Monday, July 2, 2018

GADIS IMPIAN

Oleh Masmamah*)


Noer .....

Gadis dari dua bersaudara itu sangat berbeda, dia lebih terlihat sayu dan menyimpan rapat semua perasaan sehingga sangat sulit orang lain membacanya. Kebiasaannya adalah menyendiri dan tidak banyak berbicara. Sungguh sederhana dari cara berpakaiannya. Dia bukan berasal dari keluarga yang kekurangan, melainkan ayahnya adalah seorang juragan yang banyak memiki sawah dan ternak. Sejak ditinggal ibunya, Noer lebih tertutup dan tidak mau bergabung dengan teman-temannya. Gadis yang rajin, puji semua tetangganya karena Noer sering ikut membantu pekerjaan ibunya di sawah mencari pakan sapi, bercocok tanam adalah kebiasaannya, tapi sekarang dia seperti kehilangan semangat hidup, orang yang dijadikan panutannya kini telah pergi dan entah kapan dia kembali dan mungkin tidak akan pernah kembali karena kata mereka ibunya pergi ke alam yang berbeda. Noer lebih suka berbicara sendiri, menangis, tertawa tanpa ada penyebabnya.

Keluarga Noer terbilang kaya dengan hasil panen yang banyak, namun Noer tidak bisa menikamatinya karena semua itu masuk ke kantong ayahnya. Saudara Noer kini sudah berada di tanah rantau dan tidak pernah pulang, hanya Noer seorang yang tinggal dengan ayahnya. Dan semua kepahitan hidup hanya Noer saja yang merasakan melalui ekspresi yang tidak bisa diterjemahkan. Hanya diperas tenaga layaknya seorang pekerja tanpa upah pelepas keringat. Untuk mendapat uang harian, Noer harus bekerja sampingan meminta kepada tetangga barangkali ada yang bisa ia kerjakan.

Siang itu, Noer kembali teringat pada sang ibu yang telah pergi. Saat mendengar ayahnya hendak kawin lagi, ia takut dengan hadirnya orang lain dalam kehidupannya hanya akan membuat keadaan semakin runyam. Perlahan air bening keluar dari matanya benar-benar murni bentuk ketakutan sorang anak yang menyaksikan ibunya diperlakukan secara tidak adil oleh ayahnya sendiri. Noer ingin mengungkapkan yang sebenarnya sudah dikubur belasan tahun lamanya sejak ia mengerti tentang sebuah perasaan bahwa ia menyesal menjadi bagian dari darah daging pria itu.

Dari ribuan tetes hujan yang jatuh, air matanya pun tak bisa ia bendung membasahi baju merah tua yang ia kenakan, yang terjadi sebenarnya bukan kehendaknya. Wanita itu sudah masuk ke dalam keluarganya dan wanita itu sangat kejam namun tidak ada pembelaan satu kata pun dari ayahnya.

“Aku juga manusia dan aku juga berhak diperlakukan adil, aku bukan budak atau anjing pelihaan kalian.” Sekian lama ia bungkam dan kala itu pun ia berani berseru.

Kejengkelan ibu tiri terhadap anak lugu itu kian memuncak tanpa segan dan takut. Dia pun mencubit dan memukuli kakinya dengan rotan. Kejadian itu terus dilakukannya saat hati wanita itu sedang kesal. Hal itu terus berlanjut sampai gadis lugu itu tumbuh dewasa. Kini ia telah menjadi gadis cantik namun tampak kelihatan kumuh karena ia tidak pernah terpikir untuk merias diri selain hanya untuk bekerja dan membawa uang hasil kerjanya kepada ibu tirinya setelah sang ayah meninggal dan tidak memberikan satu petak tanah pun untuk Noer, dan semua tanah dan ternak jatuh ke tangan wanita asing itu. Sungguh malang Noer tidak bisa menikmati masa muda. Belanja dengan teman, merias diri dan bahkan jatuh cinta pun Noer tidak berani bermimpi karena dirinya hanya disibukkan bekerja di sawah ayahnya yang kini sudah menjadi milik wanita itu.

Noer sangat kumuh dan cara berpakaian yang tidak modern membuat ia dijauhi oleh teman sebayanya. Ia hanya bergaul dengan ibu-ibu pekerja yang lain tanpa bersolek dan bergincu. Bukan seperti gadis pada usianya. Kulitnya yang kuning langsat kini sudah mulai pekat karena terbakar sinar matahari.

Ada seorang pemuda yang secara diam-diam memperhatikan Noer, prihatin akan nasibnya. Pemuda itu berniat untuk mempersuntingnya. Pemuda itu mendatangi kediaman Noer dengan tujuan untuk melamarnya, namun ibu tiri Noer tidak ingin Noer pergi meninggalkan rumahnya sehingga lamaran itu pun di tolak. Noer tidak pernah tahu soal itu dan tidak pernah mau tahu, yang ia pahami hanya tentang pekejaan. Ibu tiri Noer semakin geram karena pria itu tidak pernah mau menyerah. Dia selalu datang untuk meminta restu darinya dan menjadikannya menantu.

Tanpa sepengetahuan ibu tirinya, pemuda itu diam-diam menemui Noer di sawah. Noer yang sibuk bekerja tidak pernah memperhatikan hal yang lainnya sehingga ia tidak sadar bahwa pemuda yang ada di pinggir sawah sedang memanggilnya, lalu ibu-ibu yang sedang berada di dekat Noer memberitahunya bahwa pemuda itu sedang memanggilnya. Noer pun ragu dan melangkah menuju pemuda itu penuh pertanyaan, apa ia pernah berbuat salah yang tidak pernah ia sadari atau dan atau, seribu pertanyaan telah mengelilinginya karena sebelumnya tidak pernah ia alami hal semacam itu.

“Noer, kenalkan aku Firman. Aku ingin tahu banyak tentang kamu” sambil mengulurkan tangannya. Noer pun masih terdiam, ia masih tidak percaya apa yang baru saja ia dengar.

“Noer, apa kau mendengarku?” Firman penuh tanya.

“Haaa? Iya ada apa?” tanyanya singkat.

“Noer jika kau mengizinkan, aku ingin membebaskanmu, membawamu pergi dan memberikan kebahagian yang kau butuhkan” tatapan Firman penuh harap.

“Di sini tempatku dan aku tidak akan pernah pergi.” Kata Noer sambil berdiri dan beranjak pergi meninggalkan Firman.

“Noer aku tahu kau tidak nyaman dengan kehidupanmu, maka izinkan aku memeberikan kebahagian yang kau rindukan selama  ini Noer.” Teriak Firman kepada Noer yang sudah mulai jauh meninggalkannya.

Noer terus pergi tanpa menoleh ke arah Firman lagi. Noer masih tidak percaya apa yang baru saja terjadi. Pemuda itu yang sering dibicarakan oleh ibu-ibu rekan kerjanya saat makan siang tiba. Pemuda tampan yang sudah lulus kuliah dengan predikat terbaik. Noer tidak mengerti apa yang sering dibicarakan oleh ibu-ibu itu, tapi Noer menyimpulkan bahwa pemuda itu adalah orang yang pintar, meski tidak mengenalnya dan hanya tahu nama pemuda itu dari cerita, tapi hari ini dia hadir secara nyata dalam hari Noer, jantung Noer berdegup kencang tanpa bisa kendalikan, namun Noer semakin takut masih terbayang akan perlakuan ayah kepada ibunya. Bayang-bayang itu tidak bisa dihapuskan hingga kini telah mengakar dan berwujud trauma. 

Sore telah menyapa dan waktu pulang telah tiba. Semua orang membereskan peralatannya dan bergegas pulang menuju rumah masing-masing, begitu pula dengan Noer. Noer berusaha menyembunyikan yang terjadi dan melupakannya. Ibu tirinya pun tidak pernah memberi tahu Noer bahwa beberapa kali Firman telah melamarnya, karena di rumah itu yang mengerjakan semua pekerjaan rumah adalah Noer. Seperti sore itu, sehabis pulang dari sawah, Noer masih harus memasak, mencuci pring dan menyapu serta menyetrika pakaian ibu tirinya dan Noer kini sudah mencoba untuk ikhlas dan menerimanya sebagai ujian hidup.

Paginya pun masih harus memasak, menyapu dan mencuci pakaian ibu tirinya sebelum berangkat ke sawah. Sesampainya di sawah Noer mendapati sebuah amplop berwarna merah muda yang diberikan oleh ibu-ibu rekan kerjanya, entah dari siapa, ibu itu pun tidak memberi tahunya juga, karena penasaran, Noer pun duduk di pinggir sawah dan membuka isi amplop itu dan ternyata isinya adalah sebuah surat.
***
Noer ...

Aku ingin bernyanyi tentang rindu, namun takut nada-nadaku membuat sunyimu semakin beku.

Telah kuhabiskan dalam separuh perjalanku untuk sampai di tempatmu teramat curam jalannya Noer, namun asaku tak pernah padam karena bidadari yang dititipkan dalam mimpiku itu adalah kau.

Ada kewajiban yang harus kupenuhi kepada Tuhan, yaitu untuk mengenalkanmu kepada kebahagiaan

Noer ...

Temani aku menikmati indahnya hidup sampai senja usiaku tiba.

Firman Pamungkas

***
Noer sangat kaget mendapati sepucuk surat yang Firman kirim dan juga pesan tambahan yang disampaikan melalui ibu yang tadi bahwa Noer harus membalas suratnya. Noer bingung apa yang harus ia perbuat. Noer tidak seperti biasanya dalam bekerja setelah membaca isi surat dari Firman. Tubuhnya sempoyongan karena lagi-lagi terbayang perbuatan ayahnya. Sebenarnya Noer membenci laki-laki dan menganggap mereka adalah iblis yang berwujud manusia, tapi entah kenapa Noer tidak bisa mengusai dirinya saat ia berhadapan dengan Firman. Akhirnya dengan dukungan ibu-ibu rekan kerjanya, Noer pun berniat membalas surat Firman berharap agar kejadian seperti itu tidak terulang kembali.
***
Pernah hilang sadarku karena tuak di matamu membius sukma dan merangsang jiwa.

Perempuan jalang sepertiku hanya mampu mengendus aromamu dari kembang bibir meraka yang mengatakan “Kau sempurnanya paras.”

Tak sedikitpun terpikir dalam otakku yang terbatas ini untuk menikmati secangkir kopi hangat di ujumg senja bersamamu.

Semua jenis bunga rela mekar sebelum waktunya untuk kau hinggapi, namun tidak denganku.

Waktuku ada bukan untuk bercinta.

Terbanglah setinggi mungkin dan kau bisa menemukan jawabannya.

Noer

***
Sedikit lega setelah membalas surat dari Firman, walau apa yang ia tulis sebenarnya tidak sama dengan yang ia rasakan. Surat itu lalu dititipkan kepada ibu yang kemarin untuk diberikan kepada Firman.
***

Beberapa bulan telah berlalu tanpa banyak orang yang menyadarinya bahwa banyak pula perubahan yang telah terjadi. Noer kini sudah sering tidak kerja. Ibu-ibu rekan kerja mencarinya namun tidak berani menemui di rumahnya karena ibu tiri Noer yang merupakan juragan mereka pasti mengusirnya dan bisa jadi akan memecatnya. Jadi mereka hanya bisa mendoakan Noer semoga baik-baik saja.

Entah apa yang terjadi dengan Noer tidak ada yang tahu, di rumahnya pun tampak terlihat sepi. Firman mencari kabar tentang Noer namun hasilnya masih tetap sama hingga malam itu Firman pun memberanikan diri mendatangi rumah Noer dan bertanya langsung kepada ibu tirinya. Naas terjadi, Firman hanya mendapati amarah ibu tiri itu, pertanyaan tentang Noer belum juga terjawabkan namun Firman tidak pernah putus asa terus mencari siang dan malam.

Pagi itu ketika hendak berangkat kerja Firman bertemu dengan ibu rekan kerjanya Noer. Dia memberi tahu Firman bahwa pernah melihat Noer di rumah juragan ayam di kampung seberang ketika dia sedang berkunjung ke rumah anaknya di sana. Seketika itu pula Firman langsung memutar arah menuju desa yang dimaksud. Sesampainya di sana Firman langsung mendatangi rumah juragan ayam itu dan langsung bertanya Noer di mana. Kaget bukan kepalang, ternyata pria yang berdiri di hadapannya yang umurnya sekitar 60-an juragan ayam, dia adalah suami Noer.

“Ada keperluan apa sampean nyari istri saya?” Tanyanya sinis.

Firman tidak bisa memberikan jawaban terhadap pertanyaan itu ketika melihat Noer duduk di kursi bersama ketiga istri juragan tua itu sambil menikmati kopi hangat di pagi hari. Noer tampak bahagia bersama mereka, setidaknya sudah bisa terlepas dari cengkraman singa ibu tirinya meski kini ia harus tinggal dalam satu atap bersama ketiga istri suaminya yang lebih pantas menjadi ayahnya karena dari segi umur sangatlah jauh lebih tua.

Firman pulang dengan tangan hampa karena ia tidak bisa membawa pulang Noer yang kini sudah berstatus istri orang. Yang terpenting bagi Firman adalah kebahagiaan Noer dan sekarang Noer sudah bahagia bersama mereka.
***

Noer

 Pagi ini hujan turun membasahi bumiku yang telanjang

Menyapa asa gersang dan mimpi yang belum terselesaikan

Dingin merayuku untuk tetap tinggal

Tak bisa kuberbuat apa-apa Noer

***
*) Penulis adalah alumnus MTs Al-Wathan tahun 2012, mahasiswi semester enam Jurusan Hukum pada Fakultas Ilmu Hukum, Universitas Trunojoyo Bangkalan.



2 comments:

  1. Website paling ternama dan paling terpercaya di Asia
    Sistem pelayanan 24 Jam Non-Stop bersama dengan CS Berpengalaman respon tercepat
    Memiliki 9 Jenis game yang sangat digemari oleh seluruh peminat poker / domino
    Link Alternatif :
    arena-domino.club
    arena-domino.vip
    100% Memuaskan ^-^

    ReplyDelete
  2. Website paling ternama dan paling terpercaya di Asia
    Sistem pelayanan 24 Jam Non-Stop bersama dengan CS Berpengalaman respon tercepat
    Memiliki 9 Jenis game yang sangat digemari oleh seluruh peminat poker / domino
    Link Alternatif :
    arena-domino.club
    arena-domino.vip
    100% Memuaskan ^-^

    ReplyDelete