Saturday, July 7, 2018

PEMBIMBING PENELITIAN HARUS MANUSIAWI


M. Khaliq Shalha


Penelitian dilakukan untuk mengatasi masalah guna meningkatkan kemajuan hidup masyarakat dan negara. Semakin banyak penelitian dilakukan, diharapkan semakin maju suatu negara. Penelitian idealnya sudah diperkenalkan sejak dini kepada generasi muda, khususnya kalangan terdidik mulai dari bangku SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) untuk memberikan bekal yang cukup bagi mereka dalam menapaki pendidikan di perguruan tinggi nantinya yang sarat dengan penelitian, sejalan dengan tridarma perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Penelitian di perguruan tinggi minimal—yang sangat intens dan wajib—berupa tugas akhir pada tiap jenjang, yaitu skripsi, tesis dan disertasi. Fase penelitian yang sangat sulit adalah fase pertama, dalam menggarap skripsi sebagai tugas akhir pada jenjang S-1 (Strata Satu). Kesulitan yang dihadapi mahasiswa calon sarjana terletak pada jam terbangnya yang masih minim dalam melakukan penelitian dan menulis laporannya. Bisa saja membuat laporan penelitian tersebut masih pengalaman pertama dalam hidupnya, sehingga kendala-kendala keringnya konsep dan minimnya penguasaan teknik masih sangat dirasakan. Di samping itu pula, menuangkan data dalam tulisan tak semua mahasiswa mahir. Untuk sekadar menebalkan tulisan hingga 60 halaman, sulitnya minta ampun. Oleh karena itu, pembimbing skripsi sangat dibutuhkan peranannya untuk mengantarkan mahasiswa mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dan tepat waktu.

Salah satu kendala yang menghantui mahasiswa bukan semata miskin konsep dan kurangnya penguasaan teknik, tapi juga karena faktor oknum pembimbing yang memberlakukan mahasiswa selaku bimbingannya kurang manusiawi. Galak, cuek, mengolok-olok, meledeki, menabur skripsinya hingga berserakan. Nyaris tidak punya kasih sayang. Mahasiswa diberlakukan sebagai obyek penderita, bukan subyek. Hantaman psikologis ini menjadi kendala serius bagi mahasiswa untuk menyelesaikan penelitiannya.

Suatu hal yang menyebalkan lagi, tidak jelas titik kekurangan skripsinya yang perlu diperbaiki oleh mahasiswa. Seperti apa yang diinginkan pembimbing? Tahu-tahu dikatakan keliru, rombak total atau revisi sana sini. Mahasiswa yang masih belia dalam merampungkan penelitian memerlukan bimbingan yang tidak membingungkan, tapi mencerahkan dan meringankan. Namanya pembimbing, ya memberikan bimbingan. Jika mahasiswa diibaratkan dengan orang yang bingung arah, mestinya ditunjukkan arah yang benar, bukan malah dimarah-marahi, digoblok-gobloki. Kapan akan sampai pada tempat tujuan?

Ironis pula bila pembimbing kurang paham dengan dunia kepenulisan. Hal inilah yang menjadi titik nadir kebingungan mahasiswa. Idealnya, pembimbing mahir dalam teori dan praktik. Sebagai pegiat literasi dalam penelitian, menulis buku, jurnal, artikel atau lainnya, sehingga bimbingannya sistematis dan mudah dicerna.

Sebuah kisah pilu yang dialami seorang teman. Dia diberlakukan kurang manusiawi sewaktu bimbingan. Ketika ia datang ke rumah pembimbingnya, ia tidak dipersilahkan duduk untuk menunggu koreksi skripsinya selesai, tapi disuruh keluar setengah jam, setelah itu disuruh kembali lagi ke rumah tersebut untuk mengambil skripsinya. Setelah setengah jam, ia kembali untuk mengecek skripsinya. Skripsinya sudah diletakkan di atas meja di serambi rumahnya dan sudah selesai dicorat-coret sana sini, tapi ditinggalkan begitu saja. Pembimbingnya sudah menutup pintu rumahnya. Rumah itu sontak tak berpenghuni. Saya pikir, beliau apa mau memberi bimbingan atau main petak umpet? Mana mungkin bimbingan dengan cara seperti itu akan efektif untuk menghasilkan karya tulis yang bagus. Komunikasi tidak terjalin dengan baik. Apa maksud yang sebenarnya dari corat-coret itu?

Hal ini menjadi PR bagi pemegang kebijakan perguruan tinggi untuk melakukan evaluasi terhadap para dosen pembimbing. Bahkan perlu diadakan angket kepuasan dalam bimbingan sebagai barometer kompetensi para pembimbing yang telah didaulat oleh kampus.

Perguruan tinggi di pelosok sekalipun, sudah saatnya berbenah dengan menyeleksi secara ketat para dosen pembimbing, guna meraih hasil penelitian yang baik yang dilakukan mahasiswa di bawah bimbingannya, dan menjaga marwah perguruan tinggi supaya memiliki nilai jual kepada publik. Saat ini dosen membeludak jumlahnya, hingga terjadi inflasi. Kesempatan yang baik bagi perguruan tinggi untuk menyeleksi tenaga pendidik yang memiliki kompetensi mumpuni di bidangnya, dan jangan lupa pula, kualifikasi moral dan ketakwaan harus menjadi kriteria pertama dan utama, di atas intelektualitas. Sehingga diharapkan menjadi cermin insan kamil akademisi di mata para mahasiswa dengan memberikan bimbingan yang profesional, manusiawi dan berakhlak mulia.

Pembimbing yang baik adalah pembimbing yang bisa membuat penelitian yang sulit menjadi mudah. Tidak ada semester sembilan bagi mahasiswa S1. Semester terakhir hanya semester delapan. Skripsi yang baik adalah skripsi yang selesai. Wallah a’lam.

No comments:

Post a Comment