Sudah menjadi rumus umum dalam
berbelanja bahwa jalan pengeluaran akan lebih lebar ketimbang pemasukan.
Meminjam bahasa Al-Qur’an, min haitsu la yahtasib (dari arah yang
tidak disangka-sangka) lebih dominan bagi kita dalam pengeluaran, bukan
pemasukan. Sudah pasti kalau pengeluaran lebih santer lajunya ketimbang
pemasukan yang kita terima. Urusan belanja paralel dengan urusan menguras uang
dan bahkan tak disangka-sangka persediaan uang begitu mudahnya surut di kantong
dan sering tak sampai pada titik puas.
Dari sekian ragam
berbelanja, ada suatu hal yang saya rasakan menarik dan memuaskan,
yaitu berbelanja buku pada pagelaran bazar buku. Momen seperti ini bukan sekadar
kesempatan terjadinya transaksi jual beli biasa, tapi bagi saya memiliki nilai
lebih berupa momen rekreatif-intelektualistis.
Pada awal-awal perintisan Perpustakaan
MTs Al-Wathan oleh Ustaz Durhan Ariev, saya ikut serta mengembangkannya sampai
sekarang. Banyak cara yang gencar saya lakukan untuk menambah koleksi buku. Di
antaranya mengirim surat permohonan buku gratis kepada penerbit, tapi tak
berhasil. SMS pada teman penulis di Jogjakarta. Ia mengabulkan permintaan saya
dengan mengirimkan belasan buku. Permohonan dana juga saya lalukan. Usaha ini
Alhamdulillah berhasil. Saya dapat kiriman wesel pos dari Mantan Gubernur Jawa
Timur (yang terkenal dermawan), Bapak Mohammad Noor beberapa kali. Beliau
mengirikman uang pertama kali sebesar Rp300.000 (tiga ratus ribu rupiah).
Betapa bangganya saya. Sepertinya mau berjingkrak-jingkrak sambil jumpalitan.
Waktu itu (2006) saya masih mondok di PP. Annuqayah Latee Guluk-Guluk Sumenep.
Tiap hari Kamis saya pulang, mengajar di MTs Al-Wathan. Lalu malam Jumat dan
siangnya lembur mengurusi OSIS.
Tak berselang lama dari dana yang saya
terima tersebut, saya mendengar kabar bahwa ada beberapa teman di pondok akan
pergi ke Jogjakarta untuk berbelanja buku di bazar dan memarani pesanan buku di
fotokopi. Tanpa berpikir lama saya menghubungi mereka untuk dibelikan buku buat
perpustaan dari uang pemberian Pak Noor tersebut. Teman saya menjawab dengan
santai bahwa dia tidak sanggup untuk membelikan buku pesanan saya, karena dia
akan banyak membeli buku yang tenaganya tidak mungkin untuk membawanya. Mereka
memberikan solusi lain. Kata mereka, sebaiknya saya ikut sendiri ke Jogja. Saya
merespons dengan cepat bahwa saya tidak punya uang lebih kecuali hanya
Rp300.000 itu. Tak masalah, kata mereka. Urusan ongkos perjalanan, makan dan belanja
mereka akan memberikan pinjaman lunak. Tentang pembayarannya tak usah
dirisaukan. Bisa diatur dalam tempo yang tidak mendesak setelah pulang nanti.
Saya pasrah saja lalu menyanggupi untuk ikut ke Jogja dengan modal uang itu.
Tuhan memberikan bonus pada saya untuk
berkunjung ke kota budaya dan pendidikan yang sangat terkenal itu. Ada saja
lantaran yang memudahkan saya untuk bisa rihlah dari Sumenep ke Jogjakarta.
Sebuah jarak yang relatif jauh. Antar pulau antar provinsi. Sekalipun dengan
anggaran yang minim.
Dengan uang itu saya mampu memboyong
buku satu kardus yang dibeli di dua tempat: di gedung JEC dan Wanitatama.
Secara bersamaan di dua tempat ini digelar bazar buku murah. Kata “puas” yang
layak saya ungkapkan dalam momen ini. Dengan uang yang tak seberapa tapi dapat
memperoleh banyak buku menarik.
Pengalaman perjalanan ini banyak saya
serap. Rute-rute kendaraan umum saya hapal luar kepala sebagai bekal perjalanan
selanjutnya. Mengingat kepuasan berbelanja buku ini perlu dilakukan secara
berkesinambungan dan perlu pula ditularkan pada kawan-kawan yang suka berburu
buku murah, khususnya dalam menambah koleksi buku perpustakaan madrasah dengan
modal yang sangat terbatas.
Tahun 2008 ada kesempatan lagi untuk
berkunjung ke Joga. Saya dengan Ustaz Durhan Ariev—teman seperjuangan dan
sepergurauan yang suka menulis ilmiah-nyastra. Lihat saja
tulisan-tulisannya yang agak gimana gitu..!!—memberanikan diri untuk berangkat
ke Jogjakarta pada pagelaran Islamic Book Fair di Gedung
Wanitatama. Sebuah perjalanan yang mengesankan dan kadang menjumpai hal-hal
yang mengherankan. Dalam perjalanan ini masih ada kesempatan mampir di rumah
kos sepupu di Ngnjuk, lalu pagi harinya berangkat ke Jogja.
Hal yang mengherankan setidaknya ada
dua. Ketika sampai di akses antara Solo-Jogja, penumpang bus hanya bersisa tiga
orang, kami dan penumpang di belakang. Penumpang yang ada di belakang
menghampiri kami dan berkenalan. Dia menanyakan asal kami. Kami jawab dengan
jujur dari Madura. Tak lama kemudian orang tersebut beringsut ke belakang yang
sepertinya ketakutan dengan kami karena kami bilang dari Madura. Ada apa dengan
orang Madura?
Kedua, sepulangnya dari tempat kos
teman, kami kehujanan lalu berteduh di depan bangunan baratnya kampus UIN Sunan
Kalijaga. Terjadilah obrolan ringan dengan pemuda. Dia bertanya asal kami. Kami
jawab dengan jujur pula. Dari Madura. Sentimen negatif muncul lagi dari orang
ini dengan beberapa anggapan yang dilontarkan bahwa orang Madura suka carok,
suka sikap(membawa senjata tajam yang disembunyikan). Kami
meluruskan anggapan negatif itu, tapi tak membuat dia percaya. Saya bilang,
orang Sumenep itu sudah maju dengan pendidikannya dan orangnya jinak ketimbang
kebupaten lain di Madura. Retorika saya sia-sia saja. Sudahlah. Tak mudah
memang meyakinkan orang yang sudah punya anggapan tentang hal berbahaya seperti
yang dialamatkan kepada orang Madura.Tak lama, dia beringsut dari samping kami.
Entah ke mana dia berteduh?
Setelah buku-buku murah berhasil kami
beli. Kami berancang-ancang untuk pulang. Menjelang mau pulang, kami mencari
informasi tentang angkutan umum yang belum pernah kami naiki, yaitu kereta api.
Kami dapat informasi kereta api jurusan Surabaya kira-kira berangkat tengah
malam. Sekitar pukul 23.00 WIB kami dihimbau untuk sampai di stasiun
Lempuyangan Jogjakarta. Kami menuju stasiun dengan menaiki taksi. Teman kami
membuntuti kami untuk memastikan apakah kami sampai di stasiun. Setelah kami
masuk di stasiun teman tersebut beranjak kembali ke kosnya. Pada waktu itu
layanan pembelian tiket untuk keberangkatan pukul 03.00 WIB sudah dibuka dengan
kereta Gaya Baru Malam. Kami memilih tujuan akhir stasiun Gubeng Surabaya
sesuai petunjuk kawan mahasiswa di kos teman. Kalau dilihat dari pengalaman
saya sekarang, stasiun Gubeng ini terlalu jauh untuk menjadi tujuan akhir.
Mestinya kami turun di stasiun Wonokromo yang lebih dekat dengan jalur
kendaraan umum menuju Tanjung Perak lalu menyeberang ke Madura.
Suka duka terjadi dalam perjalan ini.
Dalam satu sisi kami puas berbelanja buku. Dengan uang yang tak seberapa namun
mendapatkan buku begitu banyak. Dalam sisi lain kami harus berpeluh-peluh
mengangkut kardus menuju kendaraan umum dengan wajah merengut karena muatan
berat. Dengan rute yang kejauhan inilah membutuhkan banyak energi.
Perjalanan Jogjakarta-Sumenep dengan
barang bawaan berat semacam ini sungguh melelahkan. “Banyak cerita yang mesti
kau saksikan,” kata Ebiet G. Ade. Kadang menjadi bahan perenungan saya. Apakah
harus ke Jogja untuk mendapatkan buku-buku murah? Tuhan begitu kasihan pada hamba-Nya.
Tak membiarkan kami kelelahan begitu saja. Pada tahun 2010 saya dengan Ustaz
Durhan Ariev berkunjung ke rumah Paman di Pakisaji Kepanjen Malang setelah UAS
di Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya. Petang hari ada SMS masuk ke
HP Ustaz Durhan dari temannya bahwa di depan Balai Kota Malang sedang
digelar Islamic Book Fair. Mendengar informasi itu semangat kami
membuncah untuk mengunjunginya pada pagi harinya. Tak terduga harga buku di
bazar ini mirip dengan bazar buku yang digelar di Jogjakarta. Setelah ditelisik
para penjual buku di acara ini memang datang dari Jogjakarta dan sekitarnya.
Salah satunya pihak Diva Press.
Terjawab sudah kerinduan saya bahwa
untuk berkunjung ke bazar buku tidak harus ke Jogjakarta. Tapi di Malang juga
digelar secara rutin tiga kali dalam setahun. Informasi mudah didapat, baik
dari teman di sana, dari internet atau bertanya pada panitia penyelenggara via
SMS. Saya sudah mengantongi nomor HP-nya. Pagelarannya sekitar
November-Desember, Maret-April atau Juni-Juli. Aula Skodam Kota Malang sudah
menjadi tujuan utama saya dan teman-teman dalam momen Islamic Book Fair dengan
berbelanja hemat dan memuaskan. Wallah a’lam.
Sumenep, 17 November 2016
ReplyDeleteSaya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut
Website paling ternama dan paling terpercaya di Asia
ReplyDeleteSistem pelayanan 24 Jam Non-Stop bersama dengan CS Berpengalaman respon tercepat
Memiliki 9 Jenis game yang sangat digemari oleh seluruh peminat poker / domino
Link Alternatif :
arena-domino.club
arena-domino.vip
100% Memuaskan ^-^