Tuesday, May 15, 2018

CERITA SEBONGKAH HATI YANG TERLUKA

Oleh : Masruroh [1])
Foto Masruroh
Matahari senja itu, hampir kembali ke peraduaannya . Menyisakan warna keemasannya dan menyemburatkan warna jingganya. Pada saat itu, aku masih termenung di depan pondokku. Memutar ulang memoriku tentang perjalanan kisah cintaku. Kisah cinta yang telah lama terbengkalai oleh adanya kesalahpahaman ini. Kesalahpahaman yang tercipta karena ketidaktahuannya mengartikan bisikan rindu yang kukirimkan lewat angin malam yang syahdu. Rindu yang telah lama kuartikan sebagai tanda hadirnya rasa itu. Rasa yang selama ini telah bersarang dalam kalbuku. Rasa yang tidak wajar untuk kurasakan kepadanya. Rasa yang tidak pantas ada untuk seorang laki-laki yang begitu sempurna seperti dia. Dia memang tidak pantas untukku. Dia terlalu sempurna untuk mendapatkan wanita sepertiku. Tapi apa kuasaku untuk menolak semua ini. ‘’Wanita Senja’’ itulah gelar yang diberikannya untukku.

Sudah lama rasa itu terpagut dalam hatiku, menyusuri setiap celah di hatiku. Menyusup melalui lorong-lorong kecil hingga sampai pada jantungku. Mengalir bersama aliran darahku. Berhembus bersama setiap aliran napasku. Dan, akhirnya kuingat kembali tentang cerita duka itu. Cerita yang telah lama kutinggalkan dan tak pernah lagi kuberniat untuk mengingatnya. Cerita tentang masa laluku yang kelam. Tentang seseorang yang telah lama pergi dari hidupku. Aku memang sengaja mendiaminya, diapun sepertinya sengaja menghindariku, dan akhirnya inilah waktunya roda kehidupan yang kujalani menemui muaranya. Dia malah semakin menjauh dan akhirnya pergi. Tidak ada yang bisa disalahkan dalam masalah ini. Aku ataupun dia hanya menjadi korban ketidakadilan ini. Tuhan pun juga tidak bisa disalahkan dalam masalah ini, karena aku yakin Tuhan mentakdirkan ini semua demi kebaikanku dan dirinya.

Terus, siapa yang pantas disalahkan …??
***
Pagiku kian berlalu dengan tidak begitu cerah. Masih ada segumpal mendung yang menghalangi sinar matahari untuk menyinari bumiku. Sama halnya seperti hatiku, masih ada segumpal kekecewaan yang menyelimutinya.

‘’Apa yang kamu lakukan Wanita Senjaku,’’ ucapnya suatu hari. Aku tak terlalu semangat untuk menggubrisnya. Pikiranku masih melayang  dipermainkan oleh perasaanku sendiri. Masih terekam jelas dibenakku tentang pengkhianatannya. Jadi, aku tidak terlalu mempedulikannya walaupun dalam hati terbesit sebongkah perasaan kasihan. Tapi, rasa sakit mengalahkan segalanya.

‘’Maafkan aku pangeran malamku. Aku belum bisa melupakan akan pengkhianatanmu itu. Jadi biarkan aku sendiri dulu untuk mengarungi bahtera ini. Suatu hari nanti hatiku pasti akan sembuh dari luka ini. Pasti… Sabarlah wahai pangeran. Akan ada saatnya untukku dapat menyematkan kembali namamu di dalam hidupku, tapi tidak sekarang. Jadi, biarkan saja aku sendiri dulu,” tandasku menanggapi perkataannya. Aku tidak terlalu bersemangat untuk menanggapi perkataannya. Hanya itulah suara yang keluar dari bibirku. Mungkin dia tidak mendengarnya. Hanya intaian burung-burung yang merekamnya dengan jelas. Suara itu hanyalah serupa gumaman kecil yang berdengung dari mulutku. Tidak  sepatah katapun yang keluar dari bibirnya. Mungkin dia tersinggung dengan ucapanku. Tapi, apa peduliku …? Sebenarnya masih banyak yang ingin kubicarakan dengannya, tapi suaraku tercekat di kerongkongan hingga keberanianku menguap sudah lalu pergi laksana embun pagi yang tercumbu oleh intaian mentari.
‘’Maafkan aku Wanita Senja, tiada niatan sedikit pun di hatiku untuk mengkhianatimu. Tapi,  sungguh tidak bisa kusangka, aku telah melakukan suatu hal  yang sangat aku benci. Maafkan aku Wanita Senja.” [] (MQ).
©2018


[1] ) Alumnus MTs Al-Wathan tahun 2017.

No comments:

Post a Comment