Nurul Aini |
Tentang Peresensi
NURUL AINI, lahir di Dusun Langgar Sabidak Sentol Daya Pragaan Sumenep, 02 Maret
2001. Riwayat pendidikan dimulai dari RA Miftahul Huda Tambak Batu Larangan
Perreng Pragaan Sumenep (lulus, 2009), MI Miftahul Huda (2015), dan sekarang sedang
duduk di kelas ix (sembilan) MTs Al-Wathan sambil nyantri di PP.
Miftahul Huda. Pengalaman keorganisasian, Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS)
MTs Al-Wathan, Jabatan Anggota Departemen Keagamaan (2016). Saat ini ia tinggal
di Dusun Langgar Sabidak Sentol Daya Pragaan Sumenep.
***
Judul buku : Hisablah Dirimu sebelum Dihisab Kelak
Penulis : Mukhamad Yusuf
Penerbit :
Safirah
Cetakan : Mei 2014
Kota terbit : Yogjakarta
Tebal buku : 188
Peresensi : Nurul Aini
Buku yang
berjudul Hisablah Dirimu sebelum Dihisab Kelak ini mengajak kita untuk
menghitung diri (muhasabah). Dengan ini, kita dapat menghitung apa yang telah
kita lakukan selama ini, sebelum Allah SWT menghisab amal kita pada hari
pembalasan kelak sehingga membawa kita tempat yang mulia, yakni surga. Muhasabah
menjadi penting bagi umat manusia, karena dengan muhasabah kita tidak akan
menyesal ketika kita sudah dihisab kelak. Sungguh besar keagungan Allah, karena
kita sudah diperintah untuk bermuhasabah sebelum atau sesudah melakukan apapun.
Dalam Al-Qur'an
Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah SWT
dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat). Dan bertakwalah kepada Allah SWT sesungguhnya Allah mengetahui apa
kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasys [59]: 18) (hlm. 15).
Sungguh indah
seruan Allah SWT memanggil orang-orang yang beriman untuk bertakwa.Takwa
seperti halnya menjalani perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Dan Allah SWT juga memerintahkan untuk menghitung diri (muhasabah), memeriksa
apa yang telah kita lakukan di dunia.
Selain
memerintahkan bermuhasabah, Allah SWT juga memerintahkan menyusun rencana untuk
hari esok. Harapannya, hari esok menjadi lebih baik dari hari ini. Rasulullah
SAW juga bersabda, “Bahagialah orang yang sibuk memperhatikan aib sendiri
ketimbang memperhatikan aib orang lain.” (HR.Tirmidzi dan Ibn Majah).
Dalam buku ini
dijelaskan, ada tiga macam muhasabah. Pertama, dalam melakukan semua
pekerjaan atau perbuatan, kita harus berpikir sebelumnya. Buat apa kita punya pikiran
kalau tidak dipergunakan untuk berpikir. Kita harus berpikir sebelum
melakukannya, karena dengan berpikir kita tahu mana yang baik dan yang buruk.
Kedua, di saat kita melakukan sesuatu, seharusnya kita mengontrol
terlebih dahulu sebelum kita terlanjur melakukan kesalahan, seperti halnya ketika
kita sedang berkumpul dengan teman-teman seharusnya kita terlebih dahulu
mengontrol pembicaraan agar pembicaraan kita tidak salah atau keliru.
Ketiga, ketika kita sudah melakukan perbuatan, belum tentu kita senang dengan
apa yang sudah kita kerjakan, melainkan kadang ada sedikit kesedihan, karena
kita belum tahu apa yang kita kerjakan itu benar atau salah (hlm. 21).
Dalam pandangan
Ibnu Qayyim, muhasabah setelah melakukan perbuatan ini ada tiga macam (hlm. 22).
Pertama, muhasabah atas ketaatan yang diabaikan. Artinya,seberapa banyak
kita tidak menjalankan perintah Allah SWT. Semisal shalat, puasa ramadhan dan
ibadah lainnya. Kedua, muhasabah atas perbuatan yang apabila ditinggalkan
lebih baik dari pada dilakukan. Ketiga, muhasabah atas perbuatan mubah
yang tidak dilakukan.
Muhasabah juga
mempunyai manfaat. Setidaknya ada enam manfaat yang dapat bisa diperoleh sehingga
bisa mendorong kita untuk selalu bermuhasabah. Pertama, meringankan diri
kita pada saat dihisab kelak. Orang yang bermuhasabah ia tidak akan menyesal, karena
di akhirat nanti ia tidak akan mendapat kesusahan atau kerugian. Sebab itu, ketika
orang sedang bermuhasabah ia selalu menyadari dosa-dosanya dan kesalahannya
yang sudah dilakukan dan ia berusaha untuk memperbaikinya. Umar bin Khattab berkata,
“Sesungguhnya, hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya bagi orang yang
selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia." (hlm. 29).
Kedua, kiamat sudah dekat, musibah datang silih berganti tanpa henti. Sebagian
dari kita, sehingga mereka sibuk mengatasi musibah dengan berbagai upaya, tanpa
pernah memikirkan pencegahan sebelum datangnya musibah. Musibah yang dialami sekarang
ini tidak lain karena ulah tangan manusia. Allah SWT berfirman, “Telah
tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah SWT merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Qs. Ar-Rum [30]:
41).
Membaca firman Allah
di atas sudah jelas karena ulah tangan manusia, banyak di antara kita atau
bahkan kita sendiri menampakkan kekejian untuk mengurangi timbangan dan
perbuatan maksiat yang selalu dilakukannya. Sebab itu, musibah selalu datang
silih berganti.
Ketiga, Orang yang gemar bermuhasabah, ia tidak mudah meyalahkan orang
lain, sebab dengan begitu ia sadar bahwa semua orang punya kelebihan dan
kekurangan, dan ia tidak mudah membenarkan diri sendirinya. Orang yang gemar
bermuhasabah, ia dilapangkan hatinya oleh Allah SWT. Meskipun ia selalu mendapat
ujian, ia tidak pernah putus asa untuk mengatasinya.
Keempat, muhasabah juga menyadarkan kita untuk menghindarkan sifat lalai
kepada Allah SWT dan juga menyadari semua kesalahannya sehingga ia memandang
dunia tidak lebih dari pada akhirat dan juga tidak berfoya-foya dalam menjalani
kehidupan di dunia.
Kelima, muhasabah juga memperbaiki keretakan hubungan dengan orang lain
dan tidak mudah memutus tali silaturrahmi dengan sesama manusia. Dijelaskan pula
bahwa seorang muslim yang bermusuhan dengan sesama muslim, maka akan menghambat
ampunan Allah pada kita. Hal ini dijelaskan dalam hadits, “Sesungguhnya, pintu-pintu
surga dibuka pada hari Senin dan Kamis. Di hari tersebut, seluruh hamba diampuni,
kecuali mereka yang memiliki permusuhan dengan saudaranya. Maka dikatakan, 'tangguhkan
ampunan bagi kedua orang ini hingga mereka berdamai.'” (HR. Ahmad). Berdasarkan
hadits tersebut, penangguhan ampunan bagi orang yang bermusuhan, tidak lain
disebabkan karena mereka enggan untuk bermuhasabah yang mendorong kita untuk
berdamai.
Keenam, manfaat dari muhasabah adalah kita dapat terhindar dari sifat
munafik. Sebab, orang yang bermuhasabah selalu mengoreksi apa yang telah
dikerjakan dan ucapan yang dilontarkan. Ia selalu was-was dalam menjalani hidup
di dunia. Tidak salah jika orang itu tidak tergolong dari sifat munafik.
Buku ini juga memaparkan
tentang penyesalan manusia ketika melakukan dosa, baik itu berupa ucapan
ataupun perbuatan. Mungkin ada di antara kita berhenti berbuat dosa dan
menyesalinya.Tapi, apakah ada di antara kita sudah bertaubat sungguh-sungguh
ataukah masih ragu-ragu untuk bertaubat kepada Allah SWT. Dalam hadits
dijelaskan, “Wahai manusia, bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah SWT dan
beristigfarlah (memohon ampun) kepada-Nya. Sesungguhnya, aku beristigfar setiap
hari seratus kali.” (HR. Muslim).
Taubat yang
bersungguh juga disebut sebagai taubat nasuha, yakni taubat yang didasari keinginan
kuat dalam hati untuk tidak kembali melakukan dosa-dosa yang pernah dilakukan
sebelumnya.
Pemaparan
tentang menghitung diri dalam melakukan sesuatu atau setelah melakukan sesuatu
sudah cukup jelas untuk menggambarkan isi buku yang berjudul Hisablah Dirimu
sebelum Dihisab Kelak. Tentu di dalamnya berisi pelajaran-pelajaran kepada
kita untuk melakukan introspeksi diri dalam melakukan apapun sehingga kita
tidak akan menyesal ketika kita sudah dihisab kelak oleh Allah SWT.
Buku ini
memiliki kelebihan tersendiri. Di antaranya memberikan gambaran begitu jalas
kepada pembaca untuk selalu bermuhasabah. Bahasa yang digunakan dalam buku ini tidak
berbelit-belit hingga mudah dipahami isinya.
Di samping
kelebihan di atas, ada beberapa kekurangan yang juga perlu diketahui oleh
pembaca, di antaranya ada yang kalimatnya bolak-balik dan kurang. Contohnya
dapat dilihat di beberapa halaman, misalnya halaman 27 dan 41. Selain itu, buku
ini gampang copot karena penjilidannya kurang bagus.
Meskipun ada kekurangan
secara fisik dalam buku ini, akan tetapi isi buku ini sangat penting untuk
diterapkan dan diamalkan bagi siapa saja, terutama kaum muslimin yang ingin
kehidupannya tenteram atau kelak akan diringankan beban kejelekannya ketika
saat akan dihisab di akhirat.
***
Tentang Penulis
MUHAMAD YUSUF, adalah pemuda
sederhana kelahiran Temanggung Jawa Tengah. Pendidikan dasar hingga jenjang SMA
dijalaninya di kota kelahirannya, Temanggung. Lalu, ia hijrah ke Yogyakarta untuk
melanjutkan studi. Ia menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Sering kali ia memberikan taushiyah di berbagai tempat dan
kesempatan. Meskipun demikian, Yusuf tetap menekuni dunia menulis sebagai media
dakwah dalam bentuk yang lain. Segala saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan
oleh penulis guna perbaikan karya-karya selanjutnya. Untuk kontak dengan
penulis, bisa melalui email: yusufmuhammad376@yahoo.co.id.
***
Catatan: Resensi ini merupakan tugas wajib bagi siswa kelas akhir MTs Al-Wathan tahun pelajaran 2017/2018. (MQ).
© 2018
No comments:
Post a Comment