Mohammad Jefri |
Tentang Peresensi
MOHAMMAD JEFRI, lahir di Dusun Lembanah Sentol Laok Pragaan Sumenep, 14
November 2003. Riwayat pendidikannya dimulai dari SDN Sentol Laok (lulus, 2015),
dan sekarang duduk di bangku kelas ix (sembilan) MTs Al-Wathan Larangan Perreng
Pragaan Sumenep sekaligus nyantri di
Pondok Pesantren Miftahul Huda Tambak Batu Larangan Perreng. Mengenai
prestasinya, ia pernah meraih juara 2 lomba cerdas-cermat di Miftahul Huda
Tambak Batu.
***
Buku Dahsyatnya Shalat Istikharah |
Judul buku : Dahsyatnya Shalat
Istikharah
Penulis : A.F. Razi
penerbit : Saufa
cetakan : Pertama,
2014
kota terbit : Jogjakarta
tebal buku : 190
halaman
Peresensi
: Mohammad Jefri
Buku yang berjudul Dahsyatnya Shalat Istikharah ini
menginghatkan kepada kita bahwa dalam shalat kita dituntut untuk mendirikannya
dengan khusyuk. Sebab,
dengan khusyuk dalam shalat, permintaan
kita akan terima oleh Allah SWT.
Nah, apa yang dimaksud shalat istikharah?
Untuk menjawab partanyaan tersebut, buku ini
menjelaskan tentang dua hal, shalat dan istikharah. Dalam mendifisikan tentang
shalat, Komaruddin Hidayat
membaginya dalam dua hal. Pertama, shalat
berarti ikatan, sebagaimana yang ditemukan
dalam kata silaturrahmi, yaitu saling bertemu untuk mengikat tali kasih
sayang. Kedua, shalat bermakna doa. Pada hakikatnya, shalat
semestinya senantiasa menyandarkan bahwa sesungguhnya dorongan hati terdalam
itu ingin selalu terikat,
mengikatkan diri dengan Allah SWT seperti selalu
ingin dekat dengan ibunya.
Sedangkan yang dimaksud dengan
istikharah adalah permohonan seorang hamba, meminta petunjuk terbaik dalam menentukan sebuah pilihan. Dan,
tentang definisi shalat dan istikharah tersebut
maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa shalat istikharah adalah shalat sunnah
yang dilakukan untuk memohon petunjuk kepada Allah SWT. Al-Manawi
berkata bahwa istikharah adalah sebuah permohonan kepada Allah SWT agar
Dia menunjukkan pilihan yang terbaik
kepada hamba-Nya. Dan,
juga hakikatnya, shalat istikharah adalah menyerahkan segala sesuatu kepada
Allah SWT. Karena,
Dia-lah Yang Maha Mengetahui
mana perkara yang terbaik bagi hamba-Nya.
Dan selain itu, Allah merupakan Dzat
Yang Maha Kuasa untuk menentukan hal terbaik
bagi hamba.
Dengan menjalankan shalat istikharah, insya
Allah, segala pilihan yang kita ambil akan menuai manfaat.
Namun, perlu ditegaskan
bahwa pilihan hanya akan menuai hasil positif
jika ditopang oleh beberapa hal
lainnya, seperti, sungguh-sungguh dalam berdoa, serius dalam berusaha, kokohnya pondasi
iman, dan bersandar sepenuhnya kepada Allah SWT melalui jalan tawakkal.
Di antara wujud kasih sayang Allah kepada
kita semua sebagai hamba-Nya adalah disyariatkan shalat istikharah agar kita dapat
meminta petunjuk atas apa
yang akan kita kerjakan. Dalam
sabdanya, Rasulullah
SAW menjelaskan, “Jika
salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan suatu urusan, maka
kerjakanlah shalat istikharah dua rakaat selain shalat fardu.” (HR. Bukhari).
Bagi orang-orang yang belum pernah
menjalankan shalat istikharah, mereka pasti akan bertanya, bagaimana
menjalankan shalat istikharah? atau,
bagi mereka yang sudah menjalankan shalat istikharah, tetapi belum begitu
menguasai ihwal bacaan, doa serta pelaksanaannya, pertanyan demikian akan
muncul dalam benak mereka. Nah, pada bagian tersebut, buku ini
menjelaskan secara terperinci tata cara pelaksanaan, jumlah
rakaat, bacaan shalat, hingga doa setelah melaksanakan shalat istikharah (hlm. 13-16).
Sebagian ulama menjelaskan, kita dianjurkan shalat istikharah
apabila kita sedang meghadapi persoalan yang mubah,
yaitu seperti menikah, berdagang, melamar pekerjaan, melanjutkan
sekolah, dan juga lain sebagainya. Dan,
shalat istikharah tidak berlaku untuk perkara yang diharamkan, seperti pacaran, berjudi
dan juga lain sebagainya.
Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari menjelaskan, Ibnu Abi Hamzah berkata, “Sesungguhnya,
terhadap perkara yang wajib dan sunnah, kita tidak perlu shalat istikharah
untuk melakukannya. Karena itu, jelaslah
bahwa shalat istikharah ini hanya berlaku pada hal-hal yang mubah (boleh), atau yang mustahab (sunnah) apabila terjadi pertentangan di antara keduanya
mana yang di dahulukan dan di kerjakan. Dan, jangan meremehkan urusan ini. Tetaplah
memohon pilihan kepada Allah (melalui shalat istikharah), baik
dalam urusan besar maupun kecil, yang utama maupun yang remeh dalam setiap
perkara yang disyariatkan untuk istikarah padanya. Boleh jadi, yang remeh itulah yang justru menjadi
perkara yang besar (hlm. 32).
Kapan shalat istikharah dianggap
berhasil? Apabila kita tidak melanggar syariat. Dan,
juga apabila berhasil niscaya Allah SWT akan
memberikan yang terbaik untuk kita.
Allah SWT menurunkan malaikat-Nya untuk mendampingi urusan
kita. Sehingga jalan yang kita tempuh tidak akan berseberangan dengan syariat
agama. Dan, ketika shalat kita gagal, niscaya Allah
SWT membiarkan langkah kita. Karena Allah SWT tidak
bersama kita, dan setan pun
akan datang dari diri kita dan membujuk kita untuk
melakukan hal-hal yang berseberangan dengan syariat.
Apabila ketika kita menjalankan shalat
istikharah dengan terpaksa, ingin dipuji
orang lain atau mertuanya dan juga lain sebagainya, berhentilah untuk mengikuti ajakan setan. Kembalilah dengan bermunajat dan lebih mendekatkan diri kepada Allah.
Sebab, ketika setan telah menuntun kita, maka hanya Allah yang bisa memberikan
pertolongan.
Allah SWT menjelasakan,
“Sesungguhnya,
orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka.
Dan, apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka bermaksud riya’ (dengan
shalat) di hadapan manusia. Dan, tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit
sekali.” (QS. An-Nisa’
[4]: 142) (hlm.76).
Salah seorang sahabat Nabi SAWmengatakan, “Bekerjalah
untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok, dan bekerjalah untuk duniamu
seakan-akan kamu akan hidup selamanya.” Pola pikir semacam inilah yang muncul
ketika shalat istikharah yang kita jalankan diterima oleh Allah, ia memanggil
kita untuk beribadah kepada Allah.
Kita perlu sadari bahwa orang yang dekat kepada Allah
bukanlah orang yang setiap hari beribadah dan melupakan kehidupan dunia, akan
tetapi mereka berhasil memadukan kehidupan dunia dan akhirat. Itulah hamba
Allah yang sebenarnya. Mereka yang dekat kepada Allah akan selalu berpikir,
sesungguhnya kebahagiaan akhirat tidak akan tercapai ketika kehidupan dunia
berantakan.
Sampai di sini, kiranya menjadi sangat jelas bahwa shalat
istikharah dikatakan berhasil apabila kita menganggap dunia sebagai lahan untuk
mencari pahala. Kita bekerja bukan untuk mencari harta, melainkan mendekatkan
diri kepada Allah.
Jika shalat istikharah kita belum berhasil, maka
hendaknya di hari yang akan datang kita lebih hati-hati dalam menjalankan
pilihan dan perlu kiranya mengulangi lagi shalat istikharah kita (hlm. 77-79).
Sebagian orang mungkin sudah pernah melaksanakan shalat
istikharah, namun sampai saat ini ia tetap miskin, tidak bahagia dan dihimpit
berbagai macam permasalahan. Pertanyaannya, benarkan shalat istikharahnya yang
sudah ia dikerjakan? Kemungkinan besar shalat istikharah yang dikerjakannya
belum sempurna. Karenanya, segala tujuan yang diinginkan belum bisa tercapai.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Allah menciptakan manusia
disertai dengan sifat fujur (kecenderungan
berbuat maksiat dan dosa) dan takwa. Dua potensi inilah yang akan merasakan
penderitaan atau kebahagiaan. Jika menjalankan ketakwaan, kebahagian akan
menyertainya. Dalam firman-Nya, Allah SWT menegaskan, “... Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 197) (hlm. 147-148).
Demikian pemaparan tentang bagaimana berdoa dalam shalat
istikharah sehingga doa kita benar-benar berpengaruh pada tingkah laku, sikap
ataupun hal-hal yang berkaitan dengan diri kita. Penjelasan di atas sudah cukup
jelas untuk menggambarkan isi buku ini. Tentu di dalamnya berisi pelajaran-pelajaran
kepada kita untuk menerapkan kekhusyukan dalam berdoa dan dalam shalat
istikharah.
Buku ini memiliki kelebihan tersendiri. Di antaranya,
memberikan gambaran begitu jelas kepada pembaca untuk menerapkan shalat
istikharah. Bagi orang yang ingin membacanya tak perlu mencari istilah-istilah
dalam kamus, karena bahasa yang digunakan dalam buku ini mudah dipahami. Siapapun
yang membacanya akan mudah memahami isinya.
Secara umum buku ini tidak memiliki kekurangan. Buku ini
layak ditelaah dan diterapkan bagi kaum muslimin yang ingin meningkatkan
kualitas ibadah shalat istikharah kepada Allah, karena isinya menuntun para
pembaca agar shalat yang dilakukan lebih baik sehingga mampu menjadi shalat yang
sempurna dan diterima oleh Allah.
***
Tentang Penulis
A.F. RAZI, saat ini menjadi pengurus Pondok Pesantren Baitul Kilmah
Yogyakarta. Ia merupan sarjana teologi Islam UIN SUKA Yogyakarta. Kegemarannya
terhadap ilmu agama mendorong pemuda kelahiran Rembang ini selalu dekat dengan
para ulama. Hingga kini, tak kurang dari enam pesantren telah ia singgahi guna
mematangkan pemahamannya tentang agama Islam.
***
Catatan: Resensi ini merupakan tugas wajib bagi siswa kelas akhir MTs Al-Wathan tahun pelajaran 2017/2018. (MQ).
© 2018
No comments:
Post a Comment