Friday, May 4, 2018

PERNIKAHAN DAN POLIGAMI ALA RASULULLAH

Musyfiquddin
Tentang Peresensi
           
MUSYFIQUDDIN, lahir di Dusun Lembanah Sentol Laok Pragaan Sumenep, 24 Mei 2003. Riwayat pendidikan dimulai dari RA Miftahul Huda Tambak Batu Larangan Perreng (lulus, 2009), MI Miftahul Huda (2015), dan sekarang masih duduk di bangku kelas ix (sembilan) MTs Al-Wathan dan sekaligus nyantri di Pondok Pesantren Miftahul Huda. Pengalaman keorganisasian di antaranya sebagai Wakil Ketua OSIS MTs Al-Wathan (2016-2017), Ketua OSIS (2017-2018).
***
Buku Poligami Berkah ataukah Musibah?
Judul buku      : Poligami, Berkah ataukah Musibah?
Penulis             : ‘Iffah Qanita Nailiya
Penerbit           : DIVA Press
Cetakan           : Pertama, Juni 2016
Kota terbit       : Yogyakarta 
Tebal buku      : 148 halaman
Peresensi         : Musyfiquddin

Dalam buku yang berjudul Poligami, Berkah ataukah Musibah? ini mengulas tentang pernikahan, berpoligami yang adil. Sebelum saya menjelaskan tentang berpoligami dengan adil, saya akan paparkan terlebih dahulu tentang pernikahan.

Pada umumnya manusia mengalami pernikahan, hanya beberapa saja yang tidak mengalaminya disebabkan oleh faktor-faktor tertentu. Menikah adalah sunnah muakkad, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana Hadits Rasulullah SAW. Menikah itu sunnahku. Barang siapa segan mengikuti jejak sunnahku, maka tiadalah ia termasuk golonganku.” (HR. Muslim).

Dari hadits tersebut, menggambarkan bahwa Nabi menganjurkan kita untuk melakukan sunnah-sunnahnya walaupun tidak mampu untuk melakukan semuanya. Hadits lain yang berkaitan dengan masalah pernikahan yang menjelaskan tentang kariteria bagi calon istri, di dalam Islam juga memberikan pertimbangan, apa saja yang harus diperhatikan. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW. “Seorang perempuan dinikahi karena empat perkara; karena harta, keturunan, kecantikan dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama, niscaya kamu akan beruntung.” (HR. Bukhari Muslim). (hlm.8).

Sebenarnya hadits ini tidak hanya tertuju kepada wanita saja, hanya saja karena pada umumnya kaum lelaki yang melamar. Di antara pertimbangan-pertimbangan yang telah disebutkan tadi, yang paling dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW adalah masalah agama, karena jika kita menikah disebabkan oleh harta, kecantikan dan lain sebagainya, tidak bisa memberikan kenyamanan dan ketenteraman dalam berumah tangga. Intinya, jika tidak didasari dengan landasan agama, hanya bisa membuat kesengsaraan dan penyesalan pada diri kita sendiri.

Meskipun demikian, kita harus melihat pada diri kita sendiri. Pernikahan tetap membutuhkan keselarasan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran: “Perempuan-perempuan yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat perempuan-perempuan yang keji (pula), dan perempuan-perempuan yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia.” (QS. An-Nur). (hlm.11).

Berdasarkan pada ayat ini, dapat dipahami bahwa pernikahan adalah pertautan jiwa yang harus diupayakan berlangsung seumur hidup. Melalui pernikahan, dua insan akan hidup di bawah satu atap rumah tangga, mengarungi bahtera kehidupan yang sudah pasti penuh suka dan duka. (hlm.11).

Poligami. Kata ini agaknya sudah tidak asing lagi, sebagian dari mereka menilai poligami dengan sedikit tidak baik, karena poligami identik dengan rasa ketamakan atau kerakusan.   Istilah poligami berasal dari bahasa Yunani, yakni poli, atau polus, yang berarti banyak, dan gamein atau gamos, yang berarti perkawinan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), disebutkan bahwa poligami adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu bersamaan. (hlm.15).

Hal yang menjadi perdebatan dunia pernikahan adalah berkaitan dengan ketentuan kebolehan laki-laki menikahi lebih dari satu istri, atau biasa kita kenal dengan poligami. Sebagaimana firman Allah SWT. “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) anak perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian, jika kamu takut tidak akan dapat adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An-Nisa’: 3). (hlm.13).

Ayat tersebut menimbulkan perdebatan di kalangan para ulama terkait dengan hukum poligami. Mereka yang mendukung poligami, selain menggunakan dasar ayat tersebut, juga mengaitkannya dengan poligami Nabi Muhammad SAW. Sementara itu, pihak lain yang menolak poligami juga mendasarkan penolakannya pada syarat yang sepertinya sulit diterapkan bagi pelaku poligami, yakni bersikap adil dan beberapa pertimbangan lainnya. (hlm.13).

Di dalam berpoligami, yang perlu digarisbawahi yaitu sikap adil. Dalam bersikap adil ada beberapa hal yang harus diperhatikan, di antaranya, pertama, adil dalam memberikan kebutuhan lahir. Seorang suami yang memiliki istri lebih dari satu harus memberikan nafkah materi secara adil kepada semua istrinya. Kedua, adil dalam memberikan kebutuhan batin. Salah satu kebutuhan naluri setiap manusia adalah kebutuhan batin, di antaranya adalah kebutuhan seksual.

Selanjutnya, bagaimana tentang poligaminya Rasulullah? Nah, pertanyaan ini yang selalu mengganjal di pikiran kita. Menurut syariat, bahwa cinta pertama Rasulullah tidak lain adalah Khadijah. Beliau tidak berfikir untuk menikah lagi, namun setelah Abu Thalib dan Khadijah meninggal dunia, para sahabat bersimpati kepada beliau. Mereka menyarankan agar Nabi Muhammad SAW menikah lagi.

Ada beberapa hal yang harus dipahami dalam poligami yang dilakukan Nabi Muhammad, yaitu poligami Nabi Muhammad bukan berlandaskan syahwat. Beliau memutuskan berpoligami karena diperintah oleh Allah SWT serta dorongan beberapa sahabat. Dorongan para sahabat agar Nabi Muhammad menikah lagi tentu bukan tanpa alasan. Mereka menyarankan Nabi Muhamad berpoligami dalam rangka membina dan mempererat hubungan dengan kabilah-kabilah Arab. Istri Nabi Muhammad lebih banyak para janda, ini membuktikan bahwa Nabi Muhammad beristri bukan hasil dorongan syahwat. Kalau seandainya Nabi Muhammad beristri karena syahwat maka dia akan memilih perempuan yang masih gadis.

Poligami Nabi Muhammad SAW bertujuan untuk perdamaian dan persahabatan. Aspek inilah yang dikedepankan dan menjadi landasan beliau saat berpoligami. Contohnya adalah pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Juwairiyah binti Harits dan Shafiyyah binti Huwai. Dari pernikahan tersebut, beliau sedang mengupayakan perdamaian dan menyelesaikan pertentangan dengan kelompok masyarakat yang memusuhinya kala itu, terutama dari suku Al-Harits dan Bani Quraidzah. (hlm.70).

Dengan demikian, ada tujuan besar di balik poligami yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Tujuan itu sama sekali bukan untuk kepentingan pribadi beliau, melainkan untuk kepentingan dakwah dan penyebaran ajaran-ajaran agama Islam.

Demikian penjelasan tentang seluk-beluk pernikahan. Penjelasan di atas sudah cukup untuk menjelaskan isi buku yang berjudul Poligami, Berkah ataukah Musibah? ini, yang di dalamnya berisi tentang kejadian-kejadian yang ada dalam pernikahan, berpoligami dengan sikap adilnya. Dan juga poligami Rasulullah, yaitu tidak dilandasi syahwat atau hawa nafsu, dan juga untuk kemaslahatan agama Islam dan pemeluknya. Beda dengan kita yang hanya dilandasi dengan syahwat atau hawa nafsu saja.

Setiap sesuatu di dunia ini pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, tak terkecuali juga dengan buku ini. Kelebihan buku ini, di antaranya adalah menggunakan bahasa yang mudah dipahami, tidak banyak istilah-istilah yang sulit yang perlu dicari di kamus. Selain itu, kertas sampulnya sudah bagus dan isinya berlandasan dari Al-Quran dan Hadits.

Sebaik-baik karangan yang ditulis tidak akan kebal pada kritik, komentar, dan kekurangan. Termasuk juga pada buku ini, seperti tidak sesuainya dengan tanda ejaan, seperti yang tertulis di halaman 46. Selain tanda baca yang tidak sesuai, ada juga salah penulisan seperti yang tertulis pada halaman 55. Dan juga di dalam buku ini tidak ada kata pengantar.

Meskipun kekurangan buku ini relatif banyak, tapi buku ini sangat baik untuk dibaca agar bisa menambah wawasan kita tentang pernikahan, serta tentang cara berpoligami ala Rasulullah SAW yang sulit kita tiru karena poligami Rasulullah tidak dilandasi oleh hawa nafsu dan sifat adilnya terhadap istri-istrinya. Anda juga akan memahami makna adil dalam berpoligami, renungan-renungan, serta etika yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan oleh suami yang berkeinginan berpoligami. Sehingga, buku ini wajib anda baca demi terwujudnya keluarga yang tenteram dan bahagia. 
***
Tentang Penulis
           
‘IFFAH QANITA NAILIYA, lahir di Sumenep tahun 1981. Menempuh pendidikan dasar hingga sekolah tingkat atas di kota kelahirannya, tepatnya di Pondok Pesantren Nasyi‘atul Muta’allimin. Saat ini, penulis tinggal di Kebumen Jawa Tengah, setelah menamatkan pendidikan S1-nya di Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadits Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Selama menjadi pelajar, ia aktif di beberapa kegiatan, antara lain: OSIS, Kajian Remaja Bangsa, Quntum Ilmiah dan PMR.
***
Catatan: Resensi ini merupakan tugas wajib bagi siswa kelas akhir MTs Al-Wathan tahun pelajaran 2017/2018. (MQ).
© 2018

No comments:

Post a Comment