Thursday, May 31, 2018

MERAIH ILMU SABAR DAN IKHLAS

Ach. Muhejir

Tentang Peresensi

ACH. MUHEJIR, lahir di Dusun Tengginah Larangan Perreng Pragaan Sumenep, 10 Oktober 2003. Riwayat pendidikan dimulai dari MI Al-Ihsan II/A dan sekarang duduk di bangku kelas ix (sembilan) MTs Al-Wathan Larangan Perreng Pragaan Sumenep. Dia punya pengalaman mengikuti perkemahan Tingkat Penggalang di Kaduara Timur.  Saat ini ia tinggal di Dusun Tengginah Larangan Perreng. Dia bisa dihubungi lewat nomor HP.  085339228193.     
***
Buku Pintar Kuasai Ilmu Sabar dan Ikhlas
Judul buku      :  Pintar Kuasai Ilmu Sabar dan Ikhlas
Penulis             :   syauqi abdillah zein
Penerbit           : Saufa
Cetakan           : Pertama, 2014
Kota terbit       : Jogjakarta
Tebal buku      : 226 halaman
Peresensi         : Ach. Muhejir

Buku yang berjudul Pintar Kuasai Ilmu Sabar dan Ikhlas ini mengingatkan kepada kita bahwa dalam sabar dan ikhlas kita harus menghayatinya dengan sungguh-sungguh, karena dengan sabar dan ikhlas, amal ibadah kita akan diterima oleh Allah SWT. Sabar dan ikhlas merupakan amal baik. Sabar inilah yang membedakan mana orang yang penyabar dan mana orang pemarah.

Dalam menghadapi kenyataan hidup, hanya sebagian orang yang cerdas membaca nikmat dan kasih sayang Allah SWT. Kebanyakan dari kita yang selalu berkeluh kesah dan tidak mensyukuri atas nikmat yang diberi Allah SWT. Kadang kita menyalahkan orang lain dan berprasangka buruk terhadap Allah SWT. Alangkah ironis dan menyedihkan!

Sejak pertama dilahirkan, musuh terbesar manusia adalah setan yang selalu berusaha menjerumuskan manusia menuju jurang kemaksiatan dan kesetan. Setan menginginkan manusia berbuat maksiat kepada Allah SWT. Kemaksiatan merupakan usaha yang sangat sulit ditinggalkan. Untuk meninggalkan kemaksiatan itu dibutuhkan kesabaran yang sangat besar. Tapi, jangan sampai kesenangan dunia itu membuat kita terjerumus ikut setan, jangan sampai lupa larangan Allah SWT.

Sifat manusia hanya pandai berjanji kepada Allah SWT. Jika dikasih harta yang banyak, baru kita bersyukur. Tapi, kenyataannya hampir semua manusia selalu ingin mengingkari janji-janji terhadap Allah SWT. Allah SWT memberikan azab yang sangat pedih kepada mereka yang tidak bersyukur atas nikmat yang dianugerahkan, azab tersebut akan diberikan di dunia yang lebih pedih ditunda hingga ahirat.

Musibah yang diberikan kepada orang yang tidak mau bersyukur atas nikmat Allah, ada dua macam, yaitu siksaan fisik, dan siksaan non fisik. Sesungguhnya umur manusia ini sangat pendek, umur manusia antara sehari semalam, akhirat lebih baik dan kekal. Manusia yang memperoleh musibah di dunia, mereka akan mendapatkan kesenangan di akhirat nanti. Allah SWT tidak pernah mengambil apapun dari kita, pasti Allah menggantinya yang lebih baik. Tapi, apabila kita bersabar dan tetap ridha dengan ketetapan-Nya. Apabila kita ridha dengan semua cobaan, baru kita mendapatkan berkah dari Allah SWT.

Ikhlas terletak pada niat di hati, dan niat pengikat suatu amal. Orang yang tidak memerhatikan niat yang ada di dalam hatinya, maka bersiaplah membuang waktu, tenaga tanpa arti. Kita harus memurnikan niat untuk-Nya. Oleh karena itu, jangan sampai kita terjebak rekayasa, karena hati tidak ikhlas. Allah SWT tidak membutuhkan rekayasa dari manusia. Karena Allah telah tahu apa isi hati kita, jika amal kita hanya untuk-Nya, maka kekuasaan-Nyalah yang bisa menolong semua umat manusia.

Nah, untuk mendukung usaha anda agar bisa menjadi orang yang ikhlas dalam segala hal, perhatikan tips berikut: rasa iklas dalam beramal tidak akan pernah terwujud dalam diri kita jika kita tidak mendahului dengan menghadirkan niat dan melepaskan diri dari  noda”. Sebab, pada dasarnya niat adalah ruh dari sebuah amal, dan sampai kapanpun amal akan selalu mengikuti niat. Suatu amal akan menjadi benar bila niat benar. Sebaliknya juga, amal akan menjadi buruk jika niatnya juga buruk. Ini selaras dengan sabda Rasulullah SAW., Sesungguhnya amal itu hanya bergantung pada niat, dan seseorang hanya memperoleh menurut apa yang diniatkan.

Berdasarkan hadits tersebut, sangat jelas bahwa amal apapun yang dilakukan tanpa dibarengi niat, yaitu tidaklah ada artinya. Selain itu, seseorang yang melakukan amal hanya memperoleh sesuatu  sesuai dengan niatnya. Tanpa kita sadari, kita sering mengabaikan sesuatu yang sepele dalam hidup. Misalnya, kita datang ke suatu acara pengajian karena di sana banyak cewek. Jadi, jadi niat kita bukan karna Allah tanpa sadar diri. Kita sering menuntut ilmu, tapi karena ada tujuan lain, contoh, kita sekolah lantaran ingin dipuji atau ingin dipandang terhormat banyak orang.

Jangan pernah kita mengharap akan menjadi orang yang ikhlas, jika niat dan tujuan selain kepada Allah. Itu sangat mustahil kita untuk meraih sebuah keikhlasan.  Oleh sebab itu, kita sangat penting untuk kembali mengoreksi niat di hati dalam melakukan amal supaya tidak sia-sia.

Dalam riwayat sudah jelas bahwa seorang yang merubah di tengah aktivitas saat melakukan amal lantaran semata-mata dikembalikan kepada Allah SWT., maka ia akan diampuni dosa-dosanya. Mengingat Allah SWT yang dimaksud di sini adalah merenungi ciptaan-Nya. Dan juga segala sesuatu yang ada langit dan di bumi kita harus meyakini bahwa semua itu merupakan ciptan-Nya semata. Ini bertujuan agar kita menyadari betapa besarnya keagungan dan kekuasaan-Nya, hal yang akan membuat amal kita kuat.

Oleh sebab itu, merenungi kekuasaan Allah SWT adalah kunci utama sadarnya hati kepada kekuasan-Nya. Selain itu, kita harus banyak berdzikir kepada Allah agar diberi kekuatan atas musibah yang menimpa kita dan memohon supaya hati ikhlas menerima, juga agar menjadi orang yang ikhlas anggaplah remeh semua kebaikan yang diperbuat karena orang yang celaka adalah orang tertipu dengan kebaikan yang dilakukan, ia pun membanggakannya di depan orang lain. Inilah faktor yang menyebabkan rusaknya keikhlasan.

Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami  rahmat  dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Dzat Yang Maha Pemberi (karunia).”

Said berkata, “Ada orang yang masuk surga  karena perbuatan maksiat dan ada orang masuk neraka karena amal baik, ada yang bertanya, bagaimana hal seperti itu bisa terjadi?’ Said menjawab! Seseorang melakukan perbutan maksiat, dan ia senantiasa takut kepada azab Allah SWT. Akibat perbuatan maksiat itu, akhirnya ia bertemu Allah SWT. dan Allah pun mengampuni dosa-dosanya karena rasa takutnya tersebut.

Masalah yang paling ditakutkan dalam melakukan amal ialah pujian dari orang lain, dan kita sering terkecoh pujian tersebut. Ada beberapa yang perlu dicermati secara saksama. Pertama, kita melakukan amal kebaikan, tetapi tujuan dan niat kita mendapatkan pujian orang lain. Kedua, berbuat amal baik dan amal ini semata-mata karena Allah tapi, ketika mendapatkan pujian dari orang lain, kita terbuai oleh pujian tersebut.

Agar hati kita ikhlas, hindarilah pujian orang lain yang menyebabkan kita terlena oleh pujian tersebut. Apabila ada seorang yang memuji kita atas amal kebaikan yang diperbuat, segeralah tepis agar tidak terkecoh.

Kelebihan buku ini telah mengajarkan kita untuk bersabar dan ikhlas, selain itu buku ini sangat mudah dimengerti. Dan, dalam pemaparannya didukung oleh ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits sebagai bukti atau dalil.

Selain kelebihan terdapat pula kekurangan kecil tentang penggunaan kata yang tidak sesuai dengan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), misal di halaman 44 yang seharusnya ditulis “surga” akan tetapi ditulis “sorga” selanjutnya “simpanan surga” ditulis “simpanan sorga” di halaman yang sama. Kekurangan sepele itu tidak mengurangi bobot kualitas buku ini yang menyuguhkan cara meraih sabar dan ikhlas dalam kehidupan sehari-hari.
***
Tentang Penulis

SYAUQI ABDILLAH ZEIN, lahir di Blitar, Jawa Timur. Ia menempuh pendidikan dasar hingga tsanawiyah di kota kelahirannya. Kemudian ia melanjutkan pendidikan menengahnya sekaligus nyantri di Pesantren Tebuireng, Jombang Jawa Timur.
***
Catatan: Resensi ini merupakan tugas wajib bagi siswa kelas akhir MTs Al-Wathan tahun pelajaran 2017/2018. (MQ).
© 2018

Wednesday, May 30, 2018

BERDOA DALAM SHALAT ISTIKHARAH

Mohammad Jefri

Tentang Peresensi

MOHAMMAD JEFRI, lahir di Dusun Lembanah Sentol Laok Pragaan Sumenep, 14 November 2003. Riwayat pendidikannya dimulai dari SDN Sentol Laok (lulus, 2015), dan sekarang duduk di bangku kelas ix (sembilan) MTs Al-Wathan Larangan Perreng Pragaan Sumenep sekaligus nyantri di Pondok Pesantren Miftahul Huda Tambak Batu Larangan Perreng. Mengenai prestasinya, ia pernah meraih juara 2 lomba cerdas-cermat di Miftahul Huda Tambak Batu.
***
Buku Dahsyatnya Shalat Istikharah
Judul buku      : Dahsyatnya Shalat Istikharah
Penulis             : A.F. Razi
penerbit           : Saufa
cetakan            : Pertama, 2014
kota terbit        : Jogjakarta
tebal buku       : 190 halaman
Peresensi         : Mohammad Jefri
                                                     
Buku yang berjudul Dahsyatnya Shalat Istikharah ini menginghatkan kepada kita bahwa dalam shalat kita dituntut untuk mendirikannya dengan khusyuk. Sebab, dengan khusyuk dalam shalat, permintaan kita akan terima oleh Allah SWT.

Nah, apa yang dimaksud shalat istikharah? Untuk menjawab partanyaan tersebut, buku ini menjelaskan tentang dua hal, shalat dan istikharah. Dalam mendifisikan tentang shalat, Komaruddin Hidayat membaginya dalam dua hal. Pertama, shalat berarti ikatan, sebagaimana yang ditemukan dalam kata silaturrahmi, yaitu saling bertemu untuk mengikat tali kasih sayang. Kedua, shalat bermakna doa. Pada hakikatnya, shalat semestinya senantiasa menyandarkan bahwa sesungguhnya dorongan hati terdalam itu ingin selalu terikat, mengikatkan diri dengan Allah SWT seperti selalu ingin dekat dengan ibunya.

Sedangkan yang dimaksud dengan istikharah adalah permohonan seorang hamba, meminta petunjuk terbaik dalam menentukan sebuah pilihan. Dan, tentang definisi shalat dan istikharah tersebut maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa shalat istikharah adalah shalat sunnah yang dilakukan untuk memohon petunjuk kepada Allah SWT. Al-Manawi berkata bahwa istikharah adalah sebuah permohonan kepada Allah SWT agar Dia menunjukkan pilihan yang terbaik kepada hamba-Nya. Dan, juga hakikatnya, shalat istikharah adalah menyerahkan segala sesuatu kepada Allah SWT. Karena, Dia-lah Yang Maha Mengetahui mana perkara yang terbaik bagi hamba-Nya. Dan selain itu, Allah merupakan Dzat Yang Maha Kuasa untuk menentukan hal terbaik bagi hamba.

Dengan menjalankan shalat istikharah, insya Allah, segala pilihan yang kita ambil akan menuai manfaat. Namun, perlu ditegaskan bahwa pilihan hanya akan menuai hasil positif jika ditopang oleh beberapa hal lainnya, seperti, sungguh-sungguh dalam berdoa, serius dalam berusaha, kokohnya pondasi iman, dan bersandar sepenuhnya kepada Allah SWT melalui jalan tawakkal.

Di antara wujud kasih sayang Allah kepada kita semua sebagai hamba-Nya adalah disyariatkan shalat istikharah agar kita dapat meminta petunjuk atas apa yang akan kita kerjakan. Dalam sabdanya, Rasulullah SAW menjelaskan, Jika salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat istikharah dua rakaat selain shalat fardu.” (HR. Bukhari).

Bagi orang-orang yang belum pernah menjalankan shalat istikharah, mereka pasti akan bertanya, bagaimana menjalankan shalat istikharah? atau, bagi mereka yang sudah menjalankan shalat istikharah, tetapi belum begitu menguasai ihwal bacaan, doa serta pelaksanaannya, pertanyan demikian akan muncul dalam benak mereka. Nah, pada bagian tersebut, buku ini menjelaskan secara terperinci tata cara pelaksanaan, jumlah rakaat, bacaan shalat, hingga doa setelah melaksanakan shalat istikharah (hlm. 13-16).

Sebagian ulama menjelaskan, kita dianjurkan shalat istikharah apabila kita sedang meghadapi persoalan yang mubah, yaitu seperti menikah, berdagang, melamar pekerjaan, melanjutkan sekolah, dan juga lain sebagainya. Dan, shalat istikharah tidak berlaku untuk perkara yang diharamkan, seperti pacaran, berjudi dan juga lain sebagainya.

Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari menjelaskan, Ibnu Abi Hamzah berkata, “Sesungguhnya, terhadap perkara yang wajib dan sunnah, kita tidak perlu shalat istikharah untuk melakukannya. Karena itu, jelaslah bahwa shalat istikharah ini hanya berlaku pada hal-hal yang mubah (boleh), atau yang mustahab (sunnah) apabila terjadi pertentangan di antara keduanya mana yang di dahulukan dan di kerjakan. Dan, jangan meremehkan urusan ini. Tetaplah memohon pilihan kepada Allah (melalui shalat istikharah), baik dalam urusan besar maupun kecil, yang utama maupun yang remeh dalam setiap perkara yang disyariatkan untuk istikarah padanya. Boleh jadi, yang remeh itulah yang justru menjadi perkara yang besar (hlm. 32).

Kapan shalat istikharah dianggap berhasil? Apabila kita tidak melanggar syariat. Dan, juga apabila berhasil niscaya Allah SWT akan memberikan yang terbaik untuk kita. Allah SWT menurunkan malaikat-Nya untuk mendampingi urusan kita. Sehingga jalan yang kita tempuh tidak akan berseberangan dengan syariat agama. Dan, ketika shalat kita gagal, niscaya Allah SWT membiarkan langkah kita. Karena Allah SWT tidak bersama kita, dan setan pun akan datang dari diri kita dan membujuk kita untuk melakukan hal-hal yang berseberangan dengan syariat.

Apabila ketika kita menjalankan shalat istikharah dengan terpaksa, ingin dipuji orang lain atau mertuanya dan juga lain sebagainya, berhentilah untuk mengikuti ajakan setan. Kembalilah dengan bermunajat dan lebih mendekatkan diri kepada Allah. Sebab, ketika setan telah menuntun kita, maka hanya Allah yang bisa memberikan pertolongan. Allah SWT menjelasakan, “Sesungguhnya, orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan, apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan, tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa’ [4]: 142) (hlm.76).

Salah seorang sahabat Nabi SAWmengatakan, “Bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok, dan bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya.” Pola pikir semacam inilah yang muncul ketika shalat istikharah yang kita jalankan diterima oleh Allah, ia memanggil kita untuk beribadah kepada Allah.

Kita perlu sadari bahwa orang yang dekat kepada Allah bukanlah orang yang setiap hari beribadah dan melupakan kehidupan dunia, akan tetapi mereka berhasil memadukan kehidupan dunia dan akhirat. Itulah hamba Allah yang sebenarnya. Mereka yang dekat kepada Allah akan selalu berpikir, sesungguhnya kebahagiaan akhirat tidak akan tercapai ketika kehidupan dunia berantakan.

Sampai di sini, kiranya menjadi sangat jelas bahwa shalat istikharah dikatakan berhasil apabila kita menganggap dunia sebagai lahan untuk mencari pahala. Kita bekerja bukan untuk mencari harta, melainkan mendekatkan diri kepada Allah.

Jika shalat istikharah kita belum berhasil, maka hendaknya di hari yang akan datang kita lebih hati-hati dalam menjalankan pilihan dan perlu kiranya mengulangi lagi shalat istikharah kita (hlm. 77-79).

Sebagian orang mungkin sudah pernah melaksanakan shalat istikharah, namun sampai saat ini ia tetap miskin, tidak bahagia dan dihimpit berbagai macam permasalahan. Pertanyaannya, benarkan shalat istikharahnya yang sudah ia dikerjakan? Kemungkinan besar shalat istikharah yang dikerjakannya belum sempurna. Karenanya, segala tujuan yang diinginkan belum bisa tercapai.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Allah menciptakan manusia disertai dengan sifat fujur (kecenderungan berbuat maksiat dan dosa) dan takwa. Dua potensi inilah yang akan merasakan penderitaan atau kebahagiaan. Jika menjalankan ketakwaan, kebahagian akan menyertainya. Dalam firman-Nya, Allah SWT menegaskan, “... Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 197) (hlm. 147-148).  

Demikian pemaparan tentang bagaimana berdoa dalam shalat istikharah sehingga doa kita benar-benar berpengaruh pada tingkah laku, sikap ataupun hal-hal yang berkaitan dengan diri kita. Penjelasan di atas sudah cukup jelas untuk menggambarkan isi buku ini. Tentu di dalamnya berisi pelajaran-pelajaran kepada kita untuk menerapkan kekhusyukan dalam berdoa dan dalam shalat istikharah.

Buku ini memiliki kelebihan tersendiri. Di antaranya, memberikan gambaran begitu jelas kepada pembaca untuk menerapkan shalat istikharah. Bagi orang yang ingin membacanya tak perlu mencari istilah-istilah dalam kamus, karena bahasa yang digunakan dalam buku ini mudah dipahami. Siapapun yang membacanya akan mudah memahami isinya.

Secara umum buku ini tidak memiliki kekurangan. Buku ini layak ditelaah dan diterapkan bagi kaum muslimin yang ingin meningkatkan kualitas ibadah shalat istikharah kepada Allah, karena isinya menuntun para pembaca agar shalat yang dilakukan lebih baik sehingga mampu menjadi shalat yang sempurna dan diterima oleh Allah.
***
Tentang Penulis

A.F. RAZI, saat ini menjadi pengurus Pondok Pesantren Baitul Kilmah Yogyakarta. Ia merupan sarjana teologi Islam UIN SUKA Yogyakarta. Kegemarannya terhadap ilmu agama mendorong pemuda kelahiran Rembang ini selalu dekat dengan para ulama. Hingga kini, tak kurang dari enam pesantren telah ia singgahi guna mematangkan pemahamannya tentang agama Islam.
***
Catatan: Resensi ini merupakan tugas wajib bagi siswa kelas akhir MTs Al-Wathan tahun pelajaran 2017/2018. (MQ).
© 2018