Thursday, May 10, 2018

PENTINGNYA INTROSPEKSI DALAM MEMPERBAIKI DIRI

Nurul Aini

Tentang Peresensi
          
NURUL AINI, lahir di Dusun Langgar Sabidak Sentol Daya Pragaan Sumenep, 02 Maret 2001. Riwayat pendidikan dimulai dari RA Miftahul Huda Tambak Batu Larangan Perreng Pragaan Sumenep (lulus, 2009), MI Miftahul Huda (2015), dan sekarang sedang duduk di kelas ix (sembilan) MTs Al-Wathan sambil nyantri di PP. Miftahul Huda. Pengalaman keorganisasian, Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) MTs Al-Wathan, Jabatan Anggota Departemen Keagamaan (2016). Saat ini ia tinggal di Dusun Langgar Sabidak Sentol Daya Pragaan Sumenep.
***
Judul buku      : Hisablah Dirimu sebelum Dihisab Kelak
Penulis             : Mukhamad Yusuf
Penerbit           : Safirah
Cetakan           : Mei 2014
Kota terbit       : Yogjakarta
Tebal buku      : 188
Peresensi         : Nurul Aini                                                                                       
 
Buku Hisablah Dirimu sebelum Dihisab Kelak
Buku yang berjudul Hisablah Dirimu sebelum Dihisab Kelak ini mengajak kita untuk menghitung diri (muhasabah). Dengan ini, kita dapat menghitung apa yang telah kita lakukan selama ini, sebelum Allah SWT menghisab amal kita pada hari pembalasan kelak sehingga membawa kita tempat yang mulia, yakni surga. Muhasabah menjadi penting bagi umat manusia, karena dengan muhasabah kita tidak akan menyesal ketika kita sudah dihisab kelak. Sungguh besar keagungan Allah, karena kita sudah diperintah untuk bermuhasabah sebelum atau sesudah melakukan apapun.

Dalam Al-Qur'an Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah SWT dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Dan bertakwalah kepada Allah SWT sesungguhnya Allah mengetahui apa kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasys [59]: 18) (hlm. 15).

Sungguh indah seruan Allah SWT memanggil orang-orang yang beriman untuk bertakwa.Takwa seperti halnya menjalani perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Dan Allah SWT juga memerintahkan untuk menghitung diri (muhasabah), memeriksa apa yang telah kita lakukan di dunia.

Selain memerintahkan bermuhasabah, Allah SWT juga memerintahkan menyusun rencana untuk hari esok. Harapannya, hari esok menjadi lebih baik dari hari ini. Rasulullah SAW juga bersabda, “Bahagialah orang yang sibuk memperhatikan aib sendiri ketimbang memperhatikan aib orang lain.” (HR.Tirmidzi dan Ibn Majah).

Dalam buku ini dijelaskan, ada tiga macam muhasabah. Pertama, dalam melakukan semua pekerjaan atau perbuatan, kita harus berpikir sebelumnya. Buat apa kita punya pikiran kalau tidak dipergunakan untuk berpikir. Kita harus berpikir sebelum melakukannya, karena dengan berpikir kita tahu mana yang baik dan yang buruk.

Kedua, di saat kita melakukan sesuatu, seharusnya kita mengontrol terlebih dahulu sebelum kita terlanjur melakukan kesalahan, seperti halnya ketika kita sedang berkumpul dengan teman-teman seharusnya kita terlebih dahulu mengontrol pembicaraan agar pembicaraan kita tidak salah atau keliru.

Ketiga, ketika kita sudah melakukan perbuatan, belum tentu kita senang dengan apa yang sudah kita kerjakan, melainkan kadang ada sedikit kesedihan, karena kita belum tahu apa yang kita kerjakan itu benar atau salah (hlm. 21).

Dalam pandangan Ibnu Qayyim, muhasabah setelah melakukan perbuatan ini ada tiga macam (hlm. 22). Pertama, muhasabah atas ketaatan yang diabaikan. Artinya,seberapa banyak kita tidak menjalankan perintah Allah SWT. Semisal shalat, puasa ramadhan dan ibadah lainnya. Kedua, muhasabah atas perbuatan yang apabila ditinggalkan lebih baik dari pada dilakukan. Ketiga, muhasabah atas perbuatan mubah yang tidak dilakukan.
          
Muhasabah juga mempunyai manfaat. Setidaknya ada enam manfaat yang dapat bisa diperoleh sehingga bisa mendorong kita untuk selalu bermuhasabah. Pertama, meringankan diri kita pada saat dihisab kelak. Orang yang bermuhasabah ia tidak akan menyesal, karena di akhirat nanti ia tidak akan mendapat kesusahan atau kerugian. Sebab itu, ketika orang sedang bermuhasabah ia selalu menyadari dosa-dosanya dan kesalahannya yang sudah dilakukan dan ia berusaha untuk memperbaikinya. Umar bin Khattab berkata, “Sesungguhnya, hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia." (hlm. 29).

Kedua, kiamat sudah dekat, musibah datang silih berganti tanpa henti. Sebagian dari kita, sehingga mereka sibuk mengatasi musibah dengan berbagai upaya, tanpa pernah memikirkan pencegahan sebelum datangnya musibah. Musibah yang dialami sekarang ini tidak lain karena ulah tangan manusia. Allah SWT berfirman, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah SWT merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Qs. Ar-Rum [30]: 41).

Membaca firman Allah di atas sudah jelas karena ulah tangan manusia, banyak di antara kita atau bahkan kita sendiri menampakkan kekejian untuk mengurangi timbangan dan perbuatan maksiat yang selalu dilakukannya. Sebab itu, musibah selalu datang silih berganti.

Ketiga, Orang yang gemar bermuhasabah, ia tidak mudah meyalahkan orang lain, sebab dengan begitu ia sadar bahwa semua orang punya kelebihan dan kekurangan, dan ia tidak mudah membenarkan diri sendirinya. Orang yang gemar bermuhasabah, ia dilapangkan hatinya oleh Allah SWT. Meskipun ia selalu mendapat ujian, ia tidak pernah putus asa untuk mengatasinya.

Keempat, muhasabah juga menyadarkan kita untuk menghindarkan sifat lalai kepada Allah SWT dan juga menyadari semua kesalahannya sehingga ia memandang dunia tidak lebih dari pada akhirat dan juga tidak berfoya-foya dalam menjalani kehidupan di dunia.

Kelima, muhasabah juga memperbaiki keretakan hubungan dengan orang lain dan tidak mudah memutus tali silaturrahmi dengan sesama manusia. Dijelaskan pula bahwa seorang muslim yang bermusuhan dengan sesama muslim, maka akan menghambat ampunan Allah pada kita. Hal ini dijelaskan dalam hadits, “Sesungguhnya, pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis. Di hari tersebut, seluruh hamba diampuni, kecuali mereka yang memiliki permusuhan dengan saudaranya. Maka dikatakan, 'tangguhkan ampunan bagi kedua orang ini hingga mereka berdamai.'” (HR. Ahmad). Berdasarkan hadits tersebut, penangguhan ampunan bagi orang yang bermusuhan, tidak lain disebabkan karena mereka enggan untuk bermuhasabah yang mendorong kita untuk berdamai.

Keenam, manfaat dari muhasabah adalah kita dapat terhindar dari sifat munafik. Sebab, orang yang bermuhasabah selalu mengoreksi apa yang telah dikerjakan dan ucapan yang dilontarkan. Ia selalu was-was dalam menjalani hidup di dunia. Tidak salah jika orang itu tidak tergolong dari sifat munafik.

Buku ini juga memaparkan tentang penyesalan manusia ketika melakukan dosa, baik itu berupa ucapan ataupun perbuatan. Mungkin ada di antara kita berhenti berbuat dosa dan menyesalinya.Tapi, apakah ada di antara kita sudah bertaubat sungguh-sungguh ataukah masih ragu-ragu untuk bertaubat kepada Allah SWT. Dalam hadits dijelaskan, “Wahai manusia, bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah SWT dan beristigfarlah (memohon ampun) kepada-Nya. Sesungguhnya, aku beristigfar setiap hari seratus kali.” (HR. Muslim).

Taubat yang bersungguh juga disebut sebagai taubat nasuha, yakni taubat yang didasari keinginan kuat dalam hati untuk tidak kembali melakukan dosa-dosa yang pernah dilakukan sebelumnya.

Pemaparan tentang menghitung diri dalam melakukan sesuatu atau setelah melakukan sesuatu sudah cukup jelas untuk menggambarkan isi buku yang berjudul Hisablah Dirimu sebelum Dihisab Kelak. Tentu di dalamnya berisi pelajaran-pelajaran kepada kita untuk melakukan introspeksi diri dalam melakukan apapun sehingga kita tidak akan menyesal ketika kita sudah dihisab kelak oleh Allah SWT.

Buku ini memiliki kelebihan tersendiri. Di antaranya memberikan gambaran begitu jalas kepada pembaca untuk selalu bermuhasabah. Bahasa yang digunakan dalam buku ini tidak berbelit-belit hingga mudah dipahami isinya.

Di samping kelebihan di atas, ada beberapa kekurangan yang juga perlu diketahui oleh pembaca, di antaranya ada yang kalimatnya bolak-balik dan kurang. Contohnya dapat dilihat di beberapa halaman, misalnya halaman 27 dan 41. Selain itu, buku ini gampang copot karena penjilidannya kurang bagus.

Meskipun ada kekurangan secara fisik dalam buku ini, akan tetapi isi buku ini sangat penting untuk diterapkan dan diamalkan bagi siapa saja, terutama kaum muslimin yang ingin kehidupannya tenteram atau kelak akan diringankan beban kejelekannya ketika saat akan dihisab di akhirat.
***
Tentang Penulis

MUHAMAD YUSUF, adalah pemuda sederhana kelahiran Temanggung Jawa Tengah. Pendidikan dasar hingga jenjang SMA dijalaninya di kota kelahirannya, Temanggung.            Lalu, ia hijrah ke Yogyakarta untuk melanjutkan studi. Ia menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sering kali ia memberikan taushiyah di berbagai tempat dan kesempatan. Meskipun demikian, Yusuf tetap menekuni dunia menulis sebagai media dakwah dalam bentuk yang lain. Segala saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan oleh penulis guna perbaikan karya-karya selanjutnya. Untuk kontak dengan penulis, bisa melalui email: yusufmuhammad376@yahoo.co.id.
***
Catatan: Resensi ini merupakan tugas wajib bagi siswa kelas akhir MTs Al-Wathan tahun pelajaran 2017/2018. (MQ).
© 2018 

No comments:

Post a Comment