Tuesday, June 5, 2018

MEMPERSIAPKAN AMAL UNTUK AKHIRAT

Misbahul Anam

Tentang Peresensi

MISBAHUL ANAM, lahir di Dusun Lembanah, Sentol Laok Pragaan Sumenep, 14 Maret 2000. Riwayat pendidikan dimulai dari RA Miftahul Huda Tambak Batu Larangan Perreng Pragaan Sumenep (lulus, 2009), MI Miftahul Huda (2015), dan sekarang duduk di bangku kelas ix (sembilan) MTs Al-Wathan Larangan Perreng Pragaan Sumenep. Dia berdomisili di Dusun Lembanah, Sentol Laok Pragaan Sumenep dan bisa dihubungi lewat facebook Anam Reymove.
***
Buku Ya Allah, Aku belum Siap Dikubur Hari Ini!
Judul buku      : Ya Allah, Aku belum Siap Dikubur  Hari Ini!
Penulis             : Ibnu Rusydiana Maswan
Penerbit           : Saufa
Cetakan           : Pertama, 2015
Kota terbit       : Yogyakarta
Tebalbuku       : 208
Resentator       : Misbahul Anam

Di dalam buku ini ada beberapa penjelasan tentang kematian, bagaimana mempersiapkan amal kita untuk menjadi bekal di akhirat nanti. Tidak usah khuwatir dengan adanya kematian, tapi yang perlu dikhuwatirkan adalah bagaimana kehidupan kita setelah kematian dan masih banyak yang lainnya.“Setiap sesuatu yang berjiwa akan merasakan kematian. (Ali ‘Imran [3]: 185).

Kehidupan bukanlah sesuatu yang bersifat abadi, dari ayat tersebut telah disebutkan bahwa setiap jiwa akan mati, tidak terkecuali dengan kita. Kematian tidak memandang bulu, mau kaya, miskin, tampan, jelek, pejabat, semuanya akan mati. Dari semua itu, kita tidak perlu memikirkan bagaimana menghadapinya, tapi kita harus memikirkan bagaimana menghadapi kehidupan setelahnya, yaitu akhirat.

Nah, di akhirat hanya ada dua tempat, yaitu surga dan neraka. Seperti yang kita tahu, surga berisi berbagai macam nikmat Allah SWT., sebaliknya dengan neraka, yang berisi beragam siksa-Nya. Dari kedua itu, kita ingin berada di tempat yang lebih baik untuk kita, dan tentunya kita tidak ingin mendapat adzab-Nya. Maka dari itu, kita harus berusaha untuk mendapat ridha-Nya, yaitu dengan cara menaati seluruh perintah-Nya, untuk melakukannya, kita perlu kesadaran, sadar bahwa kehidupan kita tidak akan abadi.

Maka dari itu, kita perlu mempersiapkan kematian dengan sebaik mungkin, yaitu: Pertama, jangan berbangga diri. Berbangga diri atas apapun yang kita memiliki, apalagi hingga membuat terlena dan lupa diri, akan menyebabkan kita abai terhadap kematian. Biasanya, sikap ini akan memunculkan kesombongan. Ketika sikap ini merasuki hati seseorang, memikirkan kematian dirinya tidak akan sempat. Kabar kematian didengar sehari-hari berlalu bagai warta yang tak berarti. Tidak ada kekhuwatiran pada jiwa orang yang yang membanggakan diri dan sombong. Sebab, kedua sifat itu memunculkan keyakinan semua yang membuat mereka merasa bakal hidup langgeng (hlm.74). Bukan hanya harta, pangkat, dan jabatan yang menjadikan seseorang sombong dan berbangga diri, tetapi juga amal dan ibadah yang dilakukan seseorang. Hal inilah yang menyebabkan seseorang lupa dan mengabaikan kematian.

Kedua, jagalah kehormatan diri. Kehormatan merupakan sesuatu yang penting bagi manusia. Bila tidak, tentu tak akan terdengar berita mengenai peperangan atau kekisruhan lainnya lantaran kehormatan seseorang, kelompok, atau negara merasa dihina. Demikian pula bila kehormatan itu dianggap tidak penting, barangkali tidak akan terjadi persaingan, permusuhan memperebutkan status yang dianggap terhormat (hlm.76).

Hakikat menjaga kehormatan adalah menjaga keimanan, ketakwaan, dan ketundukan kepada Allah SWT. Dengan demikian, jangan sekali-kali mengejar tingginya kehormatan lahir bila kehormatan batin justru menjadi lemah.

Ketiga, jangan menghisab orang lain. Seseorang bila tidak cermat terhadap dirinya pasti akan merugi. Kerugian terbesar bagi seseorang adalah ketika sibuk mengoreksi kehidupan orang lain dan lupa terhadap diri hingga ajal menjemputnya.

Tidak sedikit orang yang gemar mengoreksi dan mencela kesalahan saudaranya. Ironis, perbuatan tersebut dianggap mulia. Ia menyangka perbuatannya adalah dakwah. Apapun dalih yang menganggap bahwa mengoreksi dosa orang lain sebagai sesuatu kebenaran, hakikatnya itu merupakan kekeliruan yang fatal. Dan, seseorang yang suka berdalih membenarkan kekeliruan, ia adalah setan yang berpenampilan manusia (hlm. 81).

Semua itu harus kita lakukan dari sekarang, karena ajal kita tidak ada yang tahu, belum tentu umur kita sampai tua, banyak orang yang meninggal secara mendadak di luar sana yang umurnya juga masih muda, entah karena kecelakaan, penyakit, dan lain sebagainya.

Berikut renungan-renungan sebelum kematian tiba, yaitu: Pertama, jaga hati sebelum mati. Hati yang penuh cahaya kemilau itu adalah hati orang-orang beriman. Karena itu, berbahagialah orang yang benar-benar setia dengan keimanannya, sehingga keimanan itu akan menjadikan hati mereka begitu benderang dan membuat mereka tak pernah khuwatir diperangkap oleh kegelapan-kegelapan yang menyesatkan (hlm.186-187).

Kedua, cintai Allah sepenuh hati. Di dunia ini, hanya ada satu yang boleh kita kejar-kejar cintanya dan kita harapkan agar ia juga berkenan mencintai kita, Dialah Allah SWT., Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dzat yang mampu memberikan cinta kasih dengan cinta yang sejati, cinta yang menyelamatkan, cinta yang membuat siapapun yang pernah merasainya akan segera tahu bahwa dunia ini sungguh tidak ada artinya, ketika cinta di hati kita hanya difokuskan kepada Allah demi mengharapkan rasa cinta dari-Nya. Maka, kematian bukan menjadi sesuatu yang menakutkan. Sebaliknya, kematian itulah yang selalu dirindukan (hlm.195).

Dari semua pemaparan itu, saya kira sudah cukup untuk menjelaskan isi dari buku yang berjudul Ya Allah, Aku belum Siap Dikuburkan Hari Ini!, yaitu tentang kematian dan lain sebagainya. Setiap sesuatu di dunia ini pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, tak terkecuali juga dengan buku ini. Kelebihan buku ini di antaranya adalah menggunakan bahasa yang mudah dipahami, tidak banyak istilah-istilah yang perlu dicari di dalam kamus sehingga buku ini cukup menarik untuk dibaca. Kekurangan buku ini, seperti kesalahan tulis yang ada pada halaman 203, tidak sesuai dengan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan), seperti yang terdapat di halaman 25, tapi buku ini baik untuk dibaca agar bisa mengetahui tentang kematian dan selalu berbuat amal kebaikan dalam kehidupan sebelum ajal menjemput kita.
***
Tentang Penulis
           
IBNU RUSYDIANA MASWAN, lahir di Sumenep, 05 November 1981. Menempuh pendidikan tingkat menengah dan atas di kota kelahirannya. Selama ia menjadi pelajar ia aktif di beberapa kegiatan antara lain; OSIS, Unit Kegiatan Pengembangan Intelektual (UKPI) UIN Sunan Ampel Surabaya, Lembaga Strategis Pengembangan Masyarakat (LSPM), Redaktur Buletin Insaf dan Ikstida. Saat ini, penulis tinggal di Kebumen, Jawa Tengah, setelah menamatkan pendidikan S1-nya di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir Hadits. Penulis juga aktif menulis esai, cerpen, puisi, opini, dan resensi di beberapa media massa lokal serta nasional. Buku yang sudah diterbitkan; Menjadi Suami-Istri yang Ahli Surga (Laksana, 2010).
***
Catatan: Resensi ini merupakan tugas wajib bagi siswa kelas akhir MTs Al-Wathan tahun pelajaran 2017/2018. (MQ).
© 2018

No comments:

Post a Comment