan, memilukan dan memalukan.

Kondisi bahaya semacam ini memantik umat Islam segera introspeksi diri dengan membangun etos kerja kembali dengan dipandu oleh akhlak mulia yang dibangun dari tasawuf. Namun, faktanya terjadi ketidakseimbangan dalam pengamalannya. Umat Islam cenderung lebih menangkap aspek ritualitas lahiriah dari tasawuf tersebut. Mereka asyik berzikir dan berwirid tanpa memberikan pengaruh ke dalam gerakan sosial kemasyarakatan. Mereka malah semakin jauh dari realitas masyarakat, tidak peduli pada lingkungannya sehingga akhirnya keadaan umat Islam semakin mundur sekian langkah ke belakang. Dalam keadaan demikian, wajar apabila muncul tuduhan bahwa tasawuf merupakan biang keladi keterpurukan umat Islam.

Uzlah dengan motif menghindar dari problematika hiruk pikuk kehidupan sosial bukanlah alternatif yang baik dan elegan bagi kaum muslimin pemakmur kehidupan. Dengan demikian, pengertian dan penghayatan uzlah secara arif dan produktif perlu dirumuskan. Uzlah bukan berarti seseorang harus bertapa dan meninggalkan hiruk pikuk aktivitas positif dalam lingkungan sosial di mana ia menjalani hidupnya. Karena ketika semua orang bersikap memilih minggat dari kehidupan nyata, siapa lagi yang bisa diharapkan mengurusi masyarakatnya?

Tugas untuk mengelola segala sumber daya kehidupan di muka bumi ini dibebankan kepada manusia, bukan kepada makhluk halus seperti malaikat dan jin. Menghindar dari tanggung jawab berarti membangkang terhadap kehendak Allah dalam menjadikan manusia sebagai khalifah-Nya di bumi.  Seorang muslim harus mampu hidup tegar di tengah-tengah masyarakatnya, seperti yang telah dicontohkan oleh junjungan kita, Nabi Muhammad SAW. Dalam beberapa ayat, Al-Qur'an menuturkan pemberdayaan umat yang dilakukan oleh beliau dan pada saat yang sama beliau mampu mengukur jarak dengan mereka sehingga ekses negatif mereka tidak mengefek kepadanya. Mengenai ayat dimaksud, akan saya kemukakan di bawah nanti.

Untuk menghadirkan gambaran menarik tentang perjalanan Rasulullah SAW sebelum dan sesudah dinobatkan menjadi rasul perlu kiranya kita membuka kembali lembaran sejarah beliau yang nantinya kita kaitkan dengan pengamalan uzlah yang produktif untuk membangun umat seutuhnya. Sebagaimana pula belakangan ini muncul reinterpretasi terhadap istilah-istilah tasawuf untuk dipahami, dihayati dan diamalkan dimensi spiritualitasnya sekaligus dinamikanya sehingga menjadi penggerak terjadinya perubahan sosial yang mengarah pada terwujudnya keagungan Tuhan.

Abul Hasan 'Ali Al-Hasani An-Nadwi dalam bukunya, Sirah Nabawiyah memaparkan tentang krisis moral yang melanda bangsa Arab pada masa Jahiliyah. Mereka dijejali oleh khamar (minuman keras). Mereka sudah sampai pada titik kekejaman dan kebiadaban tinggi, seperti mengubur anak-anak perempuan hidup-hidup dan kadang pula melemparkannya dari tempat yang lebih tinggi karena takut menjadi aib pada keluarganya dan takut jatuh miskin. Penipuan merajalela dan sudah menjadi kebiasaan. Perampokan terhadap para kafilah dagang. Diskriminasi pada kalangan wanita sangat kentara. Derajat wanita telah jatuh. Wanita diwariskan kepada keturunan seperti halnya barang perhiasan dan barang tunggangan. Di masyarakat Jahiliyah Arab terdapat makanan yang hanya dikhususkan untuk laki-laki, dan diharamkan bagi wanita. Laki-laki dapat beristri semaunya tanpa ada batasan jumlahnya. Fanatisme kesukuan dan keturunan sangat menonjol. Bangsa Arab Jahiliyah suka berperang. Menyenangi hiburan dan pelampiasan hawa nafsu yang kadang menyebabkan terjadinya keributan dan berakhir dengan peperangan. Perzinahan bukan perbuatan yang tabu. Perjudian dengan mempertaruhkan harta dan istrinya sudah menjadi kebiasaan. Di samping itu, khurafat dan penyembahan berhala sedang menjadi-jadi.

Saat itulah Muhammad bin Abdillah genap berumur 40 tahun. Dia menyaksikan dunia bagai berada di jurang neraka. Perjalanan manusia melangkah cepat menuju kebinasaan. Sederat kedurjanaan masyarakatnya menimbulkan kegelisahan dalam benak Muhammad hingga mencapai puncaknya. Kala itu, seakan-akan ada sesuatu yang mendorongnya sehingga beliau senang menyendiri. Tidak ada yang lebih disukai selain menyepi seorang diri. Beliau sering meninggalkan Makkah. Beliau meninggalkan rumah, merambah ke celah-celah bukit di Makkah, cekungan-cekungan dan lembah-lembahnya. Setiap batu dan pohon yang dilaluinya merucap, "Assalamualaika ya Rasulallah (Salam sejahtera untukmu wahai utusan Allah)." Muhammad menoleh ke sekitarnya, ke sebelah kanan dan kirinya, serta ke belakangnya. Tapi ia tidak melihat siapa pun selain bebatuan dan pepohonan.

Waktu beliau banyak dihabiskan menyepi di Gua Hira. Beliau tinggal di sana beberapa malam berturut-turut dengan membawa bekal. Beliau beribadah dan berdoa menurut cara agama Ibrahim yang lurus dan fitrah murni yang kembali kepada Allah. Dalam suatu kesempatan, datanglah kepada beliau hari yang telah ditetapkan sebagai waktu pengangkatan beliau sebagai utusan Allah. Saat itu tanggal 17 Ramadhan tahun ke-41 dari kelahiran beliau, bertetapan dengan tanggal 6 Agustus 610 Masehi.

Masa-masa menyepinya Muhammad bin Abdillah di Gua Hira tersebut bukanlah semata-mata menghindar dari kedurjanaan kaumnya, tetapi sebagai sebuah strategi mengatasi persoalan-persoalan dahsyat itu dengan cara merenung, menyusun konsep, metode, teknis, taktik, serta mengumpulkan segala daya dan upaya untuk didayagunakan secara maksimal bagi perubahan masyarakat dari akar rumput persoalan yang menderanya secara bertahap dan totalitas.

Solusi itu pada akhirnya tiba dengan diturunkannya Al-Qur'an setahap demi setahap sesuai kebutuhan masyarakatnya. Dakwah beliau awalnya mengalir pelan tapi pasti dengan cara sembunyi-sembunyi lalu secara terang-terangan. Secara garis besar dakwahnya dibagi menjadi dua periode, yaitu pada periode Makkah dengan agenda utamanya pada pembinaan iman lalu beranjak ke periode Madinah dengan aganda lanjutan berupa pembentukan pranata sosial yang baik.  

 Bagaimana sikap Rasulullah ketika berbaur dengan masyarakatnya yang akhlak mereka busuk? Al-Qur'an menuturkan sikap yang harus dipegangi beliua ketika berkiprah di tengah-tengah mereka. Beberapa ayat Al-Qur'an memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk beruzlah dengan tipe yang elok dan elegan. Misalnya, Nabi diperintah untuk berpaling dari kaum musyrik dan dari orang-orang yang picik, dan pada saat yang sama, beliau tetap diperintahkan menyampaikan ajaran Islam dan memberikan tuntunan pada umatnya.

اتَّبِعْ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ لا إِلَهَ إِلا هُوَ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ .
Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu; tidak ada Tuhan selain dia; dan berpalinglah dari orang-orang musyrik. (QS. Al-An'am [6]: 106).

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ .
Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh. (QS. Al-'Araf [7]: 199).

فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ .
Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. (QS. Al-Hijr [15]: 94).

لا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا .
Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar. (QS. An-Nisa' [4]: 95).

Nabi SAW bersabda:

Seorang mukmin yang bergaul dengan masyarakat dan bersabar menghadapi gangguan mereka, lebih baik daripada yang tidak bergaul dengan mereka dan tidak bersabar menghadapi gangguan mereka. (HR. Ahmad).

Jadi, menghayati uzlah lebih tepat dipahami sebagai berpaling atau tidak terlibat dalam hal-hal yang buruk dan tidak bermanfaat. Sikap demikian akan melahirkan sikap kehati-hatian dalam bergaul dengan masyarakat hingga selamat dari imbas arus negatif, di samping itu, pada saat yang sama, ia tetap hidup di tengah-tengah masyarakatnya guna memberikan keteladanan serta bimbingan yang baik pada mereka.[]

Wallah a'lam.

M. Khaliq Shalha

1 comment:

  1. 1xbet korean online casino no deposit bonus codes
    1xbet korean online casino no deposit bonus codes – find 온카지노 the best free casino bonus codes and promo 1xbet codes for the หาเงินออนไลน์ 2021-22 Season.

    ReplyDelete