M. Riziq |
Tentang Peresensi
M. RIZIQ, lahir di Langgar Sabidak, Sentol Daya, Pragaan,
Sumenep pada tanggal 24 Desember 2004. Riwayat pendidikannya dimulai dari RA
Miftahul Huda, Larangan Perreng, Pragaan, Sumenep (lulus 2008), MI Miftahul
Huda, Larangan Perreng, Pragaan, Sumenep (lulus 2016) dan sekarang ia duduk di
bangku kelas IX (Sembilan) MTs Al-Wathan, Larangan Perreng, Pragaan, Sumenep. Jabatannya
di OSIS sebagai Koordinator Bidang Jurnalistik (2017-2018). Saat ini dia
tinggal di Langgar Sabidak, Sentol Daya, Pragaan, Sumenep, Madura, Jawa Timur.
Dia bisa di hubungi lewat facebook : Riziq Ar-Rahim atau lewat No. HP atau WA :
085257463416.
Judul Buku : Bahagianya
Punya Anak Shalih dan shalihah
Penulis : Masykur
Arif
Penerbit : Saufa
Cetakan : Pertama,
2015
Kota Terbit :
Bangutapan, Yogyakarta
Tebal Buku : 2008
Peresensi : M.
Riziq
Anak shalih dan
shalihah adalah dambaan bagi setiap orang tua dan merupakan harta yang sangat
berharga yang tidak hanya berguna di dunia tetapi juga di akhirat nanti. Selain
itu, anak shalih dan shalihah juga dapat menjadi penolong kedua orang tuanya
dan orang lain dari kesusahan hidup di dunia maupun di akhirat.
Buku yang berjudul Bahagianya
Punya Anak Shalih dan shalihah ini, merupakan buku yang di tulis oleh
Masykur Arif yang isinya betapa bahagianya dan sangat berharganya mempunyai
anak shalih dan shalihah.
Shalih dan shalihah
dapat ditunjukkan kepada seseorang yang bersungguh-sungguh dan senantiasa dalam
menjalankan ibadah, beriman, bertakwa, bertingkah laku baik, berakhlak mulia
dan berbakti kepada kedua orang tuanya.
Seiring perkembangan
teknologi dan penelitian terhadap anak, kini cara untuk mencetak anak shalih
dan shalihah tidak hanya dilakukan ketika terlahir, tetapi juga sejak ada dalam
kandungan.
Menurut Baihaqi,
mendidik anak dapat dilakukan sejak dalam kandungan, tidak hanya setelah
terlahir ke dunia saja. Maksudnya, mendidik anak itu, bagi setiap orang tua
haruslah mendidik anaknya saat masih ada dalam kandungan dengan didikan yang
baik karena anak yang ada dalam kandungan dapat menyerap suatu tingkah atau
akhlak yang dilakukan oleh orang tuanya. Oleh karena itu, mendidik anak itu
sangatlah penting bagi setiap orang tua, baik di saat berada dalam kandungan
maupun setelah dilahirkan (hlm. 43). Sebagaimana yang diteguhkan melalui ayat
suci Al-Qur’an, yang artinya, “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan
sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan dari tanah. Kemudian, Dia menjadikan
keturunannya dari sari pati air yang hina. Kemudian, Dia menyempurnakan dan
meniupkan ke dalamnya ruh dan Dia menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan
dan hati, (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” (QS. As-Sajadah [32]:
7-9) (hlm. 45-46).
Kita dapat
mengetahui bahwa sejak dalam kandungan, tepatnya ketika diberikan ruh oleh
Allah SWT janin dapat merespons rangsangan dari luar. Hal tersebut dibuktikan
dengan adanya indera, seperti pendengaran, penglihatan dan hati.
Semula, janin dalam
kandungan dibentuk oleh air mani yang membuahi ovum. Selama pembuahan, janin
menuju bentuk yang sempurna dalam proses penyempurnaan tersebut, Allah
memberkahi janin tersebut dengan ruh atau nyawa yang membuatnya hidup.
Kemudian, janin tersebut mengalami perkembangan-perkembangan hingga menjadi seorang
bayi yang dapat merespons rangsangan di sekitarnya. Sebagaimana firman Allah SWT
dalam Al-Qur’an yang artinya, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dari suatu sari pati (berasal) dari tanah. Lalu, Kami jadikan sari pati itu air
mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani
tersebut Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah tersebut Kami jadikan
segumpal daging, lalu segumpal daging tersebut kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah Pencipta yang paling
baik." (QS. Al-Mu’minun [23]: 12-14) (hlm. 47).
Terkait firman Allah
di atas, ada tiga tahapan waktu dalam penciptaan manusia, yaitu sebagai berikut.
Pertama, kehamilan berbentuk sperma yang menempel di dinding
rahim selama 40 hari, yaitu sekitar enam minggu yang berarti satu setengah
bulan.
Kedua, sperma berkembang menjadi daging selama 40 hari yang
berarti enam minggu kedua atau sama dengan 12 minggu yang berarti tiga bulan.
Ketiga, daging tersebut berkembang menuju bentuk yang sempurna
selama 40 hari yang berarti enam minggu ketiga atau selama 18 minggu, sama
dengan empat setengah bulan. Kemudian Allah SWT mengutus malaikat untuk
meniupkan ruh.
Menurut penafsiran Baihaqi,
jika masa kehamilan berlangsung selama kurang lebih sembilan bulan, maka
sekitar separuh masa kehamilan (4,5 bulan) anak dalam kandungan belum mempunyai
ruh. Sementara 4,5 bulan selanjutnya, janin tersebut sudah memiliki ruh.
Artinya, sudah hidup dalam kandungan dan dapat merespons segala stimulus yang
diterimanya. (hlm. 49). Oleh karena itu, mencetak anak shalih dan shalihah
sejak dalam kandungan sangatlah penting karena seorang anak dalam kandungan
bisa menerima stimulus-stimulus yang datang kepadanya.
Terkait penafsiran
yang sudah disebutkan sebelumnya, adapun respons yang diberikan oleh anak dalam
kandungan ketika ia mendapat stimulus yang beragam baik yang didengarnya dari
dalam maupun luar rahim, yaitu ada enam hal sebagai berikut :
Pertama, mendengarkan suara. Menurut Shahidullah dan Hepper
sebagaimana yang dikutip oleh Yesie, kemampuan mendengar anak dalam kandungan
dimulai sekitar 16 minggu setelah pembuahan pada minggu ke-16, anak dalam
kandungan sangat reseptif terhadap suara ibunya. Sebab, suara ibu lebih dekat
dan kuat ketimbang suara-suara yang datang dari luar rahim. Oleh karena itu,
alangkah baiknya jika anak dalam kandungan selalu diperdengarkan suara yang
baik. Sebab, suara yang baik dapat membentuk mental anak menjadi shalih maupun shalihah.
Begitu pula sebaliknya, yakni jika anak sering mendengarkan suara yang tidak
baik (buruk), itu bisa membentuk mental anak menjadi kasar dan keras (hlm. 54).
Kedua, merasakan sentuhan. Menurut Yesie, hubungan antara ibu
dan anak yang berada dalam kandungan memang berbeda, tetapi saling berkaitan.
Artinya, segala yang dirasakan oleh ibu dapat juga dirasakan oleh anak yang ada
dalam kandungannya. Oleh karena itu, sentuhlah janin (perut) anda dengan
kelembutan dan penuh kasih sayang. Sebab, sentuhan tersebut akan membentuk anak
shalih maupun shalihah.
Ketiga, mencari posisi yang lebih nyaman. Ketika janin memasuki
bulan kelima dalam kandungan, ia mampu memosisikan dirinya agar lebih nyaman
dalam ruang rahim. Artinya, bahwa janin sudah mempunyai kemampuan untuk
mengubah posisinya dalam rahim. Hal itu pun dapat dirasakan bahwa janin dalam
kandungannya melakukan gerakan.
Keempat, melihat. Selama ini, kita beranggapan bahwa rahim
tidak dapat dimasuki cahaya sehingga gelap. Padahal kenyataannya tidak begitu,
dalam rahim ibu terdapat cahaya yang tidak tersaring sehingga mampu menembus
jaringan dalam rahim. Ketika melihat cahaya masuk ke dalam kandungan, anak akan
menunjukkan peningkatan aktivitas motoriknya dan percepatan denyut jantung atau
berbalik ke arah cahaya. Sebab, kelopak mata anak dalam kandungan mulai membuka
sekitar 20 minggu usia kelahiran.
Kelima, mengecap. Pada usia 12 minggu, anak dalam kandungan
sudah mulai mengecap atau dapat merasakan rasa, seperti manis, pahit, asam dan
asin. Anak dalam kandungan tersebut dapat merasakan rasa, karena ada rasa yang
hadir dalam cairan ketuban.
Keenam, mencium bau. Anak dapat merasakan aroma karena cairan
ketuban yang mengandung bermacam-macam zat wangi yang terus berubah-ubah, tergantung
dengan jenis makanan yang dikonsumsi oleh ibunya. Sehingga, anak dalam
kandungan tersebut dapat mengingat aroma yang sering dirasakannya dan
menentukan selera makanannya sejak dalam kandungan (hlm. 54-58).
Setelah mengetahui
respons anak dalam kandungan yang sudah disebutkan sebelumnya. Selain itu, ada
sembilan tips atau cara mencetak anak shalih dan shalihah dalam kandungan,
yaitu sebagai berikut :
Pertama, memperkenalkan Al-Qur’an. Untuk memperkenalkan
Al-Qur’an terhadap anak dalam kandungan, orang tua harus sering membaca
Al-Qur’an, baik dalam fase kandungan bahkan sampai fase kelahiran. Dengan
membaca Al-Qur’an, anak dalam kandungan dapat menyerap hal-hal positif dan
karunia-karunia Al-Qur’an. Dengan begitu, Insya Allah harapan kita untuk mempunyai
anak shalih dan shalihah akan terwujud (hlm. 69).
Kedua, melalui shalat. Sebagaimana kita ketahui, bahwa hukum
mengerjakan shalat lima waktu bagi umat Islam yang berakal adalah wajib. Dengan
demikian, ibu hamil juga memiliki kewajiban untuk melakukan shalat lima waktu.
Dengan melaksanakan shalat fardhu tersebut, ibu hamil tersebut mendapatkan
ketenangan jiwanya tetapi juga kesehatan dalam perutnya. Sehingga, ia menjadi
anak yang shalih maupun shalihah.
Ketiga, melalui dzikir. Dzikir dapat diamalkan di berbagai
tempat. Bagi ibu hamil, dzikir sangatlah penting, karena ibu hamil yang sering
berdzikir akan membuatnya menjadi wanita yang kuat, optimis dan percaya diri.
Sehingga, anak dalam kandungannya akan selalu sehat, cerdas dan kelak menjadi
anak yang shalih maupun shalihah.
Keempat, dengan amalan Asmaul Husna. Seorang ibu hamil yang
mengamalkan Asmaul Husna, ia akan mendapatkan ketenteraman jiwa, hati, rasa
optimis menjalani masa kehamilan dan sehat secara lahir dan batin. Dengan
begitu, si ibu telah mengajarkan tauhid kepada anak dalam kandungannya.
Sehingga, ketika anak dilahirkan, ia membawa sifat-sifat Asmaul Husna.
Kelima, melalui doa. Berdoa bagi ibu hamil sangatlah penting
untuk keinginan memperoleh anak shalih maupun shalihah. Oleh karena itu,
hendaklah orang tua harus berdoa secara khusyuk dan bersungguh-sungguh dalam
berdoa agar mereka dikaruniai anak shalih maupun shalihah.
Keenam, melalui musik. Menurut Boethius, musik sebagian dari
kehidupan manusia yang memiliki pengaruh positif dan negatif. Oleh karena itu,
sebagai orang tua harus selektif memilih musik untuk diperdengarkan kepada anak
dalam kandungan. Khususnya kepada ibu, hendaklah meniatkan mendengarkan musik
sebagai bagian dari ibadah kepada Allah SWT sehingga ketika anak dilahirkan ia
membawa kecerdasan dan menjadi anak shalih maupun shalihah.
Ketujuh, melalui makanan dan minuman yang halal. Hendaknya kita
cermat dalam memilih kehalalan makanan dan minuman untuk dikonsumsi oleh ibu
hamil yang sedang hamil. Oleh karena itu, karena makanan dan minuman yang halal
tersebut bermanfaat bagi pertumbuhan dan fisik anak dalam kandungan juga
bermanfaat bagi jiwanya, begitu juga terhadap si ibu. Artinya, anak yang
mendapatkan asupan makanan dan minuman yang halal dari ibunya, akan memiliki
jiwa yang sehat, baik, dan tumbuh menjadi pribadi yang shalih maupun shalihah.
Kedelapan, dengan akhlak mulia. Terhadap anak yang ada dalam
kandungannya, sang ibu harus mengajarkan akhlak yang mulia atau tingkah laku
yang baik, karena ibu merupakan teladan bagi anak yang ada dalam kandungannya.
Baik seluruh aktivitas maupun semua tingkah laku sang ibu. Oleh karena itu,
akhlak mulia perlu ditanam dalam hati dan diri seorang ibu hamil. Sebab, saat
menjalin masa kehamilan, ibu hamil kesulitan mengontrol emosinya. Oleh karena
itu, pemeliharaan akhlak mulia dapat membuat anak kelak menjadi anak yang shalih
maupun shalihah.
Kesembilan, melalui kebersamaan keluarga. Kebersamaan keluarga
harus selalu terpelihara, terutama ketika seorang ibu hamil menjalani masa kehamilannya.
Sebab, kebersamaan merupakan kunci utama untuk meningkatkan kesejahteraan,
kebahagiaan dan keharmonisan keluarga. Dengan begitu, anak yang ada dalam
kandungan sang ibu akan cepat merespons segala hal yang berkaitan dengan
anggota keluarga. Selain itu, kebersamaan itu akan mendatangkan kehangatan
cinta dari seluruh anggota keluarganya kepada ibu hamil dan anak dalam
kandungannya. Tidak hanya itu saja, kebersamaan keluarga juga akan mendatangkan
kehangatan cinta yang dapat meminimalisasi timbulnya trauma dan stres kepada si
ibu dan anak dalam kandungannya. Sehingga, akan terjadi peningkatan semangat
dan kepercayaan diri pada si ibu hamil. Oleh karena itu, setiap anggota
keluarga hendaklah meningkatkan kebersamaannya seseringn mungkin. Sehingga anak
yang terlahir dalam suatu keluarga menjadi anak yang shalih maupun shalihah
(hlm. 69-200).
Demikian penerapan
tentang bagaimana tips mempunyai anak shalih dan shalihah sehingga anak yang
kita inginkan untuk menjadi anak yang shalih dan shalihah akan terwujud hingga
membahagiakan hati orang tuanya. Penjelasan di atas sudah cukup lugas untuk
menggambarkan isi buku ini. Kelebihan lain dari buku ini, bahasannya tidak
terbelit (ringkas), komunikatif dan penjelasannya juga mudah dipahami.
Sehingga, siapapun yang membacanya akan lebih mudah memahaminya. Tidak hanya
itu, buku ini juga bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits, dan buku ini juga diperkaya
dengan pendapat ulama dan para ahli, sehingga kebenarannya tidak diragukan
lagi.
***
Tentang Penulis
MASYKUR ARIF, M.Hum., lahir di Bondowoso, Jawa Timur. Pendidikan pertama ditempuh
di tanah kelahirannya. Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya ke PP. Annuqayah,
Guluk-Guluk Sumenep, Madura. Ia juga alumni Fakultas Ushuludin, Jurusan Teologi
dan Pemikiran Islam, serta mendapat gelar Magister Humaniora Konsentrasi
Filsafat Islam Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Beberapa buku karyanya
yang telah diterbitkan antara lain, Rahasia Kecerdasan Ali bin Abi Thalib Si
Super Genius (DIVA Press, 2013), Renungan-Renungan Islam Harian untuk
Bapak/Suami (DIVA Press, 2011), Pertanyaan-Pertanyaan Anak yang Tidak Bisa
Dijawab oleh Orang Tua (Laksana, 2012), Kesalahan-Kesalahan Fatal Paling
Sering Dilakukan Guru dalam Kegiatan Belajar-Mengajar (DIVA Press, 2011)
dan beberapa buku lainnya. Ia bisa dihubungi di masy-area@yahoo.co.id.
***
Catatan: Resensi ini merupakan tugas
wajib bagi siswa kelas akhir MTs Al-Wathan tahun pelajaran 2018/2019. (MQ).
© 2019
No comments:
Post a Comment