Monday, May 21, 2018

MERAIH CITA-CITA DENGAN ISTIQAMAH

Ainiyah

Tentang Peresensi

AINIYAH, lahir di Dusun Tengginah Larangan Pereng Pragaan Sumenep, 10 Januari 2003. Riwayat pendidikan dimulai dari RA Al-Habsyi Tengginah Larangan Perreng (lulus, 2009), MI Al-Ihsan II/A (2015), dan sekarang masih duduk di bangku kelas ix (sembilan) MTs Al-Wathan Larangan Perreng Pragaan Sumenep. Saat ini ia tinggal di Tobato Tengginah Larangan Perreng Pragaan Sumenep.
***
Buku Yuk, Istiqamah!
Judul buku      :  Yuk, Istiqamah!
Penulis             :  Azizah Hefni
Penerbit           : Safirah
Cetakan           : Pertama, 2015
Kota terbit       :Yogyakarta
Tebal buku      : 164 halaman
Peresensi         : Ainiyah
                                         
Buku yang berjudul Yuk, Istiqamah! akan memandu kita untuk beristiqamah, karena dengan istiqamah cita-cita dapat diraih. Istiqamah adalah salah satu akhlak mahmudah (terpuji), asal dari kata istiqamah adalah qama, yang artinya berdiri. Secara bahasa berarti tegak lurus, sedangkan menurut istilah bersikap teguh pendirian, konsisten, dan tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang menyimpang.

Jika seseorang pernah lupa atau lalai melaksanakan perintah Allah SWT., maka istiqamah akan membantu menyadari kesalahannya. Istiqamah memiliki banyak makna, di antaranya adalah ketauhidan, kepribadian dan kemasyarakatan. Al-Qur’an memerintahkan kita untuk istiqamah bahkan dalam hadits Nabi pun demikian, Katakanlah aku beriman kepada Allah kemudian beristiqamah (jangan menyimpang ). (HR. Muslim).

Istiqamah memiliki beberapa keutamaan (hlm. 14-60). Pertama, orang beristiqamah akan mendapatkan kedudukan mulia di sisi Allah, karena ini janji Allah dan pasti Dia akan menunaikan janji-Nya.

Kedua, membuka pintu rezeki dengan sikap istiqamah. Untuk membuka pintu rezeki, kita harus memahami makna rezeki. Rezeki tidak hanya berupa uang, tetapi juga berupa kesehatan, ketenteraman, keharmonisan dan lain-lain. Apakah semua rezeki cuma bisa dibeli dengan uang? Tidak. Uang terlalu sepele untuk membayar semua rezeki itu. Rezeki datangnya dari Allah SWT yang hanya dari-Nya kita bekerja siang malam untuk mendapatkan semua itu. Butuh usaha keras, dan hal yang terpenting bahwa rezeki hanya datang pada kita jika kita ikhtiyar di jalan yang baik dan benar. Dan, semua keuntungan itu hanya diperoleh ketika kita istiqamah di jalan Allah SWT., yakni berikhtiar sambil terus meneguhkan keimanan dan ketakwaan kita.

Ketiga, istiqamah dapat menyembuhkan segala macam penyakit. Tak ada manusia yang tak mengalami sakit. Sakit adalah fase yang sangat lazim terjadi pada manusia. Dengan berbagai macam sebab, manusia pasti bisa terserang penyakit. Penyakit pun beragam, mulai penyakit ringan sampai berat. Maka jangan menjustifisikasi penyakit sebuah kemalangan, tapi penyakit akan membawa hikmah. Allah menurunkan penyakit kepada kita sebagai media pengingat bahwa kita adalah makhluk yang tidak punya kuasa atas takdir kita sendiri. Untuk itulah, istiqamah sangatlah penting untuk mengantar kita pada kesembuhan, tanpa istiqamah ikhtiar kita tidaklah total.

Keempat, dijamin bagi orang yang beristiqamah Allah menjamin masuk surga, sebab untuk bersikap istiqamah kita membutuhkan energi ekstra. Istiqamah sangat sulit dalam penerapannya. Apalagi manusia secara fitrahnya tidak bisa lepas dari yang namanya lupa dan salah. Fitrah ini membuat penerapan istiqamah menjadi berat. Sebaik apa pun, sealim apapun manusia tetaplah manusia, ia bisa melakukan kesalahan dan kealpaan, manusia mengalami adanya baik dan buruk di dunia ini. Pengalaman itu berasal dua sumber, yakni sumber kebaikan adalah Allah SWT dan sumber kejahatan adalah iblis, setan, hawa dan nafsu. Untuk menjauhkan diri dari godaan sumber kejahatan yang begitu halus, serta bisa melumpuhkan keimanan dan akal sehat, kita membutuhkan istiqamah sebagai senjatanya dan hanya orang-orang yang bisa menggunakan senjata itu membuat masa depannya cerah. Untuk itulah, sungguh layak Allah SWT memberikan penghargaan yang begitu besar, yakni surga.

Berikut langkah-langkah menuju istiqamah (hlm. 61-112). Langkah pertama, menyelami dan mengimplementasikan dua kalimat syahadat. Syahadat merupakan pilar pertama rukun Islam. Ia berada di atas shalat, puasa, zakat, dan haji. Maka sudah pasti, syahadat merupakan titik awal lahirnya keimanan. Syahadat jugalah yang akan menanamkan bibit istiqamah yang kuat dalam jiwa kita seolah menjadi pelita yang terus menerangi pemahaman akan hidup. Ketika lahir dan batin kita terus diterangi oleh syahadat, maka kita bisa melihat jalan yang benar. Karena itulah, kita membutuhkan syahadat untuk meluruskan setiap niat, proses dan tujuan.

Langkah kedua, mempelajari dan mengamalkan Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah sebagai pedoman utama umat Islam akan membuat kita mengerti, mana hal yang baik dan mana yang batil. Semua yang ada dalam Al-Qur’an tidak pernah salah, entah itu hubungannya dengan tingkah laku manusia, pengetahuan semesta. Semua itu satu demi satu mulai terbukti dan terjadi. Al-Qur’an memberikan kita tentang petunjuk begitu banyak hal, bahkan tidak bisa dilogikan. Al-Qur’an memberikan kita informasi tentang keadaan hari akhir, juga mengisahkan kisah-kisah nabi, orang-orang mulia dan lain-lain. Rasulullah bersabda, Barang siapa belajar Al-Qur’an dan mengamalkannya, maka akan diberikan kepada orang tuanya di hari kiamat mahkota yang cahayanya lebih indah dari pada cahaya matahari. Kedua orang tuanya berkata, ‘Mengapa kami diberi ini? maka dijawab, ‘Karena anakmu telah mempelajari  Al-Qur’an.” (HR. Abu Daud, Ahmad, dan Hakim).

Langkah ketiga, iltizam (konsekuen) pada syariat Islam. Syariat adalah peraturan atau sistem yang ditetapkan oleh Allah SWT untuk dipatuhi oleh semua manusia. Syariat sendiri dibuat untuk menertibkan dan memperbaiki hubungan dengan Allah, sesama manusia, lingkungan, juga dengan makhluk lain. Kita tidak bisa hidup tanpa syariat. Sebab, tanpa syariat seperti berjalan di jalur yang tidak beraturan, akan banyak kekacauan.

Langkah keempat, bergaul dengan orang-orang saleh. Bergaul dengan orang-orang saleh akan membuat diri kita selalu termotivasi untuk melakukan hal yang condong sama, bahkan bisa melampuinya. Sementara itu, isiqamah tidak akan hadir di tengah lingkungan yang tidak sehat. Istiqamah tidak bisa hadir di tengah-tengah orang yang menentang kebenaran Allah. Sekeras apapun kita berusaha, jika kita tetap bergaul dengan orang-orang yang cacat akhlak dan imannya, kita tidak akan bisa istiqamah.

Langkah kelima, berupaya memetik hikmah dari berbagai peristiwa. Dan, seseorang yang bisa memahami dari setiap peristiwa yang dialaminya, maka ia adalah sangat beruntung. Sebab, hikmah memberikan kenikmatan, menambah syukur dan sabar, dan memahamkan kebenaran, serta mendekatkan diri pada istiqamah. Karena itulah, melalui hikmah, istiqamah bisa terbentuk. Saat kita memetik hikmah dari setiap peristiwa yang kita alami, maka saat itulah sebenarnya tanaman istiqamah itu kita sirami dan kita jaga. Di dalam menghadapi apapun, maka berusahalah untuk mencari hikmah.Tak peduli apakah peristiwa yang kita alami itu adalah sebuah musibah atau kesenangan, tetaplah cari hikmahnya.

Langkah keenam, meneguhkan niat lillahi ta’ala. Niat adalah pintu pembuka baik dan buruknya sesuatu. Dan, kualitas amaliah seseorang tergantung niatnya. Apabila niatnya buruk, maka tindakan dan hasil tindakan itu buruk, sebaliknya, apabila niatnya baik, maka tindakan dan hasil tindakan itupun akan baik. Itulah perbedaannya, niat menentukan kualitas seseorang, niat juga menentukan kadar keimanan seseorang. Siapa yang bisa menata niat dengan baik, maka bisa pula ia beristiqamah menjalani niatnya. Rasulullah SAW bersabda, “Segala amal tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan (balasan) sesuai niatnya. Maka, barang siapa hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka  hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa hijrahnya itu karena kesenangan dunia atau seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari). Jadi, mulailah dari niat kita. Lakukan semuanya tulus untuk Allah. Niat tulus itu akan megantarkan kita pada perbuatan yang istiqamah.

Langkah ketujuh, memulai dari hal sederhana. Untuk menjadi istiqamah, kita harus menciptakan keadaan yang bisa mengarahkan kita melakukanya. Keadaan itu tentu saja kondisi yang membuat kita mengerjakannya tidak dengan terpaksa, karena istiqamah merupakan perintah langsung dari Allah SWT. Maka, kita harus melakukannya dengan sempurna. Karena itulah, untuk bisa menjadi pribadi yang istiqamah, kita ikhtiarkan diri kita semampu kita. Apalagi, jika kita belajar  beristiqamah maka kita bisa memulai dari hal-hal kecil yang sederhana. Namun, semampu atau sesederhana kegiatan tersebut komitmennya harus sportif, yakni dikerjakan dengan rutin.

Maka semua itu sebenarnya tergantung kesungguhan kita ingin menjadi istiqamah atau tidak. Jika kita benar-benar belajar istiqamah, tunaikan keinginan itu sebaik mungkin. Tentu saja tanpa meninggalkan tanggung jawab prioritas agar tidak terjebak pada mudarat. Jangan khawatir, Allah SWT pasti akan membimbing dan menolong kita jika niat sudah bulat dan kita sudah berikhtiar keras. Kalau kita ingin istiqamah, bersedekah secukupnya, jika ada orang yang bersedekah dalam jumlah banyak, maka kita tidak perlu melakukan hal yang sama jika memang tidak mampu melakukannya.

Implikasi positif dari istiqamah akan menghadirkan mahabbah (cinta), menghadirkan pengetahuan, menghadirkan kebijakisanaan, dan menghadirkan pengendalian diri.

Demikian pemaparan tentang langkah-langkah menuju istiqamah. Sikap istiqamah merupakan perintah Allah SWT untuk hamba-Nya. Allah SWT akan menyiapkan pahala yang besar. Namun pada praktiknya, istiqamah tak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak godaan dis ana sini yang siap menggoyahkan sikap istiqamah.

Penjelasan di atas sudah cukup jelas untuk menggambarkan isi buku yang berjudul Yuk Istiqamah! Tentu di dalamnya berisi keutamaan istiqamah dan langkah-langkah menuju istiqamah. Buku ini memiliki kelebihan tersendiri, di antaranya, memberikan penjelasan yang begitu jelas dalam penerapan mengejar cita-cita dengan dilengkapi kisah hebat para pelaku istiqamah yang bisa kita teladani.

Di samping kelebihannya, dalam buku ini ada sedikit kekurangan, di antaranya kelebihan titik yang terdapat pada halaman 13. Namun, kekurangan secara fisik itu tidak berpengaruh kepada para pembaca yang ingin meningkatkan kualitas istiqamah.
***
Tentang Penulis
     
AZIZAH HEFNI (ZIZI), lahir di Surabaya, 03 April 1987. Ia adalah alumnus PP. Bahrul Ulum, Tambak Beras Jombang, serta UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang. Buku-bukunya yang sudah terbit, antara lain Pacaran after Married (Teens: 2014), Ibadah, Yuk! (Saufa: 2012), dan lain-lain. Saat ini ia tinggal di Yogyakarta bersama keluarga kecil tercintanya sambil terus menulis dan mengajar.
***
Catatan: Resensi ini merupakan tugas wajib bagi siswa kelas akhir MTs Al-Wathan tahun pelajaran 2017/2018. (MQ).
© 2018 

No comments:

Post a Comment