Wednesday, May 30, 2018

BERDOA DALAM SHALAT ISTIKHARAH

Mohammad Jefri

Tentang Peresensi

MOHAMMAD JEFRI, lahir di Dusun Lembanah Sentol Laok Pragaan Sumenep, 14 November 2003. Riwayat pendidikannya dimulai dari SDN Sentol Laok (lulus, 2015), dan sekarang duduk di bangku kelas ix (sembilan) MTs Al-Wathan Larangan Perreng Pragaan Sumenep sekaligus nyantri di Pondok Pesantren Miftahul Huda Tambak Batu Larangan Perreng. Mengenai prestasinya, ia pernah meraih juara 2 lomba cerdas-cermat di Miftahul Huda Tambak Batu.
***
Buku Dahsyatnya Shalat Istikharah
Judul buku      : Dahsyatnya Shalat Istikharah
Penulis             : A.F. Razi
penerbit           : Saufa
cetakan            : Pertama, 2014
kota terbit        : Jogjakarta
tebal buku       : 190 halaman
Peresensi         : Mohammad Jefri
                                                     
Buku yang berjudul Dahsyatnya Shalat Istikharah ini menginghatkan kepada kita bahwa dalam shalat kita dituntut untuk mendirikannya dengan khusyuk. Sebab, dengan khusyuk dalam shalat, permintaan kita akan terima oleh Allah SWT.

Nah, apa yang dimaksud shalat istikharah? Untuk menjawab partanyaan tersebut, buku ini menjelaskan tentang dua hal, shalat dan istikharah. Dalam mendifisikan tentang shalat, Komaruddin Hidayat membaginya dalam dua hal. Pertama, shalat berarti ikatan, sebagaimana yang ditemukan dalam kata silaturrahmi, yaitu saling bertemu untuk mengikat tali kasih sayang. Kedua, shalat bermakna doa. Pada hakikatnya, shalat semestinya senantiasa menyandarkan bahwa sesungguhnya dorongan hati terdalam itu ingin selalu terikat, mengikatkan diri dengan Allah SWT seperti selalu ingin dekat dengan ibunya.

Sedangkan yang dimaksud dengan istikharah adalah permohonan seorang hamba, meminta petunjuk terbaik dalam menentukan sebuah pilihan. Dan, tentang definisi shalat dan istikharah tersebut maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa shalat istikharah adalah shalat sunnah yang dilakukan untuk memohon petunjuk kepada Allah SWT. Al-Manawi berkata bahwa istikharah adalah sebuah permohonan kepada Allah SWT agar Dia menunjukkan pilihan yang terbaik kepada hamba-Nya. Dan, juga hakikatnya, shalat istikharah adalah menyerahkan segala sesuatu kepada Allah SWT. Karena, Dia-lah Yang Maha Mengetahui mana perkara yang terbaik bagi hamba-Nya. Dan selain itu, Allah merupakan Dzat Yang Maha Kuasa untuk menentukan hal terbaik bagi hamba.

Dengan menjalankan shalat istikharah, insya Allah, segala pilihan yang kita ambil akan menuai manfaat. Namun, perlu ditegaskan bahwa pilihan hanya akan menuai hasil positif jika ditopang oleh beberapa hal lainnya, seperti, sungguh-sungguh dalam berdoa, serius dalam berusaha, kokohnya pondasi iman, dan bersandar sepenuhnya kepada Allah SWT melalui jalan tawakkal.

Di antara wujud kasih sayang Allah kepada kita semua sebagai hamba-Nya adalah disyariatkan shalat istikharah agar kita dapat meminta petunjuk atas apa yang akan kita kerjakan. Dalam sabdanya, Rasulullah SAW menjelaskan, Jika salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat istikharah dua rakaat selain shalat fardu.” (HR. Bukhari).

Bagi orang-orang yang belum pernah menjalankan shalat istikharah, mereka pasti akan bertanya, bagaimana menjalankan shalat istikharah? atau, bagi mereka yang sudah menjalankan shalat istikharah, tetapi belum begitu menguasai ihwal bacaan, doa serta pelaksanaannya, pertanyan demikian akan muncul dalam benak mereka. Nah, pada bagian tersebut, buku ini menjelaskan secara terperinci tata cara pelaksanaan, jumlah rakaat, bacaan shalat, hingga doa setelah melaksanakan shalat istikharah (hlm. 13-16).

Sebagian ulama menjelaskan, kita dianjurkan shalat istikharah apabila kita sedang meghadapi persoalan yang mubah, yaitu seperti menikah, berdagang, melamar pekerjaan, melanjutkan sekolah, dan juga lain sebagainya. Dan, shalat istikharah tidak berlaku untuk perkara yang diharamkan, seperti pacaran, berjudi dan juga lain sebagainya.

Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari menjelaskan, Ibnu Abi Hamzah berkata, “Sesungguhnya, terhadap perkara yang wajib dan sunnah, kita tidak perlu shalat istikharah untuk melakukannya. Karena itu, jelaslah bahwa shalat istikharah ini hanya berlaku pada hal-hal yang mubah (boleh), atau yang mustahab (sunnah) apabila terjadi pertentangan di antara keduanya mana yang di dahulukan dan di kerjakan. Dan, jangan meremehkan urusan ini. Tetaplah memohon pilihan kepada Allah (melalui shalat istikharah), baik dalam urusan besar maupun kecil, yang utama maupun yang remeh dalam setiap perkara yang disyariatkan untuk istikarah padanya. Boleh jadi, yang remeh itulah yang justru menjadi perkara yang besar (hlm. 32).

Kapan shalat istikharah dianggap berhasil? Apabila kita tidak melanggar syariat. Dan, juga apabila berhasil niscaya Allah SWT akan memberikan yang terbaik untuk kita. Allah SWT menurunkan malaikat-Nya untuk mendampingi urusan kita. Sehingga jalan yang kita tempuh tidak akan berseberangan dengan syariat agama. Dan, ketika shalat kita gagal, niscaya Allah SWT membiarkan langkah kita. Karena Allah SWT tidak bersama kita, dan setan pun akan datang dari diri kita dan membujuk kita untuk melakukan hal-hal yang berseberangan dengan syariat.

Apabila ketika kita menjalankan shalat istikharah dengan terpaksa, ingin dipuji orang lain atau mertuanya dan juga lain sebagainya, berhentilah untuk mengikuti ajakan setan. Kembalilah dengan bermunajat dan lebih mendekatkan diri kepada Allah. Sebab, ketika setan telah menuntun kita, maka hanya Allah yang bisa memberikan pertolongan. Allah SWT menjelasakan, “Sesungguhnya, orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan, apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan, tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa’ [4]: 142) (hlm.76).

Salah seorang sahabat Nabi SAWmengatakan, “Bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok, dan bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya.” Pola pikir semacam inilah yang muncul ketika shalat istikharah yang kita jalankan diterima oleh Allah, ia memanggil kita untuk beribadah kepada Allah.

Kita perlu sadari bahwa orang yang dekat kepada Allah bukanlah orang yang setiap hari beribadah dan melupakan kehidupan dunia, akan tetapi mereka berhasil memadukan kehidupan dunia dan akhirat. Itulah hamba Allah yang sebenarnya. Mereka yang dekat kepada Allah akan selalu berpikir, sesungguhnya kebahagiaan akhirat tidak akan tercapai ketika kehidupan dunia berantakan.

Sampai di sini, kiranya menjadi sangat jelas bahwa shalat istikharah dikatakan berhasil apabila kita menganggap dunia sebagai lahan untuk mencari pahala. Kita bekerja bukan untuk mencari harta, melainkan mendekatkan diri kepada Allah.

Jika shalat istikharah kita belum berhasil, maka hendaknya di hari yang akan datang kita lebih hati-hati dalam menjalankan pilihan dan perlu kiranya mengulangi lagi shalat istikharah kita (hlm. 77-79).

Sebagian orang mungkin sudah pernah melaksanakan shalat istikharah, namun sampai saat ini ia tetap miskin, tidak bahagia dan dihimpit berbagai macam permasalahan. Pertanyaannya, benarkan shalat istikharahnya yang sudah ia dikerjakan? Kemungkinan besar shalat istikharah yang dikerjakannya belum sempurna. Karenanya, segala tujuan yang diinginkan belum bisa tercapai.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Allah menciptakan manusia disertai dengan sifat fujur (kecenderungan berbuat maksiat dan dosa) dan takwa. Dua potensi inilah yang akan merasakan penderitaan atau kebahagiaan. Jika menjalankan ketakwaan, kebahagian akan menyertainya. Dalam firman-Nya, Allah SWT menegaskan, “... Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 197) (hlm. 147-148).  

Demikian pemaparan tentang bagaimana berdoa dalam shalat istikharah sehingga doa kita benar-benar berpengaruh pada tingkah laku, sikap ataupun hal-hal yang berkaitan dengan diri kita. Penjelasan di atas sudah cukup jelas untuk menggambarkan isi buku ini. Tentu di dalamnya berisi pelajaran-pelajaran kepada kita untuk menerapkan kekhusyukan dalam berdoa dan dalam shalat istikharah.

Buku ini memiliki kelebihan tersendiri. Di antaranya, memberikan gambaran begitu jelas kepada pembaca untuk menerapkan shalat istikharah. Bagi orang yang ingin membacanya tak perlu mencari istilah-istilah dalam kamus, karena bahasa yang digunakan dalam buku ini mudah dipahami. Siapapun yang membacanya akan mudah memahami isinya.

Secara umum buku ini tidak memiliki kekurangan. Buku ini layak ditelaah dan diterapkan bagi kaum muslimin yang ingin meningkatkan kualitas ibadah shalat istikharah kepada Allah, karena isinya menuntun para pembaca agar shalat yang dilakukan lebih baik sehingga mampu menjadi shalat yang sempurna dan diterima oleh Allah.
***
Tentang Penulis

A.F. RAZI, saat ini menjadi pengurus Pondok Pesantren Baitul Kilmah Yogyakarta. Ia merupan sarjana teologi Islam UIN SUKA Yogyakarta. Kegemarannya terhadap ilmu agama mendorong pemuda kelahiran Rembang ini selalu dekat dengan para ulama. Hingga kini, tak kurang dari enam pesantren telah ia singgahi guna mematangkan pemahamannya tentang agama Islam.
***
Catatan: Resensi ini merupakan tugas wajib bagi siswa kelas akhir MTs Al-Wathan tahun pelajaran 2017/2018. (MQ).
© 2018 

No comments:

Post a Comment