Saturday, July 7, 2018

MENIMBANG MAKNA AMAL DAN KERJA

Lokasi di Masjid Cheng Ho Pasuruan 2018
M. Khaliq Shalha

Kata amal berasal dari bahasa Arab, sedangkan kerja bahasa Indonesia. Makna keduanya kurang lebih sama: berbuat, mengerjakan, melakukan atau sejenisnya. Meliputi hal-hal baik dan buruk. Amal sering dikonotasikan dengan perilaku yang menghasilkan pahala, sedangkan kerja dikonotasikan dengan aktivitas yang menghasilkan uang. Amal berarti aktivitas ibadah, balasannya pahala, sedangkan kerja aktivitas ekonomi, hasilnya uang. Pemetakan seperti ini kadang tidak menguntungkan bila dihitung-hitung dari entri ajaran Islam (akidah, fiqih dan tasawuf), karena tiga ajaran pokok tersebut melingkupi semua bentuk amal (kerja/aktivitas) manusia, tanpa ada dikotomi.

Pendikotomian yang dilakukan oleh sebagian masyarakat kita, berdampak pada besar-kecilnya apresiasi mereka pada amal-kerja tersebut. Yang paling mencolok—sependek pengamatan saya—ekspresi orang tua ketika anaknya melanjutkan pendidikan. Mereka melihat secara kasat mata pada jurusan yang akan diampu, bukan pada niat yang harus ditambatkan. Salah satu contoh, orang tua yang fanatik sempit pada agama, akan mengapresiasi anaknya untuk melanjutkan pendidikan ke Madrasah Aliah (MA), yang bercitrakan agama, dan kurang memberi restu bila melanjutkan ke Sekolah Teknik Mesin (STM) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berorientasi pada keterampilan kerja. Hal demikian, saya kira kurang tepat. Apapun sekolah yang dipilih dan jurusan yang diampu, tidak menjadi soal. Tidak mengurangi kualitas pahala di sisi Allah, asal niatnya baik.

Alasan orang tua mungkin khawatir terhadap penghayatan keagamaan anaknya kurang mapan. Jika itu alasannya, ada alternatif lain, dengan memberikan tambahan belajar di luar sekolah.. Bahkan sekarang begitu mudah didapat SMK plus yang dimiliki pondok pesantren. Di samping para murid dibekali keterampilan kerja sesuai jurusannya, mereka juga diwajibkan mengikuti kajian kitab kuning secara intens. Dalam suatu kesempatan, saya pernah berbincang dengan guru tugas dari salah satu pondok pesantren terkemuka di Pamekasan. Ketepatan dia alumni SMK pesantren dimaksud. Saya bertanya tentang pengajaran kitab kuning bagi murid-murid SMK. Dia menuturkan bahwa di lembaganya, kitab kuning tetap menjadi program wajib secara intens. Alumni di lembaga ini bisa siap kerja dan siap pakai, termasuk pula kehandalan kitab kuningnya. Mantap!!

Suatu hal yang menurut saya juga kurang tepat dalam pemetakan sekolah yang berorientasi amal atau kerja. Sekolah yang berorientasi keterampilan kerja bukan berarti kering spiritual dan pahala. Demikian pula, sekolah agama bukan berarti pula subur spiritual dan kaya pahala. Kedua-duanya tergantung pada niat para orang tua dan murid. Syekh Az-Zarnuji dalam kitabnya, Ta’limul Muta’allim, menuturkan secara gamlang niat yang benar dalam menuntut ilmu, yaitu untuk mendapat rida Allah, selamat di akhirat, menghilangkan kebodohan diri sendiri dan orang lain, juga menghidupkan dan melanggengkan agama. Merawat agama, zuhud dan takwa bisa dicapai bila punya landasan ilmu. Niat ini harus menjadi motivasi setiap murid dari lembaga pendidikan apapun, baik MA, SMK dan lainnya.

Tipe dan jurusan lembaga pendidikan hanyalah sekadar mengasah kompetensi murid sesuai bidangnya supaya fokus, bukan sebagai penentu bernilai ibadah atau tidak. Semuanya akan bernilai ibadah bila niatnya tepat. Demikian pula, apapun jurasannya jika niatnya tidak tepat, hanya mungkin mendapat prestasi pragmatis dan kesementaraan.
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ ». (رواه البخارى و مسلم) .
Dari Ibn Umar berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) pada apa yang diniatkan. Barangsiapa niat hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan, barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa dia niatkan.” (HR. Bukhari Muslim).

Ibn Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari, menyitir bahwa hadits tersebut dilatari oleh seseorang yang ikut hijrah dari Mekah ke Madinah dengan maksud untuk menikah dengan seorang perempuan bernama Ummu Qais, bukan bermaksud mendapat fadilah hijrah. Dari itulah, menjadi jelas bahwa tuntunan niat karena Allah dalam setiap aktivitas apapun menjadi urgen dan penentu kualitas keberagamaan seseorang. Ada sandaran vertikal yang pertama dan utama dalam membangun kesempurnaan hidup dalam berbagai aspeknya, termasuk dalam hal mencari jodoh dan nafkah.

Iman Nawawi mengatakan dalam Syarh An-Nawai ‘ala Muslim, bahwa kandungan hadits ini mencakup perang dan perbuatan-perbuatan lainnya. Lebih lanjut beliau mengatakan, ulama telah sepakat (ijmak) bahwa hadits ini memiliki obyek yang besar dan sarat faedah melimpah. Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa menurut Imam Syafi’i, hadits ini meliputi sepertiga ajaran Islam, dan 70 bab fiqih dilingkupinya.
Niat adalah pembeda dari setiap aktivitas seseorang. Iman Suyuthi telah membahasnya dalam kitab Al-Asybah wa An-Nazhair bahwa fungsi niat setidaknya ada dua. Pertama, memperjelas atau membedakan antara perbuatan ibadah dengan tradisi. Kedua, membedakan rangkaian suatu ibadah dengan ibadah lain sesuai dengan urutan dan batas-batas yang ditentukan dalam hukum Islam. Salah satu contoh, tidak makan dan minum di siang hari ada kemungkinan karena puasa, pantangan atau untuk diet. Hal tersebut dapat dibedakan dengan niat. Anjuran saya, sekalian bila anda ingin diet, sebaiknya berpuasa saja agar dapat pahala puasa dan secara otomatis diet juga terlaksana. Contoh lainnya, duduk di dalam masjid kadang untuk iktikaf atau untuk beristirahat, tergantung pada niatnya.

Mengenai perkara makna kerja yang berorientasi mencari uang atau nafakah, bukanlah hal yang tercela dan kering pahala. Hal itu tergolong amal saleh pula. Amal saleh bukan hanya terbatas pada ibadah ritual (mahdhah), tapi juga segala kegiatan untuk memenuhi hajat hidup. Hadits berikut memberi spirit kerja, dalam artian mencari nafakah dengan pahala yang menggiurkan
عن أبي هريرة قال قال رسول الله : إن من الذنوب ذنوبا لا يكفرها الصلاة ولا الصيام ولا الحج ولا العمرة قالوا فما يكفرها يا رسول الله قال الهموم في طلب المعيشة . (رواه الطبرانى) .
Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Ada dosa dari sekian banyak dosa yang tak terampuni dengan shalat, puasa, haji dan umrah. Para sahabat bertanya: ‘Apa yang bisa mengampuninya wahai Rasulullah?’ Beliau bersabda: ‘Kesengsaraan dalam mencari penghidupan.’” (HR. At-Thabrani).

Amal sama dengan kerja. Jika keduanya dikonotasikan berbeda oleh sebagian masyarakat, tidak masalah. Yang penting kita punya prinsip bahwa amal dan kerja sama-sama bernilai ibadah bila dibangun di atas niat yang baik. Setiap amal (kerja) yang kita lakukan, sandaran utamanya adalah rida Tuhan. Setiap aktivitas yang kita lakukan harus mengandung kemaslahatan dunia akhirat. Ingat, tak ada nilai amal akhirat bila keliru niat, dan tak akan sia-sia kerja dunia bila dilandasi niat baik. Wallah a’lam.

No comments:

Post a Comment