Ainiyah |
Tentang Peresensi
AINIYAH,
lahir
di Dusun Tengginah Larangan Pereng Pragaan Sumenep,
10 Januari 2003.
Riwayat pendidikan dimulai dari RA Al-Habsyi
Tengginah Larangan Perreng (lulus, 2009), MI Al-Ihsan
II/A (2015), dan sekarang masih duduk di bangku kelas ix (sembilan) MTs Al-Wathan Larangan Perreng Pragaan Sumenep.
Saat ini ia tinggal di Tobato Tengginah Larangan Perreng Pragaan Sumenep.
***
Buku Yuk, Istiqamah! |
Judul
buku : Yuk, Istiqamah!
Penulis :
Azizah Hefni
Penerbit : Safirah
Cetakan : Pertama, 2015
Kota
terbit :Yogyakarta
Tebal
buku : 164 halaman
Peresensi
: Ainiyah
Buku yang berjudul Yuk, Istiqamah! akan memandu
kita untuk beristiqamah, karena
dengan istiqamah cita-cita dapat diraih. Istiqamah
adalah salah satu akhlak mahmudah (terpuji), asal dari kata istiqamah adalah qama, yang artinya
berdiri.
Secara bahasa berarti tegak lurus,
sedangkan menurut istilah bersikap teguh pendirian, konsisten, dan tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal
yang menyimpang.
Jika seseorang
pernah lupa atau lalai melaksanakan perintah Allah SWT.,
maka istiqamah akan membantu menyadari kesalahannya. Istiqamah
memiliki banyak makna, di antaranya adalah ketauhidan, kepribadian dan kemasyarakatan.
Al-Qur’an memerintahkan kita untuk istiqamah
bahkan dalam hadits Nabi
pun demikian, “Katakanlah aku
beriman kepada Allah kemudian beristiqamah (jangan menyimpang ).” (HR.
Muslim).
Istiqamah memiliki beberapa keutamaan
(hlm. 14-60). Pertama,
orang beristiqamah
akan mendapatkan kedudukan mulia di sisi Allah, karena ini janji Allah dan pasti Dia akan
menunaikan janji-Nya.
Kedua,
membuka pintu rezeki dengan sikap
istiqamah. Untuk membuka pintu rezeki,
kita harus memahami makna rezeki. Rezeki
tidak hanya berupa uang, tetapi juga berupa kesehatan, ketenteraman, keharmonisan dan lain-lain. Apakah semua rezeki cuma
bisa dibeli dengan uang? Tidak. Uang
terlalu sepele untuk membayar semua rezeki itu. Rezeki
datangnya dari Allah SWT yang
hanya dari-Nya kita bekerja siang malam untuk
mendapatkan semua itu. Butuh usaha keras, dan
hal yang terpenting bahwa rezeki hanya datang pada kita jika
kita ikhtiyar di jalan yang baik dan benar. Dan,
semua keuntungan itu hanya diperoleh ketika kita istiqamah di jalan Allah SWT., yakni
berikhtiar sambil terus meneguhkan keimanan dan ketakwaan
kita.
Ketiga,
istiqamah dapat menyembuhkan segala macam penyakit. Tak
ada manusia yang tak mengalami sakit. Sakit
adalah fase yang sangat lazim terjadi pada manusia. Dengan berbagai macam sebab, manusia pasti bisa terserang penyakit. Penyakit pun
beragam, mulai penyakit ringan sampai berat. Maka
jangan menjustifisikasi penyakit sebuah kemalangan, tapi
penyakit akan membawa hikmah. Allah
menurunkan penyakit kepada kita sebagai media pengingat bahwa kita adalah makhluk
yang tidak punya kuasa atas takdir kita sendiri. Untuk
itulah, istiqamah sangatlah penting untuk mengantar
kita pada kesembuhan, tanpa
istiqamah ikhtiar kita tidaklah total.
Keempat,
dijamin bagi
orang yang beristiqamah Allah menjamin masuk surga, sebab
untuk bersikap istiqamah kita
membutuhkan energi ekstra. Istiqamah
sangat sulit dalam penerapannya. Apalagi
manusia secara fitrahnya tidak
bisa lepas dari yang namanya lupa dan salah. Fitrah
ini membuat penerapan istiqamah menjadi berat. Sebaik
apa pun, sealim apapun manusia
tetaplah manusia, ia bisa melakukan kesalahan dan kealpaan, manusia mengalami adanya baik dan buruk
di dunia ini. Pengalaman itu berasal dua sumber, yakni sumber kebaikan adalah Allah SWT dan sumber kejahatan adalah iblis, setan, hawa
dan nafsu. Untuk menjauhkan diri dari godaan sumber
kejahatan yang begitu halus, serta bisa melumpuhkan keimanan dan akal sehat, kita membutuhkan istiqamah sebagai
senjatanya dan hanya orang-orang yang bisa menggunakan senjata itu membuat masa depannya
cerah. Untuk
itulah, sungguh layak Allah SWT memberikan
penghargaan yang begitu besar, yakni
surga.
Berikut langkah-langkah menuju istiqamah (hlm.
61-112). Langkah pertama, menyelami
dan mengimplementasikan dua kalimat syahadat. Syahadat
merupakan pilar pertama rukun Islam. Ia
berada di atas shalat, puasa, zakat, dan
haji. Maka sudah pasti, syahadat
merupakan titik awal lahirnya keimanan. Syahadat jugalah yang akan menanamkan
bibit istiqamah yang kuat dalam jiwa kita seolah menjadi pelita yang terus
menerangi pemahaman akan hidup. Ketika lahir dan batin kita terus diterangi
oleh syahadat, maka kita bisa melihat jalan yang benar. Karena
itulah, kita membutuhkan syahadat untuk meluruskan setiap niat, proses dan tujuan.
Langkah kedua, mempelajari
dan mengamalkan Al-Qur’an.
Al-Qur’an adalah sebagai
pedoman utama umat Islam akan membuat kita mengerti, mana hal yang baik dan mana yang batil.
Semua yang ada dalam Al-Qur’an
tidak pernah salah, entah itu
hubungannya dengan tingkah laku manusia, pengetahuan
semesta. Semua itu satu demi satu mulai terbukti dan terjadi. Al-Qur’an
memberikan kita tentang petunjuk begitu banyak hal, bahkan
tidak bisa dilogikan. Al-Qur’an memberikan kita informasi tentang
keadaan hari akhir, juga mengisahkan
kisah-kisah nabi, orang-orang
mulia dan lain-lain. Rasulullah
bersabda,
“Barang siapa belajar Al-Qur’an dan mengamalkannya, maka akan diberikan kepada orang tuanya
di hari kiamat mahkota yang cahayanya lebih indah dari pada cahaya matahari.
Kedua orang tuanya berkata, ‘Mengapa kami diberi
ini?’ maka dijawab, ‘Karena anakmu telah mempelajari Al-Qur’an.” (HR. Abu
Daud, Ahmad, dan Hakim).
Langkah ketiga, iltizam (konsekuen)
pada syariat Islam. Syariat adalah peraturan atau sistem
yang ditetapkan oleh Allah SWT untuk
dipatuhi oleh semua manusia. Syariat sendiri dibuat untuk menertibkan dan
memperbaiki hubungan dengan Allah, sesama manusia, lingkungan, juga
dengan makhluk lain. Kita tidak bisa hidup tanpa
syariat. Sebab, tanpa
syariat seperti berjalan di jalur yang tidak beraturan, akan banyak kekacauan.
Langkah keempat, bergaul dengan
orang-orang saleh. Bergaul
dengan orang-orang saleh akan membuat diri kita selalu termotivasi
untuk melakukan hal yang condong sama, bahkan
bisa melampuinya. Sementara itu,
isiqamah tidak akan hadir di
tengah lingkungan yang tidak sehat. Istiqamah tidak bisa hadir di tengah-tengah
orang yang menentang kebenaran Allah. Sekeras
apapun kita berusaha, jika
kita tetap bergaul dengan orang-orang yang cacat
akhlak dan
imannya, kita tidak akan bisa istiqamah.
Langkah kelima, berupaya
memetik hikmah dari berbagai peristiwa. Dan,
seseorang yang bisa memahami dari setiap peristiwa yang dialaminya, maka ia adalah sangat beruntung. Sebab, hikmah
memberikan kenikmatan, menambah
syukur dan sabar, dan memahamkan
kebenaran, serta mendekatkan diri pada istiqamah.
Karena itulah, melalui hikmah, istiqamah
bisa terbentuk. Saat kita memetik hikmah dari setiap
peristiwa yang kita alami, maka saat itulah sebenarnya tanaman istiqamah itu
kita sirami dan kita jaga. Di
dalam menghadapi apapun, maka berusahalah untuk mencari hikmah.Tak peduli
apakah peristiwa yang kita alami itu adalah sebuah musibah atau kesenangan, tetaplah cari hikmahnya.
Langkah keenam, meneguhkan
niat lillahi ta’ala. Niat adalah
pintu pembuka baik dan buruknya sesuatu. Dan,
kualitas amaliah seseorang tergantung niatnya. Apabila niatnya buruk, maka tindakan dan hasil tindakan
itu buruk, sebaliknya, apabila
niatnya baik, maka tindakan dan hasil tindakan itupun
akan baik. Itulah perbedaannya, niat
menentukan kualitas seseorang, niat
juga menentukan kadar keimanan seseorang. Siapa yang bisa menata niat dengan
baik, maka bisa pula ia beristiqamah menjalani
niatnya. Rasulullah SAW bersabda, “Segala
amal tergantung niatnya, dan
setiap orang hanya mendapatkan (balasan) sesuai
niatnya. Maka, barang
siapa hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya.
Barang siapa hijrahnya itu karena kesenangan dunia atau seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari). Jadi, mulailah dari niat kita. Lakukan
semuanya tulus untuk Allah. Niat
tulus itu akan megantarkan kita pada perbuatan yang istiqamah.
Langkah ketujuh, memulai
dari hal sederhana. Untuk menjadi
istiqamah, kita harus menciptakan keadaan yang bisa mengarahkan kita
melakukanya. Keadaan itu tentu saja kondisi yang
membuat kita mengerjakannya tidak dengan terpaksa, karena
istiqamah merupakan perintah langsung dari Allah SWT. Maka,
kita harus melakukannya dengan sempurna. Karena
itulah, untuk bisa menjadi pribadi yang
istiqamah, kita ikhtiarkan diri kita semampu kita. Apalagi, jika
kita belajar beristiqamah maka kita bisa
memulai dari hal-hal kecil yang sederhana. Namun,
semampu atau sesederhana kegiatan tersebut komitmennya
harus sportif, yakni dikerjakan dengan rutin.
Maka semua itu sebenarnya tergantung
kesungguhan kita ingin menjadi istiqamah atau tidak. Jika
kita benar-benar belajar istiqamah, tunaikan keinginan itu sebaik mungkin. Tentu saja tanpa meninggalkan tanggung
jawab prioritas agar tidak terjebak pada mudarat. Jangan khawatir, Allah
SWT pasti akan membimbing dan menolong kita jika
niat sudah bulat dan kita sudah berikhtiar keras. Kalau
kita ingin istiqamah, bersedekah
secukupnya, jika ada orang yang bersedekah
dalam jumlah banyak, maka kita tidak perlu melakukan hal yang sama jika memang
tidak mampu melakukannya.
Implikasi positif
dari istiqamah akan menghadirkan mahabbah (cinta), menghadirkan pengetahuan, menghadirkan kebijakisanaan, dan menghadirkan pengendalian
diri.
Demikian pemaparan tentang
langkah-langkah menuju istiqamah. Sikap
istiqamah merupakan perintah Allah SWT untuk
hamba-Nya. Allah
SWT akan menyiapkan pahala yang besar.
Namun pada praktiknya, istiqamah tak semudah
membalikkan telapak tangan. Banyak godaan dis ana
sini yang siap menggoyahkan sikap istiqamah.
Penjelasan di atas
sudah cukup jelas untuk menggambarkan isi buku yang berjudul Yuk Istiqamah! Tentu di dalamnya berisi keutamaan istiqamah dan
langkah-langkah menuju istiqamah. Buku
ini memiliki kelebihan tersendiri, di antaranya,
memberikan penjelasan yang begitu jelas dalam
penerapan mengejar cita-cita dengan dilengkapi
kisah hebat para pelaku istiqamah yang bisa kita teladani.
Di samping
kelebihannya, dalam buku ini ada sedikit kekurangan,
di antaranya
kelebihan titik yang terdapat pada
halaman 13. Namun, kekurangan secara fisik itu tidak berpengaruh kepada para pembaca yang ingin meningkatkan
kualitas istiqamah.
***
Tentang
Penulis
AZIZAH
HEFNI
(ZIZI), lahir di Surabaya, 03 April
1987. Ia adalah alumnus PP. Bahrul Ulum,
Tambak Beras Jombang, serta UIN Maulana Malik
Ibrahim, Malang. Buku-bukunya yang sudah terbit, antara lain Pacaran after Married (Teens: 2014), Ibadah, Yuk! (Saufa: 2012), dan
lain-lain. Saat ini ia tinggal di Yogyakarta
bersama keluarga kecil tercintanya sambil terus menulis dan mengajar.
***
Catatan: Resensi
ini merupakan tugas wajib bagi siswa kelas akhir MTs Al-Wathan tahun pelajaran
2017/2018. (MQ).
© 2018
No comments:
Post a Comment