Saturday, March 9, 2019

RAWATLAH HATIMU SEBAIK MUNGKIN

Irma Amilia Rahman

Tentang Peresensi

IRMA AMILIA RAHMAN, lahir di Probolinggo, 24 September 2004. Riwayat pendidikan dimulai dari TK Manarul Huda Pakamban Daya, Pragaan, Sumenep (lulus 2008), SDN Sentol Laok, Pragaan, Sumenep (lulus 2016), dan sekarang duduk di bangku kelas IX (sembilan) MTs Al-Wathan, Larangan Perreng, Pragaan, Sumenep.

Dia pernah mengikuti perkemahan Tingkat Penggalang di MI Miftahul Huda tahun 2018, dan pernah mengikuti cerdas cermat di MWC NU Pragaan bersana dua temannya meraih juara satu.           Pengalaman keorganisasian, Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) MTs Al-Wathan, Jabatan Anggota Bidang Keagamaan (2016) dan pernah menjadi Ketua OSIS MTs Al-Wathan masa bakti 2017-2018.

Saat ini dia tinggal di Dusun Tengginah, Desa Sentol Laok, Pragaan Sumenep. Dia bisa dihubungi lewat nomor HP. 081330497328 / 081931520308.
***
 
Buku Biarkan Hatimu Berbicara
  
Judul buku       : Biarkan Hatimu Bicara
Penulis             : Abi Aunillah Al-Kuwarasani
Penerbit          : Saufa
Cetakan           : Pertama,2015
Kota terbit       : Yogyakarta
Tebal buku      : 176 halaman
Peresensi         : Irma Amilia Rahman

Hati adalah peranti ruhani yang dengannya manusia dapat menyatakan keimanan kepada Allah SWT. Dia menganugerahi sebongkah hati kepada manusia, salah satunya sebagai decision maker (pembuat keputusan) karena hati tak pernah bohong.

Buku yang berjudul Biarkan Hatimu Bicara ini merupakan buku yang ditulis oleh Abi Aunillah al-Kuwarasani yang isinya mengungkapkan tentang rahasia hati dan segala hal yang berhubungan dengannya, mulai dari gambaran tentang hati, cara menjaga hati, menentu kesucian hati yang dilengkapi dengan kisah-kisah penggedor hati.

Hati termasuk salah satu ciptaan Allah yang begitu luar biasa. Di dalam hati tersimpan berjuta-juta rahasia yang hanya segelintir orang yang mampu memahami makna rahasia-rahasia itu. Bagi manusia, hati merupakan sesuatu yang sangat urgen.

Oleh karena itu, pembahasan seputar tentang hati ini merupakan pembahasan yang sangat penting sekali, dan dibutuhkan oleh kaum muslimin untuk meningkatkan kualitas pengetahuannya secara lebih mendalam tentang hati.

Banyak orang berbeda pendapat tentang penggambaran hati, tapi menurut Ibnu Arabi hati digambarkan sebagai sang khalifah, pemimpin, dan pengambil kebijakan itu bukanlah hati yang bersifat biologis, melainkan hati yang bersifat ruhani. Melalui hati inilah, sebenarnya manusia mampu memahami jalan mana yang akan mengantarkannya pada keselamatan serta jalan mana yang dapat membawanya pada kesesatan (hlm. 18).  

Tetapi menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, hati adalah tempat yang harus dijadikan sumber kekuatan dalam menapaki tahapan-tahapan perjalanan menuju ridha Allah SWT.  Allah SWT Maha Tahu siapa di antara hamba-hamba-Nya yang benar-benar dekat dengan-Nya. Dan pengetahuan Allah SWT tidak didasarkan pada penampilan fisik atau pencitraan diri, melainkan pada bagaimana kondisi hati yang bersangkutan.

Sepandai apapun kita membuat pencitraan diri di hadapan Allah SWT namun  Dia sama sekali tidak akan terkecoh dan sepenuhnya dapat memahami siapa kita melalui hati kita sendiri (hlm 19), sebagaimana yang telah disebutkan Alah SWT di dalam Al-Qur'an, “Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengangungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati." (QS. Al-Hajj [22]: 32).

Secara umum ada beberapa kata berbeda yang digunakan oleh Allah SWT yang semua istilah itu lazimnya diterjemahkan dengan arti yang sama, yaitu hati. Berikut beberapa kata yang sama-sama bermakna hati (hlm 23): Pertama, al-qalb, tidak sedikit firman Allah SWT yang menggunakan kata qalb yang bermakna hati. Makna umum dari kata qalb adalah sesuatu yang (suka) berbolak-balik. Bila dihubungkan dengan manusia, maka dapat dimengerti betapa hati manusia sesungguhnya sering mengalami keterbolak-balikan dalam setiap hal. Tetapi dalam Al-Qur'an kata qalb sendiri menunjuk pada hati yang sangat rentan dan mudah untuk diwarnai.       

Hati disebut al-qalb karena beberapa hal: yaitu karena hati menunjukkan pusat penentu.  Sebagaimana kota Mekah yang disebut dengan istilah qalbu al-radh (pusat bumi). Demikian pula halnya dengan hati yang menjadi pusat kembali segala aktivitas tubuh. Dan hati disebut qalb karena sifatnya bolak-balik.            

Kedua, fuad. Hati juga disebut dengan fuad. Kata fuad berasal dari kata fa’ada yang berarti terbakar, membakar dan berkobar. Secara singular, kata fuad disebut sebanyak lima kali dalam Al-Qur'an, di antaranya dalam surat Al-Qashash ayat 10 dan dalam surat Huud ayat 120 dan lainnya.

Ketiga, shadr, bermakna dada. Ketika Al-Qur'an menyebut hati manusia sebagai shadr, maka ia menggambarkan sesuatu yang tersembunyi, yang bisa juga dipahami sebagai niatan yang tersembunyi. Allah SWT menggunakan kata shadr untuk menggambarkan sifatnya yang tersembunyi dan tertutup. Kata shadr (hati) memiliki beberapa peran, yaitu sebagai berikut: (1) Gudang memori yang tak terhingga. (2) Tempat bersemayamnya keimanan dan kekufuran atau disebut juga sebagai pusat keyakinan yang mendasar. (3) Tempat bersemayamnya penyakit kejiwaan. (4) Tempat bersemayamnya kebaikan.

Berpaling dari nama-nama hati, kita teralih pada sifat- sifat hati manusia yang terbagi dalam empat golongan (hlm. 39), yakni sebagai berikut: Pertama, qalbun salim. Istilah qalbun salim oleh Al-Ghazali dipahami sebagai hati yang sehat. Sebagaimana yang telah disebutkan di dalam Al-Quran, “Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. As-Syu’ara’ [26]: 89).

Kedua, qalbun maridh. qalbun maridh dapat diartikan sebagai hati yang sakit. Dalam Al-Qur'an, setidaknya ada empat ayat yang menyebut tentang manusia yang memiliki hati yang sakit, salah satunya dalam QS. At-Taubah [9]: 125.

Ketiga, qalbun mayyit. Secara etimologis qalbun mayyit bermakna hati yang mati. Namun, pengertian dari hati yang mati ini sebenarnya adalah penggambaran mengenai hati manusia yang sepenuhnya sudah dikuasai oleh hawa nafsu.

Keempat, hati yang terkunci mati. Ada berbagai pendapat dikalangan ulama tafsir mengenai  pengertian hati yang terkunci. Sebagian mengatakan bahwa hati yang terkunci mati adalah hati orang kafir yang sama sekali tidak mau mempelajari dan mengambil pemahaman dari peringatan-peringatan Allah SWT dalam Al-Qur'an.

Bicara tentang hati, seperti yang telah dijelaskan dalam qalbun mayyit bahwa hati adalah “penggambaran mengenai hati manusia yang sepenuhnya sudah dikuasai oleh hawa nafsu", dan sering kali orang mengaitkan hawa nafsu dengan cinta, karena cinta adalah “pembicaran yang tak akan pernah menemukan akhir pungkasannya. Semakin ia dibahas, bukannya semakin berkurang, malah yang terjadi adalah hal sebaliknya, ia bertambah dan terus bertambah” (hlm. 63).  

Seperti yang ditulis oleh Junaid Al-Baghdadi, ”Cinta mengguncangkan kesenangan-kesenangan. Ketika hati seseorang sedang diliputi oleh cinta, maka ia akan merasakan seluruh hidupnya hanya berisi sesuatu yang menyenangkan dan membahagiakan.”

Nabi Muhammad SAW pernah mengingatkan bahwa seseorang yang mencintai sesuatu, maka ia akan menjadi budaknya. Pernyataan beliau sangat benar, sebab, ketika seseorang sudah jatuh cinta kepada orang lain, maka ia sanggup melakukan apa saja dan siap berkorban demi orang yang dicintainya. Ia akan pasrah terhadap sesuatu yang dicintainya sebagaimana pasrahnya seorang budak kepada tuannya.

Namun perlu juga dipahami mengenai tingkatan-tingkatan cinta, dan bagaimana mengelola serta merawatnya. Sebab, ada jenis cinta yang menyelamatkan, namun tidak sedikit jenis cinta yang melalaikan dan mencelakakan (hlm. 64). 
          
Dalam diskursus tasawuf, cinta dikenal memiliki beberapa tingkatan atau maqam. Namun dalam hal ini, akan dibahas tentang dua maqam saja, yakni cinta manusia kepada Allah dan cinta manusia kepada manusia (hlm. 66).

Pertama, cinta manusia kepada Allah. Orang-orang yang hatinya benar-benar mabuk oleh kepada Allah, maka ia akan berusaha meniru serta menerjemahkan sifat-sifat Tuhan itu sendiri dalam kehidupan nyata. 

Kedua, cinta manusia kepada sesama manusia. Orang yang dengan cintanya masih berkecenderungan pada hal-hal dunia, kenikmatan nafsu, dan sebagainya maka hatinya hanya memberikan perlakuan istimewa kepada orang yang ia cinta, sementara tidak demikian pada yang lain. Dan hati banyak memiliki virus-virus yang harus selalu kita waspadai karena tanpa kita sadari virus-virus tersebut dapat menjangkiti kita kapan saja, dan di antara virus-virus hati tersebut adalah tidak berdzikir kepada Allah, dengki, marah dan syirik (hlm. 54).

Oleh karena itu, kita harus senantiasa merawat hati agar selalu cinta kepada Allah. Dan berikut cara menghalau virus-virus hati dan beberapa cara merawat hati  kita agar selalu merasa cinta cinta kepada Allah (hlm. 70).

Pertama, memperbanyak dzikr atau menyebut nama Allah SWT demi mengingat-Nya dalam hati.

Kedua, memenuhi permintaan (perintah) Allah SWT kepada kita, sebagai bukti bahwa kita cinta kepada Allah SWT.

Ketiga, bertaubat. Dengan memperbanyak memohon ampun kepada Allah SWT juga dapat menjadi cara merawat hati agar selalu cinta kepada Allah SWT.

Cinta juga dapat membuat hati seseorang tertutup, dan oleh karena itu, kita sering mendengar orang-orang menyebut sebuah kalimat seperti, bukalah pintu hatimu dan sebagainya. Bila direnungkan, pernyataan ini tidak sepenuhnya keliru, mengingat hati manusia bisa tertutupi, terutama oleh banyaknya dosa yang telah dilakukan (hlm. 81).

Sedikitnya ada dua cara yang bisa kita lakukan untuk menjadikan hati kita selalu terbuka.             Pertama, jangan sombong. Kebenaran bisa datang dari mana saja dan dari siapa saja. Jangan merasa karena kita berpendidikan tinggi, lebih pandai daripada orang lain, lalu kita meremehkan pendapat mereka yang sudah nyata menyerukan perihal kebenaran.

Kedua, memperkuat keimanan kita dengan setia mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT serta menjauhi larangan-Nya. Allah SWT akan senantiasa membuka hati hamba-hamba-Nya serta menyinarinya dengan hidayah selama sang hamba benar-benar menginginkannya.  Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu membangun dialog yang intensif dengan hati kita, terutama berkaitan dengan apa yang sudah kita lakukan selama ini terkait pengabdian kita kepada Allah, menilai keburukan diri sendiri, sibuk menghitung kebaikan dan keburukan kita selama ini. Nabi SAW bersabda,  “Berbahagialah orang yang sibuk memperhatikan aib dirinya sendiri ketimbang memperhatikan aib orang lain.” (HR. Tirmidzi)(hlm. 89).

Penting kita ketahui bersama bahwa ada lima hal yang dapat membuat hati kita tidak bisa mendengarkan kata hati kita sendiri, yaitu menyepelekan dosa kecil, meremehkan dosa, bergembira melakukan dosa, menyepelekan karunia Allah SWT dan menampakkan dosa (hlm. 91-95). Oleh karena itu, sebaiknya kita merasa takut kepada Allah SWT dengan mampu menjaga lidah, menjaga hati, penglihatan, perut, kedua tangan dan kedua kaki kita (hlm. 112-119).

Demikian pemaparan tentang menjaga hati dalam kehidupan sehari-hari, sehingga hati kita dapat terhindar dari bermacam-macam hal yang tercela dan dilarang oleh Allah SWT. Penjelasan di atas sudah cukup jelas untuk menggambarkan isi buku yang berjudul Biarkan Hatimu Bicara ini, tentu di dalamnya berisi pelajaran-pelajaran kepada kita untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Karena hati merupakan salah satu anggota tubuh yang dapat menuntun kita pada jalan yang lurus atau sebaliknya. Selain itu, buku ini juga menyingkap berbagai faktor yang dapat merusak hati, sekaligus memberi tuntunan agar kita mampu menjaga hati dari hal-hal yang tercela.

Buku ini memiliki kelebihan tersendiri. Di antaranya memberi gambaran begitu jelas kepada pembaca untuk merawat hati. Dan bahasa yang digunakan juga komunikatif dan tidak berbelit-belit. Siapapun yang membacanya akan lebih mudah memahami isinya. Tidak hanya itu, buku ini juga bersumber dari Al-Qur'an dan hadits, sehingga kebenarannya tidak diragukan lagi.
   
Di samping kelebihan di atas, ada beberapa kekurangan yang juga perlu diketahui oleh pembaca, di antaranya adalah banyak kata yang salah dan kurang tanda baca pada halaman 27 dan 46 seharusnya kata tersebut "seperti apa?" dan "kwalitas" seharusnya "kualitas". Dan masih banyak lagi kekurangan yang perlu diketahui oleh para pembaca, contohnya dapat dilihat pada halaman 55, 56, 61, 68, 71, 85 dan 120.

Meskipun kekurangan secara fisik dalam buku ini cukup banyak, akan tetapi isi buku ini penting untuk diperhatikan dan diterapkan bagi siapa saja, terutama kaum muslimin yang ingin meningkatkan kualitas pengetahuannya seputar hati. Karena isinya menuntun para pembaca agar lebih menjaga hatinya dari perkara-perkara yang dilarang oleh Allah SWT dan berisi cara-cara untuk mendekatakan diri kepada Allah SWT. Karena hidup di dunia ini tidak luput dari gangguan setan maupun manusia sendiri, baik melalui  bisikan dan khayalan yang ditaburkan ke hati saat beribadah kepada Allah.[]
***
Tentang Penulis

ABI AUNILLAH AL-KUWARASANI, lahir pada tahun 1981 di Sumenep, Jawa Timur. Menempuh pendidikan dasar hingga atas di daerah kelahirannya serta melanjutkan ke UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jurusan Tafsir Hadits. Aktif dalam kegiatan sosial dan pemberdayaan masyarakat. Tahun 2013, pernah diundang oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia untuk berbicara tentang masalah sosial dan budaya masyarakat lokal. Pernah juga aktif sebagai relawan Word Food Program sekaligus memberikan pendampingan dan konseling terhadap masyarakat korban kekerasan Sampit. Di luar itu, penulis yang akrab disapa Al ini aktif mengorganisir PUSAKA (Pusat Studi Agama dan Kebudayaan) yang bergerak dalam kegiatan pemberdayaan sosial masyarakat bawah dan mempublikasikan beberapa hasil kegiatannya dalam bentuk opini dan essai di media massa lokal maupun nasional. Beberapa di antara karyanya yang sudah dibukukan seperti, Sembuh dengan Al-Qur’an (2012), Cerita Koplak di Negeri koplak (2012) dan lainnya.
***
Sumenep, 9 Maret 2019

Catatan: Resensi ini merupakan tugas wajib bagi siswa kelas akhir MTs Al-Wathan tahun pelajaran 2018/2019. (MQ).
© 2019

No comments:

Post a Comment