M. Khaliq Shalha
Penelitian dilakukan untuk mengatasi
masalah guna meningkatkan kemajuan hidup masyarakat dan negara. Semakin banyak
penelitian dilakukan, diharapkan semakin maju suatu negara. Penelitian idealnya
sudah diperkenalkan sejak dini kepada generasi muda, khususnya kalangan
terdidik mulai dari bangku SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) untuk
memberikan bekal yang cukup bagi mereka dalam menapaki pendidikan di perguruan
tinggi nantinya yang sarat dengan penelitian, sejalan dengan tridarma perguruan
tinggi, yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Penelitian di perguruan tinggi
minimal—yang sangat intens dan wajib—berupa tugas akhir pada tiap jenjang,
yaitu skripsi, tesis dan disertasi. Fase penelitian yang sangat sulit adalah
fase pertama, dalam menggarap skripsi sebagai tugas akhir pada jenjang S-1
(Strata Satu). Kesulitan yang dihadapi mahasiswa calon sarjana terletak pada
jam terbangnya yang masih minim dalam melakukan penelitian dan menulis
laporannya. Bisa saja membuat laporan penelitian tersebut masih pengalaman
pertama dalam hidupnya, sehingga kendala-kendala keringnya konsep dan minimnya
penguasaan teknik masih sangat dirasakan. Di samping itu
pula, menuangkan data dalam tulisan tak semua mahasiswa mahir. Untuk sekadar
menebalkan tulisan hingga 60 halaman, sulitnya minta ampun. Oleh karena itu,
pembimbing skripsi sangat dibutuhkan peranannya untuk mengantarkan mahasiswa
mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dan tepat waktu.
Salah satu kendala yang menghantui
mahasiswa bukan semata miskin konsep dan kurangnya penguasaan teknik, tapi juga
karena faktor oknum pembimbing yang memberlakukan mahasiswa selaku bimbingannya
kurang manusiawi. Galak, cuek, mengolok-olok, meledeki, menabur skripsinya
hingga berserakan. Nyaris tidak punya kasih sayang. Mahasiswa diberlakukan
sebagai obyek penderita, bukan subyek. Hantaman psikologis ini menjadi kendala
serius bagi mahasiswa untuk menyelesaikan penelitiannya.
Suatu hal yang menyebalkan lagi, tidak
jelas titik kekurangan skripsinya yang perlu diperbaiki oleh mahasiswa. Seperti
apa yang diinginkan pembimbing? Tahu-tahu dikatakan keliru, rombak total atau
revisi sana sini. Mahasiswa yang masih belia dalam merampungkan penelitian
memerlukan bimbingan yang tidak membingungkan, tapi mencerahkan dan
meringankan. Namanya pembimbing, ya memberikan bimbingan. Jika mahasiswa
diibaratkan dengan orang yang bingung arah, mestinya ditunjukkan arah yang
benar, bukan malah dimarah-marahi, digoblok-gobloki. Kapan akan sampai pada
tempat tujuan?
Ironis pula bila pembimbing kurang paham
dengan dunia kepenulisan. Hal inilah yang menjadi titik nadir kebingungan
mahasiswa. Idealnya, pembimbing mahir dalam teori dan praktik. Sebagai pegiat
literasi dalam penelitian, menulis buku, jurnal, artikel atau lainnya, sehingga
bimbingannya sistematis dan mudah dicerna.
Sebuah kisah pilu yang dialami seorang
teman. Dia diberlakukan kurang manusiawi sewaktu bimbingan. Ketika ia datang ke
rumah pembimbingnya, ia tidak dipersilahkan duduk untuk menunggu koreksi
skripsinya selesai, tapi disuruh keluar setengah jam, setelah itu disuruh
kembali lagi ke rumah tersebut untuk mengambil skripsinya. Setelah setengah
jam, ia kembali untuk mengecek skripsinya. Skripsinya sudah diletakkan di atas
meja di serambi rumahnya dan sudah selesai dicorat-coret sana sini, tapi
ditinggalkan begitu saja. Pembimbingnya sudah menutup pintu rumahnya. Rumah itu
sontak tak berpenghuni. Saya pikir, beliau apa mau memberi bimbingan atau main
petak umpet? Mana mungkin bimbingan dengan cara seperti itu akan efektif untuk
menghasilkan karya tulis yang bagus. Komunikasi tidak terjalin dengan baik. Apa
maksud yang sebenarnya dari corat-coret itu?
Hal ini menjadi PR bagi pemegang
kebijakan perguruan tinggi untuk melakukan evaluasi terhadap para dosen
pembimbing. Bahkan perlu diadakan angket kepuasan dalam bimbingan sebagai
barometer kompetensi para pembimbing yang telah didaulat oleh kampus.
Perguruan tinggi di pelosok sekalipun,
sudah saatnya berbenah dengan menyeleksi secara ketat para dosen pembimbing,
guna meraih hasil penelitian yang baik yang dilakukan mahasiswa di bawah
bimbingannya, dan menjaga marwah perguruan tinggi supaya memiliki nilai jual
kepada publik. Saat ini dosen membeludak jumlahnya, hingga terjadi inflasi.
Kesempatan yang baik bagi perguruan tinggi untuk menyeleksi tenaga pendidik
yang memiliki kompetensi mumpuni di bidangnya, dan jangan lupa pula,
kualifikasi moral dan ketakwaan harus menjadi kriteria pertama dan utama, di
atas intelektualitas. Sehingga diharapkan menjadi cermin insan kamil akademisi
di mata para mahasiswa dengan memberikan bimbingan yang profesional, manusiawi
dan berakhlak mulia.
Pembimbing yang baik adalah pembimbing
yang bisa membuat penelitian yang sulit menjadi mudah. Tidak ada semester
sembilan bagi mahasiswa S1. Semester terakhir hanya semester delapan. Skripsi
yang baik adalah skripsi yang selesai. Wallah a’lam.
No comments:
Post a Comment