Ahmad Burhanuddin |
Tentang Peresensi
AHMAD BURHANUDDIN, lahir di Dusun Tengginah Larangan Peragaan Pragaan
Sumenep, 3 Februari 2003. Riwayat pendidikan dimulai dari SDN II
Larangan Perreng (lulus, 2015). Sekarang duduk di bangku kelas ix (sembilan)
MTs Al-Wathan Larangan Perreng Pragaan Sumenep. Pengalamanannya, ia pernah
mengikuti perkemahan Tingkat Penggalang di Jambore Ranting 2014, ia aktif dalam
kegiatan Lesehan Sastra (Lensa), menjabat koordinator Bidang Pendidikan OSIS
MTs Al-Wathan (2017). Saat ini ia tinggal di Tobato Dusun Tengginah
Larangan Peragaan Pragaan Sumenep. Dia bisa
dihubungi di nomor HP. 082330643635.
Buku Ala Wa Hiya Al-Qalbu |
Judul buku : Alaa Wa Hiya Al-Qalbu
Penulis : Iqra’ Firdaus
Penerbit : Safira
Cetakan : Pertama, 2016
Kota terbit : Yogyakarta
Tebal buku : 224 halaman
Peresensi : Ahmmad
Burhanuddin
Buku yang berjudul Alaa Wa Hiya Al-Qalbu menyuguhkan tentang peranan hati dalam kehidupan.
Buku ini menyarankan perlunya terlebih dahulu memahami makna hati (qalbu) sehingga
anda perlu memahaminya sebelum
masuk kepada pembahasan berikutnya.
Disarankan anda membaca poin perpoin (sub
persub) secara urut,
karena
antara poin pertama, kedua, dan seterusnya saling berkaitan.
Dengan begitu,
anda dapat memahami ulasan tentang hati secara utuh.
Ada kerancuan dalam bahasa Indonesia dalam
memaknai kata qalbu (heart) Lazimnya
masyarakat merujuk “hati” sebagai
pedoman kata heart dalam bahasa Inggris.
Ungkapan my heart dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai “hati
saya”
(bukan jantung saya),
padahal heart dimasukkan sebagai
organ tubuh yang makna aslinya adalah jantung.
Sementara itu,
dalam bahasa Inggris hati
disebut liver,
contoh penyakit liver berarti gangguan yang
berhubungan dengan
serangan jantung.
Letaknya pada
organ jantung berfungsi untuk memompa darah seluruh tubuh. Akan tetapi,
yang
terjadi di masyarakat
terkadang menyebut kata hati untuk menunjukkan jantung (heart),
dan dalam kesempatan yg lain menunjukkan
liver, pada giliran hal tersebut bisa menyebabkan
kerancuan (hlm.
13).
Kerancuan tersebut bisa juga dilihat misalnya
terkait simbol hati love (cinta)
yang sering disosialisasikan dengan simbol hati (liver),
padahal ia lebih mirip mendekati akurat. Simbol ini sebenarnya sudah lama
dipakai untuk menujukan spiritualisasi (heart)
dan emosi, menganggap
manusia berpikir dan berperasaan dengan jantung
(heart).
Masing-masing penggunaan istilah liver
berkembang di daerah selatan (terutama Asia termasuk Indonesia),
dan heart berkembang di utara (terutama
Eropa) dan
kini pengertian hati (liver) di daerah
selatan menimbulkan pengertian yang rancu
ketika mereka mengatakan “Hatiku
sangat sakit”,
tetapi yg ditunjuk justru bagian
dada kiri (lokasi jantung) (hlm.15).
Bicara tentang hati (qalbu) kita
memaknai dari dua sudut pandang yang berbeda, sebab hati punya pengertian jasmani
dan rohani,
mengigat segumpal daging itu bernama hati atau berupa jantung (heart)
berbentuk seperti kerucut yang
terletak di dada kiri.
Sedangkan hati rohani adalah hati yangg
lembut atau halus (lathifah)
tidak kasat mata, tidak bisa dilihat,
bersifat rabbani dan
rohani yang merupakan tempat
pengetahuan seperti yang berisi kecerdasan mendalam dan kearifan. Ia
tempat tersembunyinya cinta sejati (hlm.
17).
Dalam bahasa sehari-hari, hati
rohani disebut dengan hati. Hati
rohani banyak juga yang menyebut dengan konteksnya, sebab hati
atau heart
dalam bahasa Iggris berarti fisik
(jantung), seperti istilah heart attack (serangan
jantung),
dapat pula bermakna non fisik, “Sesungguhnya,
di dalam tubuh
manusia ada segumpal daging. Jika ia baik, semua aggota tubuh akan jadi baik, (sebalikyan) jika segumpal daging itu buruk, buruk pula semua itu gara-gara hati.” Jantung
memang sekepalan tangan tetapi peranan degup dan detaknya berpengaruh terhadap
kehidupan makhluk hidup. Adanya
masalah jantung bisa menyebabkan kematian.
Hal yang
perlu digarisbawahi bahwa segumpal daging (jantung)
sebagaimana digambarkan pada isi hadits tersebut dimaknai
lebih dari “simbolis analogi”, artinya kata qalbu pada hadits
itu lebih tepat dimaknai seperti (bersifat)
hati rohani. Namun ada juga sebagian pendapat yang
menganggap jika hati rohani bersemayam di hati fisik. Sehingga hati fisik dianggap
sebagai saluran atau penghubung bagi hati rohani. Banyak penganut agama di dunia
menganggap bahwa hati adalah tempatnya jiwa
manusia.
Ketika Rasulullah
SAW mengatakan “ada
segumpal daging dalam tubuh”, juga melambangkan
peran penting bagi kesehatan jiwa sebagaimana hati jasmani, hati rohani
memiliki peranan penting bagi kehidupan
manusia, memegang peranan penting bagi
kehidupan manusia.
Jika
hati rusak,
seluruh rohani kita rusak, dan kalau hati baik maka seluruh rohani
kita baik.
Apabila
hati jasmani (jantung) terluka
atau mengalami ganguan, tubuh menjadi sakit, seperti peristiwa sekarang.
Jantung jika mengalami kerusakan berat,
kita pun bisa meniggal dunia. Demikian pula hati rohani jika terjangkit
sifat-sifat tercela karena hawa nafsu,
maka kita bisa sakit secara spiritual,
dilanda kegalauan, kesedihan,
penuh beban.
Saat
hati didominasi oleh nafsu yang
buruk maka kehidupan akan mati. Berbuat
kejahatan menjadi hobi dan kesenangan, jadi kebiasaan tanpa
adanya rasa bersalah. Baik
atau tidaknya kondisi hati rohani dapat berpengaruh terhadap kejiwaan,
emosi, bahkan
terhadap tubuh, sebab,
tubuh atau jasad
hanyalah kendaraan (pelaksana)
yang menjalankan perintah hati.
Kalau hati baik, anggota tubuh akan ikut pada jalan baik,
begitu juga sebaliknya hubungan hati dengan organ-organ tubuh lainya (hlm. 22-23).
Qalbu
jasmani tersebut lebih bersih metafora (bukan
makna sebenarnya). Pilihan diksi “segumpal
daging” yang
dipakai oleh Rasulullah
SAW dalam sabda tersebut merupakan kepiawaian komunikasi beliau
dalam menyampaikan risalah. Selain itu,
penggunaan ungkapan “segumpal
daging” yang dipakai
Rasulullah SAW
dalam sabda tersebut berarti jantung
(qalbu).
Nah, jika
fakta dikaitkan dengan hadits sebelumnya,
maka bisa disimpulkan bahwa
ungkapan segumpal daging itu bernama hati (qalbu), lebih tepat dimaknai sebagai
qalbu rohani,
sebab di dalam
Al-Qur’an perhatiannya terhadap qalbu rohani begitu
besar, sebagaimana digambarkan pada berapa ayat dalam buku ini.
Ali bin Abi Thalib
RA pernah memberikan perumpamaan tentang hati. Menantu Rasulullah
SAW itu menyatakan,
“Sesungguhnya Allah SWT
mempunyai bejana-bejana di bumi,
yaitu hati. Maka hati yang
paling kokoh” kemudian, ia melanjutkan penjelasannya, “yaitu, yang paling
kokoh dalam agama,
paling jernih keyakinan dan paling lembut kepada saudara
sesama muslim.” (hlm.
33).
Kita sering mendengarkan bahwa Allah SWT
ada di mana-mana.
Orang yang tajam penglihatan mata hatinya,
ia dapat merasakan betul kehadiran Allah SWT. Rahasia yang
selama ini tidak diketahui,
kini berubah menjadi nyata (hlm.
38-39).
Apabila dunia diibaratkan sebagai medan
pertempuran, maka hati adalah
bala tentaranya. Bala tentara hati
dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
pasukan. Pertama, laskar, yakni sebagai pasukan iradah (kehendak). Ini
adalah penolong dan penyemangat, baik mendorong
kemanfaatan (kebaikan)
maupun kebaikan.
Dari pasukan ini prajurit yang
baik dinamakan muthmainnah dan yang jahat disebut amarah.
Kedua, pasukan qudrah (kekuatan). Pasukan
ini menggerakkan anggota badan untuk menunjukkan sesuatu yang diinginkan
oleh pasukkan kehendak.
Ketiga, pasukkan idrak (ilmu dan penyerapan). Pasukan
ini bertugas untuk menyerap dan mengetahui.
Sebagian mereka terdiri atas panca indera
(pendengaran, penciuman, pengelihatan, perasa
dan peraba). Akal pikiran sangat berpengaruh
karena termasuk bagian dari pasukan ini yang
merupakan tempat (wadah) ilmu
pengetahuan.
Akal pikiran berpengaruh pada
kondisi hati. Ilmu
pengetahuan ini
mempengaruhi dua pasukan sebelumnya.
Tiga pasukan tersebut merupakan laskar
hati yang terampil dan handal. Ketiganya bisa bekerja sama dan saling mempengaruhi.
Pasukan idrak dapat mengetahui yang
halal dan haram, yang berbahaya dan bermanfaat, dan yang
ragu-ragu.
Pasukan idrak menghindari atau
menerobos bahaya dan apabila sudi berjuang menggapai kemenangan
atau takluk kepada musuh (bisikan
setan dan hawa nafsu).
Demikian tentang pemaparan seputar hati,
sifat dan kondisinya. Paparan di atas cukup jelas untuk menggambarkan isi buku ini.
Di dalamnya berisi pelajaran-pelajaran kepada
kita tentang konteks
kehidupan dunia meliputi
ulasan seputar hati.
Buku yang
ditulis oleh Iqra’ Firdaus
ini memberikan perubahan kepada
kita tentang kebiasaan buruk kita. Bagi yang
membacanya tidak akan rancu dan kebingungan mencari
istilah-istilah yang sulit di kamus,
karena
istilah-istilah penting dalam buku ini sudah dijelaskan secara rinci dan bahasa
yang digunakan juga sangat komunikatif
dan tak
berbelit-belit. Siapapun
yang membacanya akan lebih mudah memahami isinya. Itulah kelebihan buku ini.
***
Tentang
Penulis
IQRA’FIRDAUS, lahir di Sumenep Madura. Lulus dari Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Kalijaga
Yokyakarta, 2015. Kini penulis tunggal tinggal di yokyakarta. Beberapa bukunya
seputar agama telah terbit, di antaranya, Bicaralah yangg Baik atau Diamlah (Safirah, 2014). Dhuha itu Wajib (DIVA Press, 2014), Engkau
Wajib Kaya bila Shalat Dhuha dan Bersedekah dengan Benar (DIVA Press, 2014). Kiat Hebat Public Relatios ala Nabi Muhmmad SAW (Najah, 2012) dan lain-lain.
***
Catatan: Resensi ini merupakan tugas wajib bagi siswa kelas akhir MTs Al-Wathan tahun pelajaran 2017/2018. (MQ).
© 2018
No comments:
Post a Comment